Pages

Sabtu, 06 Desember 2014

Pengaruh Budaya Hindu Dan Budaya Budha




MAKALAH
PENGARUH BUDAYA HINDU DAN BUDAYA BUDHA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
 Secara umum, akulturasi diartikan sebagai proses perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih, sehingga melahirkan bentuk kebudayaan baru. Akan tetapi, unsur-unsur penting dari masing-masing kebudayaan (baik kebudayaan lama maupun kebudayaan yang datang berikutnya) masih terlihat. Dengan demikian, proses akulturasi akan terjadi apabila masing-masing kebudayaan yang saling berpadu itu seimbang.
Terlepas dari berbagai macam teori yang muncul tentang penyebaran agama Hindu-Budha ke Indonesia, tidak semua pengaruh budaya India ditiru oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia telah memiliki Local Genius yaitu kemampuan masyarakat Indonesia untuk menyaring dan mengolah budaya asing ynag masuk dan disesuaikan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Masuknya pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia juga telah menyebabkan kebudayaan di Indonesia terdapat berbagai macam budaya hal tersebut menyebabkan Indonesia terkenal dengan kemultikultularannya, itu terjadi karena akulturasi budaya di Indonesia tersebut sudah  terjadi mulai pada zaman dahulu hingga sekarang.














B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana awal masuknya kebudayaan India (Hindu-Budha) ke Indonesia?
2.     Bagaimana proses berkembangnya kebudayaan India (Hindu-Budha) di Indonesia?
3.     Bagaimana pengaruh budaya hindu dan budha di Indonesia?
4.     Apa peningalan - peningalan  budaya hindu dan budha di Indonesia?

C.    TUJUAN
1.      Memenuhi tugas mata kuliah kajian ips
2.      Untuk mengetahui sejarah awal masuknya kebudayaan India (Hindu-Budha) ke Indonesia.
3.      Untuk mengetahui proses berkembangnya kebudayaan India di Indonesia.
4.      Mengetahui pengaruh budaya hindu di Indonesia
5.      Mengetahui pengaruh budaya budha di Indonesia
6.      Mengetahui apa saja peningalan – peningalan kebudayaan hindu budha di indonesia










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Kebudayaan Hindu-Budha pada awalnya tumbuh dan berkembang di wilayah India. Peradaban tersebut tumbuh di lembah sungai Indus, yang perkembangannya sudah terjadi sejak kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Pada awalnya kebudayaan Hindu merupakan perpaduan antara bangsa Arya (yang merupakan sekelompok pendatang) dengan bangsa Dravida (pendukung asli kebudayaan lembag Indus). Sebagai agama, Hindu bersifat Polytheisme yaitu percaya pada banyak dewa. Dalam agama Hindu dikenal adanya 3 dewa utama yang disebut Trimurti (Brahma, Wisnu, Syiwa).
Jauh setelah Hindu berkembang di India kemudian juga muncul agama dan kebudayaan Budha. Agama Budha diajarkan Sidharta Gautama, putra raja Sudana dari kerajaan Kapilawastu. Agama Budha memiliki hari besar Waisak. Hari raya Waisak ini memperingati tiga peristiwa yaitu kelahirannya Sidartha, Sidartha menerima penerangan agung, dan juga wafatnya sang Budha. Agama Budha pernah berpengaruh besar di India. Agama ini memgalami perkembangan pesat di India pada masa pemerintahan raja Asoka. Pada masa pemerintahannya agama budha dijadikan sebagai agama resmi Negara.
Dalam perkembangan selanjutnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha tidak hanya berkembang di India, namun juga ke wilayah Indonesia. Penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia tidak terlepas dari hubungan dagang antara India dengan Indonesia. Hubungan dagang antara India dengan Indonesia dimungkinkan sudah terjadi sejak awal abad pertama Masehi. Hubungan dagang tersebut terjalin karena didukung oleh letak Indonesia yang strategis dijalur perdagangan internasional. Disamping itu Indonesia juga memiliki hasil bumi yang menjadi komuditas perdagangan.






B.     Hipotesis para ahli tentang teori masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia.
Teori-teori mengenai masuknya agama dan kebudayaan hindu-budha ke Indonesia adalah :
1.      Teori Waisya
Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Waisya, karena mereka terdiri atas para pedagang yang datang dan kemudian menetap di salah satu wilayah di Indonesia. Bahkan banyak di antara pedagang itu yang menikah dengan wanita setempat.
2.      Teori Ksatria
Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Ksatria. Hal ini disebabkan terjadi kekacauan politik di India, sehingga para ksatria yang kalah melarikan diri ke Indonesia. Mereka lalu mendirikan kerajaan-kerajaan dan menyebarkan agama Hindu.
3.      Teori Brahmana
Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu dilakukan oleh kaum Brahmana. Kedatangan mereka ke Indonesia untuk memenuhi undangan kepala suku yang tertarik dengan agama Hindu. Kaum Brah¬mana yang datang ke Indonesia inilah yang mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat.
4.      Teori Arus Balik
Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu-Budha dilakukan oleh masyarakat pribumi. Masyarakat pribumi banyak yang dikirim ke negeri India untuk menuntut ilmu disana. Sekembalinya pelajar tersebut membawa ajaran Hindu-Budha kemudian menyebarkannya di Bumi Nusantara.
5.      Teori Nasional
Bahwa bangsa Indonesia yang berdagang ke India pulang dengan membawa agama dan kebudayaan Hindu atau sebaliknya orang-orang Indonesia (raja) mengundang Brahmana kemudian Brahmana menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Pendapat ini disebut teori arus balik. Pendukung teori ini adalah F.D.K.Bosch.
  

D.    Pengaruh kebudayaan Hindu-Budha terhadap masyarakat Indonesia.
Fakta tentang Proses Interaksi Masyarakat di Berbagai Daerah dengan Tradisi Hindu-Buddha. Munculnya pengaruh Hindu-Buddha (India) di Indonesia sangat besar dan dapat terlihat melalui beberapa hal seperti:          
a.       Seni Bangunan
Seni bangunan yang menjadi bukti berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia pada bangunan Candi. Candi Hindu maupun Candi Buddha yang ditemukan di Sumatera, Jawa dan Bali pada dasarnya merupakan perwujudan akulturasi budaya lokal dengan bangsa India. Pola dasar candi merupakan perkembangan dari zaman prasejarah tradisi megalitikum, yaitu bangunan punden berundak yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha, sehingga menjadi wujud candi, seperti Candi Borobudur.

b.      Seni Rupa/Seni Lukis
Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah ditemukannya area Buddha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam Amarawati ditemu-kan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Seni rupa India pada Candi Borobudur ada pada relief-relief ceritera Sang Buddha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukkan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena lukisan seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang ada di India. Juga relief Candi Prambanan yang memuat ceritera Ramayana.

c.       Seni Sastra
Seni sastra India turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa Sanskerta sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Prasasti-prasasti awal menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia, seperti yang ditemukan di Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, Jawa Tengah. Prasasti itu ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.

d.      Kalender
Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu dengan penggunaan tahun Saka. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau kronogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adalah angka huruf berupa susunan kalimat atau gambaran kata. Bila berupa gambar harus dapat diartikan ke dalam bentuk kalimat.

e.       Kepercayaan dan Filsafat
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaannya itu bersifat animisme dan dinamisme. Kemudian, masuknya pengaruh Hindu-Buddha, ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi. Masuk dan berkembangnya pengaruh terutama terlihat dari segi pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pemujaan dewa-dewa alam.

f.       Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan kepala suku berlangsung secara demokratis, yaitu salah seorang kepala suku merupakan pemimpin yang dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota kelornpok suku lainnya. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintahaii bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja, yang memerintah wilayah kerajaannya secara turun-temurun (Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan oleh keturunan).

Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia menimbulkan akulturasi kebudayaan dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Adapun wujud akulturasi itu , seperti berikut.
a.      Bahasa
            Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa Sanskerta yang dapat ditemukan sampai sekarang di mana bahasa Sanskerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sanskerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu tertulis) peninggalan kerajaan Hindu-Buddha (5-7M) contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara. Pada perkembangan selanjutnya bahasa Sanskerta digantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya (7-13M).
b.      Religi/Kepercayaan
            Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada animisme dan dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut atau mempercayai agama –agama tersebut. Agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami sinkritisme (bagian dari proses akulturasi yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu). Itu sebabnya agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu –Buddha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Buddha yang ada di Indonesia.  Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, ternyata upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
c.      Organisasi Sosial Kemasyarakatan
            Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik, yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut maka sIstem pemerintah yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun.
            Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa keramat sehingga rakyat sangat memuja raja tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah singasari, seperti kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa, dan Raden Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihara (Dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
            Pemerintahan seorang raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai  putra mahkota seperti yang terjadi di kerajaan majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana. Wujud akulturasi disamping terlihat alam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
            Sistem kasta menurut kepercayaan hindu terdiri atas kasta Brahmana (golongan pendeta), kasta Kesatria (golongan prajurit dan bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang), dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
            Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia, tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India. Hal itu dikarenakan kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian. Di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
d.      Sistem Pengetahuan
            Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya, yaitu perhitunganwaktu berdasarkan kalender tahun Saka, yaitu tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan, satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun Saka dan tahun Masehi adalah 78 tahun. Sebagai contoh tahun Saka 654 maka tahun Msehinya 654 + 78 = 732 M.
Disamping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan candrasangkala. Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di Pulau Jawa dan menggunakan kalimat bahasa Jawa. Salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4, dan bhumi = 1 maka kalimat tersebut diartikan dari belakang, yaitu sama dengan tahun 1400 Saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
e.      Peralatan Hidup dan Teknologi
            Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan candi. Seni bangunan candi tersebut memang mengandung unsur budaya India, tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi pembuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra, yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.
            Untuk itu, dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia punden berundak-undak yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaanMegalithikum dan berfungsi sebagai tempat pemujaan. Adapun fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata “candi” tersebut. Perkataan “candi” berasal dari kata “candika” yang merupakan salah satu nama Dewi Durga atau dewi maut sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat, khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.
Disamping itu dalam bahasa Kawi, candi berasal dari kata “cinandi” artinya yang dikuburkan. Untuk itu, yang dikuburkan di dalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam pripih.
            Dengan demikian, fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja, sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap Dewa Syiwa.
            Untuk candi yang bercorak Buddha fungsinya sama dengan di India, yaitu untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa
            Untuk candi Buddha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Buddha. Dengan demikian, seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak Indonesia.
f.      Kesenian
            Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dalam bidang seni dari seni rupa, seni sastra, dan seni pertunjukan. Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Buddha.
            Gambar relief pada candi Borobudur ada yang menggambarkan Buddha sedang digoda oleh mara yang menari-nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan riwayat hidup sang Buddha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu. Relief-reliefnya yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran.
            Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata Indonesia juga mengambila kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian, terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
            Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu cerita/kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Keduan kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Akan tetapi, setelah berkembang di Indonesia tidak sama seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia ke dalam bahasa Jawa Kuno. Tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh Punokawan, seperti Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng. Bahkan, dalam kisah Bharatayudha yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antara Pendawa dan Kurawa, melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri melawan Jenggala.
            Disamping itu juga kisah Ramayana ataupun Mahabarata diambil sebagai suatu cerita dalam seni pertunjukan di Indonesia, yaitu salah satunya pertunjukan wayang. Seni petunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama  oleh masyarakat Jawa. Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon cerita dari kisah Ramayana ataupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh cerita, misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan tokoh durna, dalam cerita aslinya durna adalah seorang mahaguru bagi Pendawa dan Kurawa dan berprilaku baik, tetapi dalam lakon Indonesia durna adalah tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.
D.    Peningalan – Peningalan Kebudayaan Hindu
 Masuknya Agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari India. Di antara pedagang tersebut ada yang menetap di Indonesia dan membawa pengaruh agama dan kebudayaan mereka. Kebudayaan Hindu di masa lampau mewariskan bermacam-macam peninggalan sejarah. Peninggalan sejarah yang bercorak kebudayaan Hindu antara lain candi, prasasti, patung, karya sastra (kitab), dan tradisi.
Candi
Candi adalah bangunan yang biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, tubuh, dan atap. Pada candi Hindu biasanya terdapat arca perwujudan tiga dewa utama dalam ajaran Hindu. Tiga dewa itu adalah Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Brahma adalah dewa pencipta, Wisnu dewa pemelihara, dan Syiwa dewa pelebur. Pada dinding candi terdapat relief, yaitu gambar timbul yang biasanya dibuat dengan cara memahat. Relief mengisahkan sebuah cerita.
Candi peninggalan Hindu yang terkenal adalah Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang. Candi Prambanan dibangun pada abad ke-9 di perbatasan Yogyakarta dan Surakarta. Di dalam candi ini terdapat patung Trimurti dan relief yang mengisahkan cerita Ramayana. Tokoh dalam cerita Ramayana adalah Rama, Shinta, dan Burung Jatayu.

Candi-candi peninggalan agama Hindu
No.
Nama Candi
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Prambanan
Yogyakarta
Abad ke-7 M
Mataram Lama
2
Dieng
Dieng, Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
3
Badut
Malang, Jawa Timur
Tahun 760 M
Kanjuruhan
4
Canggal
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
5
Gedong Sanga
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
6
Penataran
Blitar, Jawa Timur
Abad ke-11 M
Kediri
7
Sawentar
Blitar Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
8
Candi Kidal
Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
9
Singasari
Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
10
Sukuh
Karang Anyar, Jateng
Abad ke-13 M
Majapahit

Prasasti
Prasasti adalah benda peninggalan sejarah yang berisi tulisan dari masa lampau. Tulisan itu dicatat di atas batu, logam, tanah liat, dan tanduk binatang. Prasasti peninggalan Hindu ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti tertua adalah Prasasti Yupa, dibuat sekitar tahun 350-400 M. Prasasti Yupa berasal dari Kerajaan Kutai. Yupa adalah tiang batu yang digunakan pada saat upacara korban. Hewan kurban ditambatkan pada tiang ini. Prasasti Yupa terdiri dari tujuh batu bertulis. Isi Prasasti Yupa adalah syair yang mengisahkan Raja Mulawarman. Berikut ini daftar prasasti-prasasti peninggalan kebudayaan Hindu.


Prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Hindu
No.
Nama Prasasti
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Kutai
Kutai, Kaltim
Abad ke-4 M
Kutai
2
Ciaruteun
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
3
Tugu
Cilincing, Jakut
Abad ke-5 M
Tarumanegara
4
Jambu
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
5
Kebon Kopi
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
6
Cidanghiang
Pandeglang
Abad ke-5 M
Tarumanegara
7
Pasir Awi
Leuwiliang, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
8
Muara Cianten
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
9
Canggal
Magelang, Jateng
Abad ke-7 M
Mataram Lama
10
Kalasan
Yogyakarta
Tahun 732 M
Mataram Lama
11
Dinoyo
Malang, Jatim
Tahun 760 M
Mataram Lama
12
Kedu
Temanggung, Jateng
Tahun 778 M
Mataram Lama
13
Sanur
Bali
Abad ke-9 M
Bali

Patung
Wujud patung Hindu antara lain hewan dan manusia. Patung berupa hewan dibuat karena hewan tersebut dianggap memiliki kesaktian. Patung berupa manusia dibuat untuk mengabadikan tokoh tertentu dan untuk menggambarkan dewa dewi. Contoh patung peninggalan kerajaan Hindu yang terkenal adalah Patung Airlangga sedang menunggang garuda. Dalam patung itu, Airlangga digambarkan sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
Patung-patung peninggalan kerajaan Hindu
No.
Nama Patung
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Trimurti
-
-
-
2
Dwarapala
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
3
Wisnu Cibuaya I
Cibuaya, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
4
Wisnu Cibuaya II
Cibuaya, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
5
Rajasari
Jakarta
Abad ke-5 M
Tarumanegara
6
Airlangga
Medang Kemulan
Abad ke-10 M
Medang Kemulan
7
Ken Dedes
Kediri, Jatim
Abad ke-12 M
Kediri
8
Kertanegara
Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
9
Kertarajasa
Mojekerto, Jatim
Abad ke-13 M
Majapahit

Karya sastra (kitab)
Karya sastra peninggalan kerajaan Hindu berbentuk kakawin atau kitab. Kitab-kitab peninggalan itu berisi catatan sejarah. Umumnya karya sastra peninggalan sejarah Hindu ditulis dengan huruf Pallawa dalam bahasa Sansekerta pada daun lontar. Karya sastra yang terkenal antara lain Kitab Baratayuda dan Kitab Arjunawiwaha. Kitab Baratayuda dikarang Empu Sedah dan Empu Panuluh. Kitab Baratayuda berisi cerita keberhasilan Raja Jayabaya dalam mempersatukan Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala. Kitab Arjunawiwaha berisi pengalaman hidup dan keberhasilan Raja Airlangga. Berikut ini daftar kitab-kitab peninggalan sejarah Hindu di Indonesia.

Kitab-kitab peninggalan sejarah Hindu
No.
Nama Kitab
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Carita Parahayangan
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
2
Kresnayana
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
3
Arjunawiwaha
Kahuripan, Jatim
Abad ke-10 M
Medang Kemulan
4
Lubdaka
Kediri, Jatim
Abad ke-11 M
Kediri
5
Baratayuda
Kediri, Jatim
Abad ke-12 M
Kediri



Tradisi
Tradisi adalah kebiasaan nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat saat ini. Tradisi agama Hindu banyak ditemukan di daerah Bali karena penduduk Bali sebagian besar beragama Hindu. Tradisi agama Hindu yang berkembang di Bali, antara lain:
1.      Upacara nelubulanin ketika bayi berumur 3 bulan.
2.      Upacara potong gigi (mapandes).
3.      Upacara pembakaran mayat yang disebut Ngaben. Dalam tradisi Ngaben, jenazah dibakar beserta sejumlah benda berharga yang dimiliki orang yang dibakar.
4.      Ziarah, yaitu mengunjungi makam orang suci dan tempat suci leluhur seperti candi.
E.     Peningalan – peningalan kebudayaan budha:
Agama Buddha berasal dari India. Agama Buddha masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Hindu. Agama Hindu berkembang setelah agama Buddha. Namun, persebaran agama Hindu lebih cepat dari pada persebaran agama Buddha. Hal ini terbukti dari lebih banyaknya kerajaan Hindu daripada kerajaan Buddha.
Pusat-pusat kerajaan Buddha terdapat di Sumatra dan beberapa daerah di Jawa. Berikut peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Buddha di Indonesia.

Candi
Candi-candi Buddha digunakan sebagai tempat pemujaan. Ciri candi Buddha adalah adanya stupa dan patung Sang Buddha Gautama. Stupa adalah bangunan dari batu tempat menyimpan patung Sang Buddha. Beberapa Candi Buddha dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Candi-candi peniggalan agama Buddha
No.
Nama Candi
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Sewu
Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
2
Plaosan
Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
3
Mendut
Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
4
Borobudur
Jawa Tengah
Tahun 770-842 M
Mataram Lama
5
Muara Takus
Sumatra Selatan
Abad ke-8 M
Sriwijaya
6
Jago
Malang, Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
7
Sari
Jawa Tengah
Abad ke-13 M
Majapahit
8
Pawon
Jawa Tengah
Abad ke-13 M
Majapahit
9
Tikus
Mojokerto, Jawa Timur
Abad ke-13 M
Majapahit





Candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar. Candi ini terletak di Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur dibangun sebelum agama Hindu berkembang di Jawa. Pembangunannya membutuhkan waktu sekitar 50 tahun. Relief (lukisan timbul) yang terdapat pada Candi Borobudur panjangnya mencapai 4 km. Tinggi Candi Borobudur 42 meter. Arca atau patung yang terdapat di sana mencapai 500 buah.

Prasasti
Di Sumatra Selatan ditemukan beberapa prasasti warisan Kerajaan Sriwijaya. Di sekitar Palembang ditemukan Prasasti Telaga Batu, Prasasti Talang Tuwo, dan Prasasti Kedukan Bukit. Ketiganya menceritakan berdirinya kerajaan Sriwijaya. Prasasti Karang Berahi dan Prasasti Kota Kapur ditemukan di Jambi dan Bangka. Kedua prasasti itu menceritakan wilayah kekuasaan Sriwijaya.

Patung
Patung yang bercorak Buddha biasanya berupa arca Sang Buddha Gautama. Arca Sang Buddha Gautama pertama kali ditemukan di Sikendeng, Sulawesi Selatan. Berikut ini daftar patung atau arca peninggalan sejarah Buddha.

Patung atau arca peniggalan agama Buddha
No.
Nama Patung
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Patung Buddha
Sikendeng
Abad ke-2 M
-
2
Arca Bhumisparsa Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
3
Arca Dhyana Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
4
Arca Abhaya Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
5
Arca Vitarka Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
6
Dharmacakra Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
7
Arca Vara Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
8
Arca Buddha
Palembang
Abad ke-8 M
Sriwijaya

Mudra adalah sikap tangan pada patung Buddha. Bhumipasra Mudra adalah Buddha dengan sikap tangan menyentuh bumi; Vara Mudra adalah Buddha dengan sikap tangan memberi anugerah; Dhyana Mudra dan Abhaya Mudra adalah sikap Buddha sedang bersemedi dan memberi kedamaian; Vitarka Mudra sikap tangan Buddha memberi pelajaran; Dharmacakra Mudra adalah sikap Buddha sedang memutar roda ajaran.

Karya sastra (kitab)
Ada beberapa karya sastra peninggalan sejarah yang bercorak Buddha. Salah satu karya sastra bercorak Buddha yang terkenal adalah Kitab Sutasoma. Kitab ini dikarang oleh Mpu Tantular. Kitab Sutasoma menceritakan kisah Raden Sutasoma. Kisah ini mengajarkan pengorbanan dan belas kasih yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai kesempurnaan tertinggi. Salah satu ungkapan yang terkenal dari Kitab Sutasoma adalah “Bhinneka Tunggal lka Tan Hana Dharma Mangrwa.” Berikut ini daftar karya sastra atau kitab-kitab peninggalan sejarah yang bercorak Buddha.

Kitab-kitab peniggalan agama Buddha di Indonesia
No.
Nama Kitab
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Negara Kertagama
Jawa Timur
Abad ke-13 M
Majapahit
2
Sutasoma
Jawa Timur
Abad ke-13 M
Majapahit
3
Pararaton
Jawa Timur
Abad ke-13 M
Majapahit
4
Ranggalawe
Jawa Timur
Abad ke-13 M
Majapahit
5
Arjunawiwaha
Jawa Timur
Abad ke-13 M
Majapahit

Tradisi
Tradisi agama Buddha yang sekarang ini kita jumpai banyak dipengaruhi oleh budaya Cina. Tradisi agama Buddha yang ada, misalnya berdoa di wihara. Tradisi lain agama Buddha yang masih ada adalah ziarah. Ziarah dilakukan dengan mengunjungi tempat suci leluhur seperti candi. Kegiatan yang dilakukan pada saat ziarah adalah membaca doa dan membawa sesajen.






















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Teori-teori mengenai masuknya agama dan kebudayaan hindu-budha ke Indonesia adalah: Teori waisya, teori ksatria, teori brahmana, teori arus balik, teori nasional
2.      Berkembangnya kebudayaan India (Hindu-Budha) ditandai dengan berdirinya berbagai kerajaan yang bercorak Hindu-Budha.
3.      Hadirnya kebudayaan India menambah keanekaragaman budaya di Indonesia.
4.      Kebudayaan hindu dan budha mempengaruhi banyak aspek diantaranya : seni bangunan, seni rupa, seni sastra, kalender, kepercayaan, filsafat, pemerintahan
5.      Peningalan – peningalan budaya hindu dan budha : candi, prasasti patung, karya sastra, tradisi.

5.      SARAN
1.      Kita sebagai generasi muda hendaknya melestarikan budaya dan peninggalan sejarah.
2.      Sebagai negara yang mempunyai posisi strategis yang sering mendapat pengaruh kebudayaan asing hendaknya kita mampu memfilter sehingga kebudayaan asli Indonesia itu sendiri tidak hilang.
3.      Sebagai warga Negara yang cinta pada tanah air, hendaknya kita mampu menerapkan nilai-nilai budaya yang positif agar bangsa kita ini menjadi bangsa yang berkarakter.


DAFTAR PUSTAKA

Zulkifli, dkk. (2009). Konsep Dasar IPS. Pekanbaru: Cendikia Insani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar