MAKALAH
DASAR-DASAR
DAN KAIDAH KEBAHASAAN MELALUI SEMANTIK BAHASA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran
makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori
makna atau teori arti ( Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam
Bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis
sebagai ajektiva). Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik ynag mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik
dengan hal-hal yang ditandainya, (Chaer, 1995 :2).
Sejalan
dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan
mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna bahasa memang tidak
dapat dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya akan di
bahas secara mendalam di dalam pembahasan. Atas dasar itu, tidak mengherankan
dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang
memiliki banyak makna baru. Meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu
tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi,
terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu
perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan,
maka penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah
pengertian semantik ?
2. Apakah
tanda, lambang, konsep dan defenisi?
3. Bagaimanakah
jenis-jenis semantik?
4. Apakah
pengertian makna?
5. Apakah
faktor perubahan makna ?
6. Bagaimanakah
jenis-jenis makna menurut para ahli?
7.
|
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia
2. Menjelaskan
Pengertian Semantik
3. Memamparkan
Tanda, lambang, Konsep dan Defenisi
4. Memaparkan
jenis-jenis Semantik
5. Menjelaskan
pengertian makna
6. Memaparkan
Faktor perubahan makna
7. Memaparkan
jenis-jenis makna menurut para ahli
8. Memaparkan
jenis perubahan makna
|
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sematik
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani ‘semainein’ yang berarti ‘bermakna’. Kata bendanya adalah ‘sema’ yang
berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti
‘menandai’ atau ‘memaknai’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah
tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique). Menurut Ferdinan de
Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari : 1) Komponen yang menggantikan,
yang berwujud bunyi bahasa. 2) Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen
pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang
ditandai, dilambangkan atau dimaknai adalah sesuatu yang berada di luar bahasa,
atau yang lazim disebut sebagai referent / acuan / hal yang ditunjuk.
Banyak ahli yang telah berusaha untuk mendefinisikan
atau memberikan batasan tentang semantik. Ternyata dari pengertian tersebut ada
pula yang berbeda. Berikut pengertian semantic menurut para ahli. .
a. Semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata meneliti makna (Verhaar, 1964:1)
b. Semantik adalah studi tentang makna [(Palmer, 1981: 9) dan (Aminudin1983: 15)]
c. Semantik adalah studi tentang makna bahasa (Katz, 1971: 3) )
Jika kita telaah dari ketiga pengertian di atas, maka pengertian semantik menurut Verhaar adalah terasa sempit, karena semantik hanya menelaah makna kata, sedangkan dalam ilmu linguistik mengkaji pula tentang frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Pengertian menurut Palmer dan Aminudin kajiannya sangat luas, karena tidak hanya mengkaji makna satuan-satuan bahasa saja, namun memungkinkan adanya pemaknaan dari berbagai bidang telaahan/studi. Berikutnya pengertian menurut Katz kajiannya tidak terlalu sempit dan juga tidak terlalu luas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Leech 1974: x bahwa ‘semantik adalah salah satu cabang linguistik, yaitu kajian ilmu yang mengkaji bahasa. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa fonologi dan sintaksis mengkaji struktur bahasa, sedangkan semantik mengkaji makna yang diungkapkan dalam struktur tersebut.
a. Semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata meneliti makna (Verhaar, 1964:1)
b. Semantik adalah studi tentang makna [(Palmer, 1981: 9) dan (Aminudin1983: 15)]
c. Semantik adalah studi tentang makna bahasa (Katz, 1971: 3) )
Jika kita telaah dari ketiga pengertian di atas, maka pengertian semantik menurut Verhaar adalah terasa sempit, karena semantik hanya menelaah makna kata, sedangkan dalam ilmu linguistik mengkaji pula tentang frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Pengertian menurut Palmer dan Aminudin kajiannya sangat luas, karena tidak hanya mengkaji makna satuan-satuan bahasa saja, namun memungkinkan adanya pemaknaan dari berbagai bidang telaahan/studi. Berikutnya pengertian menurut Katz kajiannya tidak terlalu sempit dan juga tidak terlalu luas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Leech 1974: x bahwa ‘semantik adalah salah satu cabang linguistik, yaitu kajian ilmu yang mengkaji bahasa. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa fonologi dan sintaksis mengkaji struktur bahasa, sedangkan semantik mengkaji makna yang diungkapkan dalam struktur tersebut.
|
B.
Pengertian Tanda, Lambang, Konsep, dan Definisi
Tanda dalam bahasa Indonesia
pertama-tama adalah berarti “bekas”. Pukulan rotan yang cukup keras pada
punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan itu, yang berwarna kemerahan,
menjadi tanda akan telah terjadi suatu pukulan dengan rotan pada tempat
tersebut. Dari contoh diatas kita dapat melihat bahwa dengan hal yang ditandai
bersifat langsung.
Lambang sebenarnya juga adalah tanda.
Hanya bedanya lambang ini tidak memberi tanda secara langsung, melainkan
melalui sesuatu yang lain. Warna merah pada bendera sang merah putih merupakan
lambang “kesucian”. Seperti kata Ogden dan Richard (1972 : 9) lambang
ini bersifat konvensional, perjanjian, tetapi ia dapat diorganisir, direkam dan
dikomunikasikan.
Bunyi-bunyi bahasa atau satuan bahasa
sebenarnya termasuk lambang sebab sifatnya konvensional. Untuk memahami makna
atau yang diacu oleh bunyi-bunyi bahasa itu kita harus mempelajarinya.
Simbol adalah kata serapan yang
berpadangan dengan kata
Indonesia lambang. Dalam karangan ini kedua kata itu dianggap mewakili konsep
yang sama, meskipun mungkin distribusi penggunaan berbeda.
Lambang bahasa yang berupa kata,
gabungan kata, maupun satuan ujaran lainnya sama dengan lambang dan tanda dalam
bidang lain “mewakili” suatu konsep yang berada didunia ide atau pikiran kita.
Umpamanya kata (kursi) “mewakili” suatu konsep dalam benak kita berupa benda
yang bisa digunakan sebagai tempat duduk dengan wujudnya yang sedemikian rupa
sehingga nyaman untuk di duduki.
|
C.
Jenis-jenis
Semantik
Beberapa jenis semantik yang dibedakan
berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek
penyelidikannya, yaitu:
a.
Semantik
Leksikel
Leksikel adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon
(vocabulary, kosakata, pembendaharaan
kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata yang bermakna (
Chaer, 2002: 60 dalam Wahab 1995 ). Kalau leksikon disamakan dengan kosakata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata. Dengan demikian,
makna leksikel dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat
leksem, atau bersifat kata. Makna leksikel dapat juga diartikan makna yang
sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil observasi panca indera,
atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Kajian makna bahasa
yang lebih memusatkan pada peran unsur bahasa atau kata dalam kaitannya dengan
kata lain dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai semantik leksikel.
b.
Semantik
Gramatikal
|
c.
Semantik
Kalimat
Verhaar (1978: 126 dalam Parera 2004) mengutarakan semantik kalimat yang membicarakan hal-hal
seperti soal topikalisasi kalimat yang merupakan masalah semantik, namun bukan
masalah ketatabahasaan. Tentang semantik kalimat ini menurut beliau memang
masih belum banyak menarik perhatian para ahli linguistik.
D.
|
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang dikhususkan mengkaji tentang makna bahasa. Mengingat pentingnya dalam memaknai sebuah bahasa, dalam hal ini telah dijelaskan lebih dalam oleh Leech (1974: x) bahwa semantik merupakan pusat kajian komunikasi verbal yang didasari oleh pikiran manusia. Meskipun demikian, ilmu semantik tidak lain adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang kemunculannya sangat tertinggal dibanding ilmu lainnya (ilmu baru) .
Ilmu semantik pertama kali diperkenalkan ratusan tahun sebelum masehi oleh Asosiasi Filolofi Amerika di Yunani. Salah satu pemikirnya yaitu Aristoteles, seorang ahli yang pertama kali menggunakan istilah ‘makna’ melalui definisi istilah ‘kata’. Menurut pendapatnya, ‘kata’ adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Dalam hal ini plato menyatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa secara implicit mengandung makna-makna tertentu. Hanya pada saat itu belum ada batasan yang jelas antara etimologi, studi makna, dan studi makna kata .
Pada tahun 1820-1925 seorang ahli klasik yang bernama C. Chr. Reisig telah mengemukakan konsep baru tentang gramatika. Ia berpendapat bahwa gramatika terdiri atas tiga unsure utama, yaitu u
a. Semasiologi: studi atau kajian tenatang tanda : ;
b. Sintaksis: studi atau kajian tentang kalimat ;
c. Etimologi: studi atau kajian tentang asal-usul kata, perubahan bentuk kata, dan perubahan makna.
Pemikiran Reisig telah memunculkan konsep baru tentang gramatika, yang selanjutnya diklasifikasikan ke dalam tiga periode: pertama, ditandai dengan istilah underground period., kedua, masa ini ditandai dengan munculnya karya sarjana Perancis, Michael Breal. Pada tahun 1883 melalui karangannya yang berjudul Essai de Semantique. Ia pun beranggapan bahwa semantik sebagai ilmu yang ‘murni-historis’, dengan kata lian, pada masa itu kajian semantik masih berkaitan dengan unsur-unsur yang ada di luar bahasa itu sendiri yakni dalam perubahan makna, psikologi, dan ilmu lain. Sedangkan pada masa ketiga ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia, Gustaf Stern, yang berjudul Meaning and Change of Meaning, with Special Reference to the English Language pada tahun 1931. Dalam karyanya Stern telah melakukan studi tentang makna secara empiris dengan bertitik tolak pada suatu bahasa, yaitu bahasa Inggris.
Perkembangan semantik masih berlanjut dengan paradigma bahwa puluhan tahun sebelum munculnya Stern telah ditemukan kegiatan dalam pengumpulan bahan perkuliahan dari seorang guru Ferdinan de Saussure, dari sini muncul lah karya seassure dan menimbulkan perbedaan pandangan tentang semantik. Perbedaan itu antara lain
1. Pandangan atau pendekatan historis (diakronis) mulai ditinggalkan dan beranjak pada pendekatan deskriptif (sinkronis) ;
2. Semantik mulai dipengaruhi statistika ;
3. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu, tidak bersifat umum ;
4. Hubungan antara bahasa dengan pikiran mulai dipelajari ;
5. Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti bahwa filsafat tidak membantu perkembangan semantik (Ulman, 1977: 8) .
4. Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain n
Pada uraian di muka telah dijelaskan bahwa semantik adalah ilmu yang mengkaji makna bahasa. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang cukup kompleks, antara lain:
a. Instrumental: alat untuk memenuhi kebutuhan material ;
b. Regulatory: mengatur dan mengontrol perilaku individu yang satu dengan yang lain dalam suatu hubungan social ;
c. Interaksional: menciptakan jalinan hubungan antara individu yang satu dengan yang lain;
d. Personal: media identifikasi dan ekspresi diri ;
e. Heuristik: untuk menjelajahi, mempelajari, memahami dunia sekitar ;
f. Imajinatif: mengkreasikan dunia dalam kesadaran dunia batin seseorang ;
g. Informative: media penyampai pesan dalam kegiatan komunikasi, media penafsir keseluruhan pengalaman batin seseorang (Aminudin, 1988: 18) .
|
1) Semantik dan Filsafat t
Filsafat merupakan ilmu yang mengkaji kearifan, pengetahuan, dan hakikat realitas. Dengan ini, semantik dalam kajian ilmu filsafat memiliki fungsi yakni ketepatan dalam menyusun simbol bahasa agar membentuk sebuah pola kalimat atau struktur realitas secara benar. Perhatikan contoh berikut: “Andi dan Anita mulai gawat darurat.” Bisa saja dimaknai “Andi dan Anita sakit keras.” Sementara yang dimaksud penutur adalah “Hubungan Andi dan Anita sudah tidak harmonis.” Hal ini meyakinkan bahwa penggunaan logika dalam sebuah bahasa sangatlah penting, sebaliknya yakni tanpa penggunaan logika dalam menyusun kalimat, memungkinkan munculnya salah penafsiran antar penutur dan penerima .
2)Semantik dan Psikologi i
Psikologi adalah ilmu yang mengkaji hakikat dan gerak-gerak jiwa. Psikologi mengkaji tentang kebermaknaan jiwa, sedangkan semantik kebermaknaan kata atau satuan ujaran dalam bahasa. Dengan kata lain, keberadaan kata tidak hanya dimaknai dalam struktur bunyi dan bentuk tulisannya saja, namun pada makna yang terkandung dalam satuan bahasa tersebut. Missal: “Kau ini seperti kelelawar!” dapat kita simpulkan, sikap marah yang dimunculkan oleh orang tua telah diasosiasikan terhadap perilaku kelelawar .
3) Semantik dan Antropologi serta Sosiologi i
Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna pada sebuah bahasa, menalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya Penggunaan / pemilihan kata ‘ngelih’ atauèpenuturnya. Contohnya : ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat mencerminkan budaya penuturnya. Karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat Jogjakarta. Sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat daerah Jombang .
Sedangkan dalam keterhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat menandai Penggunaan / pemilihan identitas kelompok penuturnya. Contohnya : kata ‘cewek’ atau ‘wanita’, akan dapat menunjukkan identitas kelompok penuturnya. Kata ‘cewek’ identik
|
4) Semantik dan Sastra .
Sastra menggunakan bahasa sebagai media pemaparannya. Bebeda dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa dalam sastra mempunyai keunikan tersendiri karena didalamnya mencakup ekspresi si penulis. Mengingat begitu kompleksnya makna dalam sastra, oleh sebab itu, pernan semantik sangat penting dalam kajian sastra terutama bila sudah berhadapan dengan kajian makna dalam gaya bahasa. Dengan demikian, untuk memahami isi atau bahasa dalam sastra harus memerlukan penghayatan yang khusus dan lebih mendalam serta memiliki dasar pengetahuan tentang ilmu yang berkaitan. Misal ilmu humanitas dan lain sebagainya.
Makna bahasa yang digunakan dalam sastra dibagi menjadi beberapa tingkatan, antara lain
a) Unit makna literal yang secara tersurat mempresentasikan bentuk kebahasaan yang digunakan;
b) Dunia rekaan pengarang, ;
c) Dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu, ;
d) Lapis dunia atau pesan yang bersifat metafisis .
5) Semantik dan Linguistik .
Linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa. Baik itu dalam bentuk kata, frasa, kalimat, atau wacana. Berikut contohnya. :
Baju
Baju baru .
Baju baru yang dibeli ibu dari pasar baru .
Baju baru yang dibeli ibu dari pasar baru kemarin ,
Baju baru yang dibeli ibu dari pasar baru kemarin sangat mahal
Dari bentuk-bentuk bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa ada makna yang muncul dalam tataran morfologi, seperti makna ‘baju’; dalam tataran sintaksis, seperti makna frase ‘baju baru’ atau makna kalimat ‘baju baru itu sangat mahal.’; dan dalam tataran wacana, seperti ‘ibu kemarin pergi ke pasar baru. Di sana ia membeli baju baru. Harga baju baru itu sangat mahal.’
|
E.
Pengertian Makna
Makna adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja
yang kita tuturkan pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Pateda
(Chaer,2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan
istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata
maupun kalimat. Menurut Ullman (Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna
adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de
Saussure(Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian
atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Konsep makna
(KBBI) adalah cara seseorang membuat pengertian terhadap objek atau benda yang
ada batasan-batasan unsur penting. Contoh: sebuah buku, dapat kita maknai
sebagai bahan ilmu pengetahuan, lembaran, dan lainnya. Tetapi kalau berbicara
tentang konsep makna kajian tentang buku sangat luas mulai dari arti, makna,
dan konsep. Itulah kalau kita membicarakan tentang sebuah buku.
Makna kosa kata
yang dikuasai seseorang, merupakan bagian utama dari memori semantis yang
tersimpan dalam otak kita, yang disebut makna denotatif, atau sering juga
disebut makna deskriptif atau makna leksikal. Merupakan relasi kata dengan
konsep benda/ peristiwa atau keadaan yang dilambangkan dengan kata tersebut.
Pada pembahasan
kemarin sudah disebutkan bahwa bahasa itu berupa sistem tanda bunyi. Dalam
pembicaraan semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata itu dengan
konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal yang dirujuk oleh
makna itu yang berada di luar bahasa.
F.
Faktor
Perubahan Makna
Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Perkembangan dalam ilmu dan
teknologi
|
2.
Perkembangan sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut
memengaruhi perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa
sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun
masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut
siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Hal ini
terjadi pula pada hampir semua kata atau istilah perkerabatan seperti bapak,
ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena
dahulu pada zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan)
untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya digunakan
kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan timbulnya kesadaran
bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial sehingga kia menggantinya dengan
sebutan bapak atau ibu.
3.
Pebedaan bidang pemakaian
|
4. Adanya
Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti
dibicarakan pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya
dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan
makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, disini
makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang
berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata uang
terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari bidang
administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam
amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda lain
seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu
cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab amplop yang
dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang
sebagai sogokan.
5.
Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran
tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya
yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi
ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya
cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang seharusnya ditanggap oleh alat
indera peraba yaitu kulit namun bisa juga ditanggap oleh alat indera
penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat
indera penanggap ini biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini
berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak.
Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala
sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi pada beberapa frase yaitu suaranya
sedap didengar, warnanya enak dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya
manis, kedengarannya memang nikmat dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
6.
|
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis
telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan
ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi
memiliki nilai rasa yang rendah, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga
yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau menyenangkan. Kata-kata yang
nilainya merosot menjadi rendah ini disebut dengan istilah peyoratif sedangkan
yang nilainya naik menjadi tinggi disebut ameliorative. Contoh kata bini
sekarang ini dianggap peyoratif sedangkan kata istri dianggap ameliorative.
Begitupun terjadi pada kata laki dan suami, kata bang dan bung. Nilai rasa itu
kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan
bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan
perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan
nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.
7.
Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang
karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara
keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak orang
menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentukya secara utuh.
Sebagai contoh ada yang berkata “ ayahnya meninggal” tentu maksudnya meninggal
dunia tapi hanya disebutkan meninggal saja. Hal ini terjadi pula pada kata
berpulang yang maksudnya berpulang ke rahmatullah, ke perpus yang maksudnya ke
perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke laboratarium dan sebagainya. Kalau
disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata ini bukanlah peristiwa
perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi
adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh disingkat menjadi
bentuk yang lebih pendek.
7. Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan
komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal
ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah
berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan
makna-makna gramatikal.
|
8.
Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah
baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan
member makna baru baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna
baru. Seperti pada kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini
diangkat menjadi istilah untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna
inti atau saripati kayu sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau
pimpinan.
G.
Jenis Makna
Menurut Pendapat Ahli
Melalui
berbagai sumber, dapat berbagai istilah untuk menanamkan jenis atau tipe makna.
Pateda (Chaer, 1986:59) secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis
makna, yaitu makna efektif, makna
denotatif, makna deskriftif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter,
makna idealisiovnal, makna intensi, makna gramatikal, makna kiasan, makna
kognitif, makna konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna
piktonal, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit,
makna stilistika, dan makna tematis. Sedangkan Leech haer, 1976:59) yang
karyanya banyak dikutip orang dalam hal semantis membedakan adanyatujuh tipe
makna, yaitu (1) makna konseptual,(2)
Makna konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif,
(5) makna reflektif, (6) makna kolokatif, (7) makna tematik. Dengan catatan
makna konotatif, stilistika, afektif,
reflektif, dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna
asosiatif.
Berikut akan dibahas mengenai
jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan oleh para
ahli bahasa.
a.
Makna Sempit
Makna sempit (narrowed
meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Bloomfield
( Pateda. 1933: 126) mengemukakan adanya makna sempit dan makna luas di dalam
perubahan makna ujaran. Makan luas dapat menyempit, atau suka kata yang asalnya
memiliki makna luas (generik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik)
karena dibatasi.
|
(1) Pakaian dengan pakaian
wanita
(2) Saudara dengan saudara
kandung
Saudara tiri
Saudara sepupu
(3) Garis dengan garis
bapak
garis miring
dan sebaginya.
b.
Makna Luas
Makna luas (widened meaning atau extended meaning)
adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan
Djajasudarma (Pateda, 1993: 8). Dengan pengertian yang hampir sama,
Kridalaksana (Chaer 1993: 133) memberikan penjelasan bahwa makna luas (extended meaning, situational meaning)
adalah makna ujaran yang lebih luas daripada makna pusatnya; misalnya makna
sekolah pada kalimat Ia bersekolah lagi
di Seskoal yang lebih luas dari makna ‘gedung tempat belajar’.
Kata-kata yang
memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasa atau ide yang umum.
Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang
sempit, seperti pada contoh bahasa Indonesia berikut.
Pakaian dalam dengan pakaian
Kursi roda dengan kursi
Menghidangkan dengan menyiapkan
Memberi dengan menyumbang
Warisan dengan harta
Mencicipi dengan makan
dan sebagainya.
|
c.
Makna Kognitif
Makna kognitif
disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan
adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah
makna lugas, makna apa adanya.
Makna kognitif
sering digunakan dalam istilah teknik. Seperti telah disebutkan bahwa makna
kognitif disebut juga makna deskriptif, makna denotatif, dan makna kognitif
konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara
asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain.
Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasa atau perumpamaan.
Contoh: pohon.
d.
Makna Konotatif
Dan Emotif
Makna kognitif
dapat dibedakan dari makna konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu
hubungan antara kata dengan acuannya () atau hubungan kata dengan denotasinya
(hubungan antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan
kegiatan luar bahasa;dan hubungan antara kata (ungkapan) dengan cirri-ciri tertentu
yang bersifat konotatif atau emotif.
Makna konotatif
adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam
makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. Sementara Kridalaksana
(Chaer: 1993), memberikan pengertian bahwa makna konotatif (connotative meaning) sama dengan konotasi, yaitu aspek makna
sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang
timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).
Contoh kata kurus, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai
makna konotatif
dapat dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pada bagian pertama
bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif
muncul sebagai akibat asosiasi parasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau
apa yang didengar. Makna konotatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan
masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang digunakan (lisan atau
tulisan) serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari
zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif dapat bersifat incidental.
|
Suatu kata dapat
memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif atau dua kata dapat
memiliki makna kognitif yang sama, tetapi dua kata tersebut dapat memiliki
makna emotif yang berbeda. Makna emotif di dalam bahasa Indonesia cenderung
berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal
(makna) yang negatif.
e. Makna Referensial
Makna referensial (referensial meaning) adalah makna unsur
bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (objek atau
gagasan) dan yang dapat dijelaskan oleh analisi komponen; juga disebut
denotasi; lawan dari konotasi Kridalaksana ( Chaer, 1993:133).
Sebuah kata atau leksem disebut
bermakna referensial kalau ada referennya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah
termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia
nyata. Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk
kata-kata yang tidak bermakna referensial karena kata-kata itu tidak mempunyai
referen.
Djajasudarma
(Chaer, 1993), menjelaskan makna referensial adalah makna yang berhubungan
langsung dengan kenyataan atau referen (acuan), makna referensial disebut juga
makna kognitif karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan
konsep, sama halnya dengan kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan
konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat pemakai
bahasa.
f. Makna Konstruksi
|
Kridalaksana
(Chaer, 1993), makna konstruksi (contruction
meaning) adalah makna yang terdapat dalam kostruksi, misalnya ‘milik’ yang
dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan urutan kata.
Contoh-contoh
yang diberikan Djajasudarma (1993) mengenai makna konstruksi ini antara lain :
1. Itu buku saya
2. Saya baca buku saya
3. Perempuan itu ibu saya
4. Rumahnya jauh dari sini
5. Di mana rumahmu ?
g. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal
(bahasa Inggris lexical meaning, semantic
meaning, eksternal meaning) adalah makna unsur-unsur sebagai lambing benda,
peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara
tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa inggris)
‘budaya’, di dalaam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina
(kb) dan artinya: (1) kesopanab, kebudayaan; (2) perkembangbiakan
(biologi);sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina,
dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2)kebudayaan; (3)yang mengenai
kebudayaan, yang sudah berkembang (beradab,maju). Semua makna, baik bentuk
dasar maupun bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal.
Masih dalam hal
makna, Djajasudarma (Bateda, 1993) lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal
yang merupakan bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning,
functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang
menyangkut hubungan intrabahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat
berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat.
|
Dengan
demikian, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau
kata meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda, memiliki makna leksikal
‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensil mempunyai makna leksikal ‘sejenis
alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan leksem air memiliki makna leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa
digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari contoh-contoh
tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.
Lain dari makna
leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi
prefix ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau
memakai baju’; dengan dasar kuda
melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
h. Makna Idesional
Makna idesional
dijelaskan Djajasudarma (Chaer,1993), makna idesional (ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat
penggunaan kata yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep atau
ide yang terkandung di dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun
turunan. Kita mengerti ide yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah politik (1) (bentuk atau system)
pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan
wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga Negara.
|
Idesional
‘aktivitas maksimal seseorang yang ikut serta di dalam suatu kegiatan (
sumbangan keaktifan)’. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya kita
dapat melihat paham yang terkandung di dalam makna suatu kata.
i.
Makna Proposisi
Makna proposisi
( proposional meaning) adalah makna
yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan
makna proposisi dapat kita lihat di bidang matematika, atau di bidang eksakta.
Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami
melalui konteks.
Di bidang
eksakta, terutama matematika kita kenal dengan apa yang disebut sudut siku-siku makna proposisinya
adalah sembilan puluh derajat (900). Makna proposisi dapat
diterapkan ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin dapat diubah lagi,
misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:
a.
Satu tahun sama dengan dua belas
bulan
b.
Matahari terbit di ufuk timur.
c.
Satu hari sama dengan dua belas jam.
d.
Makhluk hidup akan mati.
e.
Surge adalah tempat yang sangat
baik.dsb.
j.
Makna Pusat
Kridalaksana
(Chaer, 1993: 133) memberikan arti makna pusat (central meaning) adalah makna
kata yang umumnya dimengerti bilamana kata itu diberikan tanpa konteks. Makna
pusat disebut juga makna tidak berciri.
Makna pusat (central meaning) adalah makna yang
dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran, baik klausa,
kalimat, maupun wacana, memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan.
Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks.
Seseorang yang
berdialog dapat berkomunikasi dengan komunikatiftentang inti suatu pembicaraan,
serta pembicara dan kawan bicara akan memahami makna pusat atau dialog karna
penalaran yang kuat. Sebagai contoh dapat kita lihat dapat kita lihatdalam
ekspresi berikut:
|
b. Harga-harga semakin memuncak.
c. Akhir-akhir ini sering terjadi
banjir.
k.
Makna Piktorial
Makna pictorial
adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengaran atau
pembaca. Misalnya, pada situasi makna kita berbicara tentang sesuatu yang
menjijikan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar,sehingga ia
menghentikan kegiatan (aktivitas) makan.
Perasaan muncul
segera setelah mendengar atau membaca sesuatu ekspresi yang menjijikan, atau
perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembira, di samping
perasaan-perasaan lainnya yang pernah atau setiap saat dapat kita alami.
Perhatikan contoh berikut, dapat kita tentukan makna piktorialnya.
a. Kenapa kau sebut nama dia.
b. Kakus itu kotor sekali.
c. Ah, konyol dia.
d. Ia tinggal di gang yang becek itu.
e. Mobil itu hampir masuk jurang.dsb.
l.
Makna Idiomatik
Idiom adalah
satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya,
baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal
bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual
menerimah uang danyang membeli menerima rumahnya’; bentuk menjual sepeda bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membei
mendapat sepedanya’; tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi, tidaklah memiliki makna seperti bentuk menjual rumah ataupun menjual sepeda, melainkan bermakna
‘tertawa dengan keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi itu yang disebut makna
idiomatic. Seperti contoh bentuk lain, membanting
tulang, meja hijau, tulang punggung,dsb.
|
a. Ia bekerja membanting tulang
bertahun-tahun.
b. Aku tidak akan bertekuk lutut di
hadapan dia.
c. Kasian, sudah jatuh tertimpa tangga
pula.
d. Seperti ayam mati kelaparan di atas tumpukan padi.
e. Tidak baik jadi orang cempala mulut (lancang).
Idiom
dan peribahasa terdapat pada
semua bahasa, terutama pada bahasa yang penuturanya sudah memiliki kebudayaan
yang tinggi. Untuk mengenal makna
idomatik tidak ada jalan lain selain harus melihat dan membaca di dalam kamus,
khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.
H. Jenis Perubahan makna
Dalam bagian ini akan diuraikan
beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut
pemaparannya :
1.
Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang
terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah
makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang
lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative
singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain
yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam lingkup
poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada
kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau
sekandungan sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai
makna lain yaitu siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang
kata saudara bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.
2.
|
Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada
sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian
berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang
pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya
memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi.
Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau
bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana.
Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus
dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3.
Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata
yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada
kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna
asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata
seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang digunakan sebagai
istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti seni lukis,
seni tari, seni suara.
4.
Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu
gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna
yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan
untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat
bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga
pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu
diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5.
Pengasaran (disfemia)
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata semantik merupakan istilah teknis yang mengacu
pada studi tentang makna. Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani ‘sema’ (kata benda)
yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah
‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau‘melambangkan’.Yang dimaksud tanda atau lambang
disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé
linguistique). Sebab-sebab perubahan makna yaitu
perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan social dan budaya,
perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera,
perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan
istilah.
Jenis
perubahan makna yaitu perubahan meluas, perubahan menyempit, perubahan total,
penghalusan, dan pengasaran.
Faktor
yang memudahkan perubahan makna yaitu faktor kebahasaan, faktor kesejarahan,
faktor sosial, faktor psikologi, faktor pengaruh bahasa asing dan faktor
kebutuhan kata yang baru.
B.
Saran
hendaklah
di zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita
cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.
|
DAFTAR
PUSTAKA
http://elyhamdan.wordpress.com/2010/04/16/semantik-bahasa-indonesia-rangkuman/
(Di Akses 1 Oktober 2014)
http://dioramakata.wordpress.com/2014/01/09/semantik-bahasa/
(Di Akses 1 Oktober 2014)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar