BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada beberapa karakteristik anak
di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para pengajar, agar lebih mengetahui keadaan
peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar(SD). Seorang pengajar atau guru harus
dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, maka
sangat penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya.
Pada
dasarnya, setiap individu memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda.
Karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah dasar adalah senang bermain,
selalu bergerak, bekerja atau bermain dalam kelompok, dan senantiasa ingin
melaksanakan atau merasakan sendiri.
Selain karakteristik yang perlu diperhatikan juga
adalah perkembangan kepribadian anak di usia Sekolah Dasar. Karena hal itu
dapat menjadi acuan bagi pengajar dalam menerapkan metode pengajaran kepada
anak didik.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana
karakteristik anak didik sekolah dasar?
2) Bagaimana
perkembangan kepribadian anak?
3) Bagaimana
aplikasi pemenuhan kebutuhan anak didik oleh guru?
C. Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan
2) Memahami
karakteristik anak didik sekolah dasar
3) Memahami
perkembangan kepribadian anak
4) Memahami
aplikasi pemenuhan kebutuhan anak didik oleh guru
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar
Menurut
Nasution (1993 : 44) masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir
yang berlangsung dari usia enam tahun hingga sebelas atau duabelas tahun. Usia
ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan dimulainya sejarah
baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap dan tingkah lakunya.
Guru mengenal masa ini dengan Masa Sekolah, karena pada usia inilah anak untuk
pertama kalinya menerima pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa
masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk
sekolah. Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman kanak-kanak
sebagai lembaga persiapan bersekolah. Disebut masa matang untuk belajar, karena
anak sudah berusaha untuk mencapai sesuatu, tetapi perkembangan aktivitas
bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan
aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena anak
sudah menginginkan kecakapan baru yang dapat diberikan oleh sekolah.
Masa usia
sekolah dianggap oleh Suryobroto (1990 : 119) sebagai masa intelektual atau
masa keserasian bersekolah. Tetapi dia tidak berani mengatakan pada umur berapa
tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah
ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan
sesudahnya, masa ini dapat diperinci menjadi dua fase, yakni :
1. Masa Kelas
Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada
masa ini antara lain adalah sebagai berikut :
a) Adanya korelasi
positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan
prestasi sekolah.
b) Adanya sikap yang
cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c) Adanya
kecendrungan memuji sendiri.
d) Suka
membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasainya
menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
e) Kalau tidak
dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
f) Pada masa ini
(terutama pada umur 6-8 tahun) anak menghendaki nilai yang baik, tanpa
mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
2. Masa Kelas
Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada
masa ini antara lain adalah sebagai berikut :
a)
Adanya minat
terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
b)
Amat
realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
c)
Menjelang
akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus.
d)
Pada umur 11
tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya.
e)
Anak-anak
pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain
bersama-sama. Di dalam permainan ini anak tidak terikat lagi pada peraturan
tradisional namun mereka membuat peraturan sendiri.
B.
Perkembangan Kepribadian Anak
Erikson dalam membentuk teorinya,
sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai
pertumbuhan egonya. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan
sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya
sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan
dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan
perkembangan.
Secara khusus, hal ini berarti bahwa
tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh
pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi
matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan
dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan
genital, diperluasnya menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga
dimasukkannya cara-cara dalam mana hubungan sosial individu terbentuk dan
sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting pada setiap tahapnya.
Delapan tahap/fase perkembangan
kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu
pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan
melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap
perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai
berikut :
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs
Kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa
oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani
pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus
menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan
terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya
untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu,
serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada
tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan
perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil.
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini
biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3
atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian
(otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila
dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu
sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya
jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam
perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau
yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak
menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang
anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak
terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang
anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta
mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan.
4. Kerajinan vs Inferioritas
Tahap keempat adalah tahap laten
yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu
tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan
kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat
anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan
keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran,
misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman
harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap
adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18
atau 20 tahun. Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda
merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut
Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui
tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya
identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang
terjun ke tengah masyarakat.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30
tahun. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang
lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan
dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan
istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan
orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain
mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi,
peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap
ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara
baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada
pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30
sampai 60 tahun. Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam
terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas
untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat
melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi).
Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian
terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat
dicerminkan sikap memperdulikan orang lain.
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya
Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia
sekitar 60 atau 65 ke atas. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap
ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang
menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan
putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut
pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari
lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat
berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna.
C.
Aplikasi Pemenuhan Kebutuhan Siswa
Oleh Guru
·
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
a) Sikap guru menyenangkan, mampu
menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau
bersifat menghakimi.
b) Adanya ekspektasi yang konsisten
c) Mengendalikan perilaku siswa di
kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.
d) Lebih banyak memberikan penguatan
perilaku (reinforcement) melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif
siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
·
Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
Hubungan Guru dengan Siswa:
a) Guru dapat menampilkan ciri-ciri
kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil,
terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
b) Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan
dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian
dan latar belakangnya)
c) Guru lebih banyak memberikan
komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.
d) Guru dapat menghargai dan
menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.
e) Guru dapat menjadi penolong yang
bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
·
Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
Mengembangkan Harga Diri Siswa
1) Mengembangkan pengetahuan baru
berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya (scaffolding)
2) Mengembangkan sistem pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan siswa
3) Memfokuskan pada kekuatan dan
aset yang dimiliki setiap siswa
4) Mengembangkan strategi
pembelajaran yang bervariasi
5) Selalu siap memberikan bantuan
apabila para siswa mengalami kesulitan
6) Melibatkan seluruh siswa di kelas
untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.
7) Ketika harus mendisiplinkan
siswa, sedapat mengkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.
Penghargaan dari pihak lain
1) Mengembangkan iklim kelas dan
pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan
mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
2) Mengembangkan program “star of the week”
3) Mengembangkan program penghargaan
atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.
4) Mengembangkan kurikulum yang
dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi
pendengar yang baik.
5) Berusaha melibatkan para siswa
dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu
sendiri.
Pengetahuan dan Pemahaman
1) Memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
2) Menyediakan pembelajaran yang
memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry
3) Menyediakan topik-topik
pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam
Estetik
1) Menata ruangan kelas secara rapi
dan menarik
2) Menempelkan hal-hal yang menarik
dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa
yang dianggap menarik.
3) Ruangan dicat dengan warna-warna
yang menyenangkan
4) Memelihara sarana dan pra sarana
yang ada di sekeliling sekolah
5) Ruangan yang bersih dan wangi
6) Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah
Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi
Diri
1) Memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk melakukan hal yang terbaiknya
2) Memberikan kebebasan kepada siswa
untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya
3) Menciptakan pembelajaran yang
bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.
4) Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif
siswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan
keadaan siswanya, maka sangat penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik
siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan juga adalah
perkembangan kepribadian dan
kebutuhan peserta didik. pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan
tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan
tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri. Secara ideal,
dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah dan guru seharusnya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan
siswanya dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa.
B. Saran
Hendaknya seorang pendidik dapat
melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan
peserta didik agar tujuan pendidikan benar-benar terlaksana, yaitu tidak hanya
membuat peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan namun harus juga disertai
dengan pendidikan moral.
DAFTAR
PUSTAKA
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. PT Remaja
Rosdikakarya : Bandung
Hurlock, Elizabeth.1978. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan). PT Gelora Aksara Pratama : Jakarta
Kurniawan Nursidik,”karakteristik dan
kebutuhan pendidikan anak usia Sekolah dasar”, 15 oktober 2007 : http://nhowitzer.multiply.com/journal/item/3
Sudrajat, Ahmad ”Aplikasi Teori Kebutuhan
Maslow di Sekolah”, psikologi pendidikan,24 Maret 2008:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/24/aplikasi-teori-kebutuhan-maslow-di-sekolah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar