BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga
saat sekarang ini telah banyak pengalaman yang diperoleh bangsa kita tentang kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi
terbentuknya kebudayaan nasional.
Namun kita juga telah melihat bahwa,
khususnya dalam lima tahun terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan
tuntutan reformasi (tanpa platform yang jelas) yang menimbulkan berbagai
ketidakmenentuan dan kekacauan. Acuan kehidupan bernegara (governance) dan
kerukunan sosial (social harmony) menjadi berantakan dan menumbuhkan ketidakpatuhan
sosial (social disobedience). Dari sinilah berawal tindakan-tindakan anarkis,
pelanggaran-pelanggaran moral dan etika, tentu pula tak terkecuali pelanggaran
hukum dan meningkatnya kriminalitas. Di kala hal ini berkepanjangan dan tidak
jelas kapan saatnya krisis ini akan
berakhir, para pengamat hanya bisa mengatakan bahwa bangsa kita adalah “bangsa
yang sedang sakit”, suatu kesimpulan yang tidak pula menawarkan solusi.
Timbul pertanyaan: mengapa bangsa kita dicemooh oleh bangsa lain?
Mengapa pula ada sejumlah orang Indonesia yang tanpa canggung dan tanpa merasa
risi dengan mudah berkata, “Saya malu menjadi orang Indonesia” dan bukannya
secara Negara menantang dan mengatakan, “Saya siap untuk mengangkat Indonesia
dari keterpurukan ini”? Mengapa pula wakil-wakil rakyat dan para pemimpin
malahan saling tuding sehingga menjadi bahan olok-olok orang banyak? Mengapa
pula banyak orang, termasuk kaum intelektual, kemudian menganggap Pancasila
harus “disingkirkan” sebagai dasar Negara? Kaum intelektual yang sama di masa
lalu adalah penatar gigih, bahkan “manggala” dalam pelaksanaan Penataran P-4.
Pancasila adalah “asas bersama” bagi bangsa ini (bukan “asas tunggal”). Di
samping itu, makin banyak orang yang kecewa berat terhadap, bahkan menolak,
perubahan UUD 1945 (lebih dari sekedar amandemen) sehingga
perannya sebagai pedoman dan acuan kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat diibaratkan sebagai menjadi lumpuh.
Perjalanan panjang Negara enam dasawarsa kemerdekaan Indonesia telah
memberikan banyak pengalaman kepada warganegara tentang kehidupan berbangsa dan
bernegara. Nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan
nasional belum dilandasi oleh suatu strategi budaya yang nyata (padahal ini
merupakan konsekuensi dari dicetuskannya
Proklamasi Kemerdekaan sebagai “de hoogste politieke beslissing” dan
diterimanya Pancasila sebagai dasar Negara dan UUD 1945 sebagai dasar Negara)
B. Rumusan Masalah
a.
Apa yang di
maksud dengan Kebudayaan?
b.
Apa Unsur-Unsur Kebudayaan?
c.
Apa Kebudayaan Bangsa Indonesia dan Wujudnya?
d.
Faktor-Faktor Apa yang Mempengaruhi Kebudayaan?
e.
Bagaimana Kondisi Budaya Indonesia Pada Era Globalisasi?
C. Tujuan
a.
Menjelaskan
Apa yang di maksud dengan Kebudayaan.
b.
Menjelaskan Unsur-Unsur Kebudayaan.
c.
Menjelaskan Kebudayaan Bangsa Indonesia dan Wujudnya.
d.
Menjelaskan
Faktor-Faktor Apa yang Mempengaruhi Kebudayaan.
e.
Menjelaskan Kondisi Budaya Indonesia Pada Era Globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Kebudayaan
Istilah kebudayaan merupakan
tejemahan dari istilah culture dari bahasa Inggris. Kata culture berasal dari bahasa latin colore
yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk pada pengolahan tanah, perawatan
dan pengembangan tanaman dan ternak. Upaya untuk mengola dan mengembangkan
tanaman dan tanah inilah yang selanjutnya dipahami sebagai culture. Sementara
itu, kata “kebudayaan” berasal dari bahasa sansekerta, buddhayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi. Kata buddhi berarti budi dan akal. Kamus besar
Bahasa Indonesia mengartikan kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan
batin (akal budaya) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat – istiadat.
E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai hal yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt-istiadat, kebiasaan serta
kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Koentjaningrat (1985)
kebudayaan adalah keseluruhan ide-ide, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Definisi lebih singkat terdapat pada pendapat Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi (1964), menurut mereka kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat. Kebudayaan dapat juga
didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi
tingkah lakunya.
Sebagai pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada
dalam kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan
hasil kelakuan manusia). Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas
serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk
melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan,
dan alam, serta berisi serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan
mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh
pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam.
Jadi nilai-nilai tersebut dalam penggunaannya adalah selektif sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi oleh pendukungnya
Dari berbagai sisi, kebudayaan dapat dipadang sebagai: (1)
Pengetahuan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan
tersebut; (2) Kebudayaan adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau
tempat yang mempunyai kebudayaan tetapi manusialah yang mempunyai kebudayaan;
(3) Sebagai pengetahuan yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman
menyeluruh yang mendalam dan mendasar bagi kehidupan masyarakat yang
bersangkutan; (4) Sebagai pedoman bagi kehidupan, kebudayaan dibedakan dari
kelakuan dan hasil kelakuan; karena kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau
berpedoman pada kebudayaan yang dipunyai oleh pelaku yang bersangkutan.
Sebagai pengetahuan, kebudayaan berisikan konsep-konsep,
metode-metode, resep-resep, dan petunjuk-petunjuk untuk memilah
(mengkategorisasi) konsep-konsep dan merangkai hasil pilahan untuk dapat
digunakan sebagai pedoman dalam menginterpretasi dan memahami lingkungan yang
dihadapi dan dalam mewujudkan tindakan-tindakan dalam menghadapi dan
memanfaatkan lingkungan dan sumber-sumber dayanya dalam pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Dengan demikian, pengertian
kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan adalah sebagai pedoman dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
B.
Unsur-Unsur
Kebudayaan
Unsur kebudayan
dalam kamus besar Indonesia berarti bagian dari suatu
kebudayaan yang dapat digunakan sebagai suatu analisis
tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayan disini lebih mengandung makna
totalitas dari pada sekedar perjumlahan usur-unsuryang terdapat di dalamnya.
Unsur kebudayaan terdiri atas :
1. System regili dan upacara
keagamaan merupakan produk manusia sebagai homoriligius. manusia yang mempunyai
kecerdasan , pikiran ,dan perasaan
luhur ,tangapan bahwa kekuatan lain mahabesar yang dapat “menghitam-putikan” kehidupannya.
2.
System
organisasi kemasyarakatan merupakan produk manusia sebagai
homosocius. Manusia sadar bahwa tubuh lemah ,namun dengan akalnya manusia membuat kekuatan dengan menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat berkerja sama untuk mencapai
tujuan baersama,yaitu meningatkan kesejahtraan hidupnya.
3. System mata pencarian yang merupakan produk
dari manusia sebagai homoeconomicus manjadikan tingkat
kehidupan manusia secara umum terus meningkat. Contoh
bercocok tanam, berternak , mengusahakan kerajinan,
dan berdagang.
4.
Sistem Teknologi dan Peralatan
Teknologi
semakin lama semakin luas. Karena makin banyaknya masyarakatyang hidup modern.
Teknologi sangat diperlukan akan tetapi tidak untuk melakukan perbuatan yang
melanggar norma-norma yang berlaku. Sekarang banyak yang menyalah gunakan alat
teknologi khususnya internet. Tidak sedikit masyarakat yang tertipu
atau melakukan perbuatan asusila dengan internet. Hal tersebut harus kita
perhatikan. Jangan sampai kebudayaan kita menjadi minus dimata negara lain.
contoh lainnya dari sistem teknologi dan peralatan adalah peralatan
kantor, rumah tangga, pertanian, nelayan, tukang kayu, peralatan ibadah dan
sebagainya lagi. Unsur kebudayaan secara universal sangat beragam. Kita bisa pelajari
dengan baik maka akan dapat banyak sekali pengetahuan yang sangat
bermanfaat.
5.
Bahasa
Kebudayaan
yang beragam sangat berpengaruh pada bahasa yang dipakainya.Contohnya bahasa
Inggris, Jerman, Italia, Sunda, Jawa, dsb. Dari banyak bahasa tersebut kita
dapat mempelajarinya untuk pengetahuan yang lebih luas. Tidakhanya bahasa yang
dipelajari berasal dari bahas luar negeri saja, tetapi bahasal dari negeri Indonesia pun perlu kita
pelajari untuk melestarikan kebudayaan yangada di Indonesia.
6.
Kesenian
Salah satu ciri khas dari kebudayaan
adalah kesenian. Banyak hal yang bisa kita pelajari mengenai
kesenian. Misalnya seni sastra, lukis, musik, tari, drama, kriadan lain
sebagainya. Hal tersebut bagian dari khas yang dimiliki setiap daerah maupun setiap
negara. Misalnya untuk kesenian musik. Kita bisa mengetahui dan mencari
musik yang khas dari setiap daerah maupun negara. Contohnya lagu-lagu
daerah ampar-ampar pisang yang berasal dari Kalimantan Selatan yang menjadi
ciri khas dari daerah tersebut.
7.
Sistem Pengetahuan
Ada banyak sistem
pengetahuan misalnya pertanian, perbintangan, perdagangan, hukum dan
perundang-undangan, pemerintah/politik, dsb. Hal
tersebut juga bagian dari kebudayaan. Kita wajib mempelajarinya karena dengan
adanya sistem pengetahuan kita menjadi tahu dunia luar dan sangat
bermanfaat untuk kehidupan karena berpengaruh pada pekerjaan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak perlu semua kita pelajari cukup beberapa
saja kita kuasai, maka akan banyak informasi yang kita dapat.
C. Kebudayaan Bangsa
Indonesia
Di masa lalu, kebudayaan nasional
digambarkan sebagai “puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh
Indonesia”. Namun selanjutnya, kebudayaan nasional Indonesia perlu diisi oleh
nilai-nilai dan norma-norma nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah
nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial yang
menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air, serta kelestariannya,
nilai-nilai tentang kebersamaan, saling menghormati, saling mencintai dan
saling menolong antar sesama warganegara, untuk bersama-sama menjaga kedaulatan
dan martabat bangsa.
Gagasan
tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas
sebagai satu bangsa sudah dirancang saat bangsa kita belum merdeka. Hampir dua
dekade sesudah Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran
tentang identitas Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan
dalam tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3)
persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat
tinggi oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Di masa awal Indonesia merdeka,
identitas nasional ditandai oleh bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh
rakyat Indonesia (di antaranya adalah penghormatan terhadap Sang Saka
Merah-Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR
yang kemudian menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum
nasional, sistem perekonomian nasional, sistem pemerintahan dan sistem
birokrasi nasional). Di pihak lain, kesadaran nasional dipupuk dengan
menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme. Kesadaran nasional selanjutnya
menjadi dasar dari keyakinan akan perlunya memelihara dan mengembangkan harga
diri bangsa, harkat dan martabat bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban,
sebagai upaya melepaskan bangsa dari subordinasi (ketergantungan,
ketertundukan, keterhinaan) terhadap bangsa asing atau kekuatan asing.
Secara internal manusia dan masyarakat
memiliki intuisi dan aspirasi untuk mencapai kemajuan. Secara internal,
pengaruh dari luar selalu mendorong masyarakat, yang dinilai statis sekali pun,
untuk bereaksi terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan
besar dari lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui pemberitaan
maupun pembentukan opini. Pengaruh internal dan khususnya eksternal ini
merupakan faktor strategis bagi terbentuknya suatu kebudayaan nasional. Sistem
dan media komunikasi menjadi sarana strategis yang dapat diberi peran strategis
pula untuk memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional.
D. Wujud
Kebudayaan Indonesia
1.
Rumah adat
2.
Upacara Adat
3.
Tarian
4.
Lagu
5.
Musik
6.
Seni Gambar
7.
Seni Patung
8.
Pakaian Adat
9.
Seni Suara
10. Seni
Sastra
11. Makanan
E. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kebudayaan
Beberapa
faktor yang mempengaruhi kebudayaan secara garis besar adalah :
a) faktor kitaran (lingkungan hidup, geografis)
Faktor
lingkungan fisik lokasi geografis merupakan suatu corak budaya sekelompok
masyarakat.
b) faktor induk bangsa
Ada
dua pandangan berbeda mengenai faktor induk bangsa ini, yaitu pandangan barat
dan pandangan timur. Pandangan barat berpendapat bahwa perbedaan induk bangsa
dari beberapa kelompok masyarakat mempunyai pengaruh
terhadap suatu corak kebudayaan. Berdasarkan pandangan barat umumnya tingkat
cauca soit dianggap lebih tinggi dari pada bangsa lain,yaitu mongloid
dan negroid. Sedangkan pandangan timur berpendapat bahwa peran induk bukan
sebagai faktor yang lebih dulu lahir dan cukup tinggi pada saat bangsa barat
masih “ tidur dalam kegelapan . hal itu lebih jelas ketika dalam abad xx,
bangsa jepang yang dapat diikatakan lebih rendah daripada bangsa barat dan
b) faktor saling kontak antar
bangsa
Hubungan antar bangsa yang makin mudah akibat
sarana perhubungan yang makin sempurna menyebabkan satu bangsa mudah
berhubungan dengan bangsa lain. Akibat adanya hubungan ini dapat atau tidak suatu bangsa
mempertahankan kebubudayaanya tergantung pada kebudayaan asing
mana yang lebih kuat maka kebudayaan asli dapat bertahan lebih kuat. Sebaliknya
apabila kebudayaan asli lebih lemah daripada kebudayaan asing maka lenyaplah
kebudayaan asli dan terjadi budaya
jajahan yang sifatnuya tiruan.
F. Bangsa Yang Multikultural
Sebagai Tantangan Kebudayaan Bangsa Indonesia
Kita tidak dapat pula mengingkari
sifat pluralistik bangsa kita sehingga perlu pula memberi tempat bagi
berkembangnya kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh
warganegara Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan
kebudayaan agama, bersama-sama dengan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan
kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu berseiringan, saling melengkapi dan
saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling
menyesuaikan (fleksibel) dalam
percaturan hidup sehari-hari.
Dalam konteks itu pula maka ratusan
suku-suku bangsa yang terdapat di Indonesia
perlu dilihat sebagai aset negara
berkat pemahaman akan lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi
budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi pembangunan
nasional. Di pihak lain, setiap sukubangsa juga memiliki hambatan budayanya
masing-masing, yang berbeda antara sukubangsa yang satu dengan yang lainnya.
Maka menjadi tugas negaralah untuk
memahami, selanjutnya mengatasi hambatan-hambatan budaya masing-masing sukubangsa,
dan secara aktif memberi dorongan dan
peluang bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai kekuatan bangsa.
Banyak wacana mengenai bangsa Indonesia mengacu kepada ciri pluralistik bangsa kita, serta mengenai
pentingnya pemahaman tentang masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang
multikultural. Intinya adalah menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi berkembangnya
masyarakat multikultural itu, yang masing-masing harus diakui haknya untuk
mengembangkan dirinya melalui kebudayaan mereka di tanah asal leluhur mereka.
Hal ini juga berarti bahwa masyarakat multikultural harus memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga
dan mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan
pendayagunaan yang lebih baik.
Kelangsungan dan berkembangnya
kebudayaan lokal perlu dijaga dan dihindarkan dari hambatan. Unsur-unsur budaya
lokal yang bermanfaat bagi diri sendiri bahkan perlu dikembangkan lebih lanjut
agar dapat menjadi bagian dari
kebudayaan bangsa, memperkaya unsur-unsur kebudayaan nasional. Meskipun demikian, sebagai kaum profesional Indonesia, misi utama kita
adalah mentransformasikan kenyataan multikultural sebagai aset dan sumber
kekuatan bangsa, menjadikannya suatu sinergi nasional, memperkukuh gerak
konvergensi, keanekaragaman.
Oleh karena itu, walaupun masyarakat
multikultural harus dihargai potensi dan
haknya untuk mengembangkan diri sebagai pendukung kebudayaannya di atas tanah
kelahiran leluhurnya, namun pada saat yang sama, mereka juga harus tetap diberi
ruang dan kesempatan untuk mampu melihat
dirinya, serta dilihat oleh masyarakat lainnya yang sama-sama merupakan warga negara
Indonesia, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan tanah leluhurnya termasuk
sebagai bagian dari tanah air Indonesia. Dengan demikian, membangun dirinya,
membangun tanah leluhurnya, berarti juga membangun bangsa dan tanah air tanpa
merasakannya sebagai beban, namun karena ikatan kebersamaan dan saling
bekerjasama.
G. Kondisi Budaya Indonesia
Pada Era Globalisasi
Indonesia merupakan negara yang dapat
dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya, dengan memiliki keragaman
yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai penambah indahnya khasanah
sebuah negara. Akan tetapi, mampukah Indonesia pada jaman sekarang tetap
mempertahankan integritas kebudayaannya. Apabila di ulang kembali berbagai
peristiwa yang terjadi, banyak kebudayaan Indonesia yang telah di caplok oleh
Negara-negara lain. Hal ini dapat membuktikan dengan jelas bahwa belum adanya
kekuatan hukum yang kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tentang
kebudayaannya. Sehingga akan menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain untuk
mengambil dan mengakuinya.
Bukan hanya itu saja, kemajuan
teknologi informasi pada masa sekarang ini telah cepatnya merubah kebudayaan
Indonesia menjadi kian merosot. Sehingga menimbulkan berbagai opini yang tidak
jelas, yang nantinya akan melahirkan sebuah kebingungan di tengah-tengah
berbagai perubahan yang berlangsung begitu rumitnya dan membuat pusing bagi
masyarakatnya sendiri.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi,
banyak kesenian dan bahasa Nusantara yang dianggap sebagai ekspresi dari bangsa
Indonesia akan terancam mati. Sejumlah warisan budaya yang ditinggalkan oleh
nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana. Padahal warisan budaya tersebut
memiliki nilai tinggi dalam membantu keterpurukan bangsa Indonesia pada jaman
sekarang.
Sungguh ironis memang apabila ditelaah
lebih jauh lagi. Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh dan menonton saja.
Sebagai warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan dan memberikan contoh
kepada anak cucu nantinya, agar kebudayaan yang telah diwariskan secara turun
temurun akan tetap ada dan senantiasa menjadi salah satu harta berharga milik
bangsa Indonesia yang tidak akan pernah punah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan
di atas maka kesimpulan yang dapat dipaparkan pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
Pertama, rakyat Indonesia yang pluralistik merupakan
kenyataan, yang harus dilihat sebagai aset nasional, bukan resiko atau beban.
Rakyat adalah potensi nasional harus diberdayakan, ditingkatkan potensi
dan produktivitas fisikal, mental dan
kulturalnya.
Kedua,
tanah air Indonesia sebagai aset nasional yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke dan dari Miangas sampai Rote, merupakan tempat bersemayamnya semangat
kebhinekaan. Adalah kewajiban politik dan intelektual kita untuk
mentransformasikan “kebhinekaan” menjadi “ketunggalikaan” dalam identitas dan
kesadaran nasional.
Ketiga,
diperlukan penumbuhan pola pikir yang dilandasi oleh prinsip mutualisme,
kerjasama sinergis saling menghargai dan memiliki (shared interest) dan
menghindarkan pola pikir persaingan tidak sehat yang menumbuhkan eksklusivisme,
namun sebaliknya, perlu secara bersama-sama berlomba meningkatkan daya saing
dalam tujuan peningkatan kualitas
sosial-kultural sebagai bangsa.
Keempat,
membangun kebudayaan nasional Indonesia harus mengarah kepada suatu strategi kebudayaan untuk dapat
menjawab pertanyaan, “Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita?” yang tentu
jawabannya adalah “menjadi bangsa yang tangguh dan entrepreneurial,
menjadi bangsa Indonesia dengan ciri-ciri nasional Indonesia, berfalsafah dasar
Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu menjadi tuan di negeri sendiri, dan
mampu berperanan penting dalam percaturan global dan dalam kesetaraan juga
mampu menjaga perdamaian dunia”.
Kelima, yang kita hadapi saat ini adalah krisis budaya. Tanpa segera
ditegakkannya upaya “membentuk” secara
tegas identitas nasional dan kesadaran nasional, maka bangsa ini akan menghadapi
kehancuran
B. Saran
Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang terbentuk dari
berbagai macam kebudayaan suku dan agama sehingga banyak tantangan yang selalu
merongrong keutuhan budaya itu tapi dengan semangat kebhinekaan sampai sekarang
masih eksis dalam terpaan zaman. Kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk tetap
mempertahankannya budaya itu menuju bangsa yang abadi, luhur, makmur dan
bermartabat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia diakses pada: Jum’at, 28 November 2014 pukul
09:27.
https://farhadthlb.wordpress.com/2013/10/02/pengertian-kebudayaan-dan-unsur-unsur-kebudayaan-indonesia/ di akses pada : Jum’at, 28 November 2014 pukul
10:15.
http://www.isomwebs.net/tag/makalah-kebudayaan-nasional-indonesia/ diakses pada : Sabtu 29 November 2014 pukul 21:30
http://yulaikha.blogspot.com/2012/08/contoh-makalah-kebudayaan-nasional.html diakses pada : Sabtu 29 November 2014 pukul
21:38.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar