Pages

Rabu, 11 November 2015

Makalah Model-model Bimbingan Konseling





MODEL-MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING





BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
                 Dalam aktivitas di sekolah, siswa memerlukan bimbingan bukan hanya sekedar pembelajaran. Rekan siswa untuk menjadi pembimbing yang paling baik dan efektif adalah guru kelas. Namun tentu saja untuk mendapatkan hasil siswa yang di bimbing dengan benar. Guru mata pelajaran harus mempunyai pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Ini dimaksudkan untuk dapat membimbing anak kearah yang lebih optimal dan tidak sembarangan.
                 Ada pertanyaan bahwa bimbingan identik dengan pendidikan. Artinya apabila seseorang melakukan kegiatan mendidik berarti ia juga sedang membimbing; sebaliknya apabila seseorang melakukan aktivitas membimbing (memberikan pelayanan bimbingan), berarti ia juga sedang mendidik.
                 Pelayanan bimbingan dan konseling (disingkat BK) bisa dilakukan dalam setting lembaga pendidikan (sekolah atau madrasah), keluarga, masyarakat, organisasi, industri, dan lain sebagainya. Pembahasan dalam makalah ini memfokuskan pada tujuan, fungsi, dan manfaat BK di sekolah menengah.
                 Awalnya Bimbingan dan Konseling tidak diperuntukkan bagi dunia pendidikan. Tetapi, dalam perkembangannya diterapkan dalam dunia pendidikan.

B.       RUMUSAN MASALAH
Apa saja Model-Model Bimbingan dan Konseling?

C.      TUJUAN
Untuk mengetahui apa saja Model-Model Bimbingan dan Konseling.

BAB II
PEMBAHASAN

            Model-model bimbingan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan konseling di Amerika yang dikembangkan disejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS. Berikut model-model bimbingan dan konseling:
1.        Frank Parsons
                 Menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling. Menurut pandangan Parsons, baik individu maupun masyarakat akan mendapatkan keuntungan, jika terdapat kecocokan antara cirri-ciri kepribadian seseorang dan seluruh tuntutan bidang pekerjaan yang dipegang oleh orang itu. Tiga faktor utama dianggap sangat menentukan dalam memilih suatu bidang pekerjaan, yaitu analisis pada diri sendiri (kemampuan dan bakat, minat, serta temperamen), analisis terhadap pekerjaan (kesempatan, tuntutan, dan prospek masa depan), serta perbandingan antara hasil kedua analisis tadi untuk menemukan kecocokan antara data tentang diri sendiri dan data tentang bidang-bidang pekerjaan (mengadakan matching dengan berpikir rasional). Mengingat banyak orang muda akan mengalami kesulitan dalam meninjau ketiga factor utama itu, maka mereka membutuhkan dari seseorang yang lebih berpengetahuan dan lebih berpengalaman dalam hal ini. Meskipun pandangan Frank Parson menunjukkan unsur kelemahan, misalnya kurang diperhitungkan pengaruh motivasi, nilai-nilai kehidupan dan lapisan social ekonomis, namun tekanan dalam penekanan diri dan pelayanan dari seorang ahli dalam bimbingan jabatan merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan pelayanan bimbingan selanjutnya. Dengan demikian, model ini menekankan ragam bimbingan, jabatan, dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.

2.        William M. Proctor, (1925)
                 Mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, dan cita-cita siswa. Fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan siswa dalam melaksanakan secara konsisten dan konsekuen pilihan yang telah mereka buat, seandainya timbul kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan beraneka tuntutan dalam lingkungan atau dalam bidang kehidupan tertentu. Dengan demikian, model ini menekankan sifat bimbingan perseveratif, yang mendampingi siswa dalam perkembangannya yang sedang berlangsung, dan mengutamakan bimbingan pengumpulan data, wanwancara konseling. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan, bahwa pelayanan bimbingan hanya perlu diberikan pada saat siswa menghadapi masalah.

3.        John M. Brewer, (1932)
                 Mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, moral dan bimbingan perkembangan. Ia menerbitkan buku Educational as Guidance yang berpendapat bahwa tugas pendidikan sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk mengatur bidang kehidupan sedemikian rupa, sehingga bermakna dan memberikan kepuasan, seperti bidang kesehatan, bidang kehidupan keluarga, bidang pekerjaa, bidang rekreasi, bidang perluasan pengetahuan dan bidang kehidupan bermasyarakat. Pendidikan dan bimbingan dianggap tidak jauh berbeda, karena keduanya berfungsi sebagai bantuan kepada generasi muda dalam belajar seni hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Melalui berbagai kegiatan pendidikan dan bimbingan siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan yang diperlukan mengatur kehidupannya sendiri dalam berbagai aspeknya, model ini menekankan ragamnya bimbingan yang diberikan, seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, moral dan bimbingan perkembangan; maka tidak hanya mengenal ragam bimbingan jabatan. Komponen pemberian informasi dan wawancara konseling diutamakan. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan bahwa pendidikan dan bimbingan tidak jauh berbeda fungsinya; dan bahwa pelayanan bimbingan untuk sebagian besar dituangkan dalam bentuk suatu pelayanan yang berkisar pada materi pelayanan seperti berlaku pada segala bidang studi akademik.
4.        Donal G. Patterson, (1938)
                 Mengembangan metode klinis (clinical method). Metode ini menekankan perlunya menggunakan teknik ilmiah untuk mengenal konseli dengan lebih baik dan menentukan segala problem yang dihadapi oleh konseli, misalnya dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostic. Yang dibutuhkan ialah data obyektif, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memberikan gambaran tentang konseli, lepas dari pandangan konseli tentang diri sendiri. Model ini sebenarnya menyangkut satu komponen dalam program bimbingan saja yaitu konseling. Layanan konseling hanya dipegang oleh tenaga bimbingan yang ahli dalam menggunakan teknik analisis ilmiah, terutama tes psikologis. Konselor bertanggungjawab penuh atas pilihan alat-alat diagnostic yang menghasilkan data bagi konseli tentang dirinya sendiri. Model ini menekankan bentuk bimbingan perseceratif, serta memberikan tekanan pada komponen bimbingan penempatan, pengumpulan data, dan wawancara konseling. Kelemahan model ini terletak pada pelayanan bimbingan cenderung dibatasi pada saat tertentu saja dan diberikan kepada siswa-siswi tertentu, yaitu mereka yang menghadapi suatu masalah berat dan akan menghadap konselor sekolah.
                                                                          
5.        Wilson Little dan AL. Champman, (1955)
                 Mengembangkan bimbingan yang dikenal dengan nama bimbingan perkembangan (development guidance). Model ini menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preserveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan, dan bimbingan pribadi. Maka, focus perhatian terpusat pada perkembangan optimal dari peserta didik yang sedang menuju kekedewasaan. Perkembangan yang optimal itu dapat dicapai bila siswa mengenal diri sendiri, menghayati seperangkat nilai kehidupan, menyadari keadaan nyata dalam lingkungan hidupnya. Namun kemandirian pribadi dan kemampuan untuk menimbang kondisi kehidupan dalam lingkup lingkungan konkrit tetap diutamakan, dengan menerima kemungkinan orang muda dapat berubah selama proses perkembangannya. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individu dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan perseveratif, serta melayani siswa melalui bimbingan belajar, bimbingan jabatan, dan bimbingan pribadi. Keunggulan model ini ialah sumbangan dalam pelayanan bimbingan yang diberikan oleh semua tenaga pendidik yang bekerjasama sebagai tim yang melakukan sejumlah kegiatan bimbingan yang dirancang untuk menunjang perkembangan optimal dari semua siswa dalam kurun waktu yang sama. Kelemahan model ini terletak dalam kenyataan, bahwa tidak semua anggota staf pendidik sekolah siap pakai untuk memberikan pelayanan bimbingan. Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan yang sedimikian komprehensif dan meresapi seluruh program pendidikan sekolah, menjadi usaha yang sangat kompleks yang melibatkan banyak orang, dalam kenyataan akan sukar dilaksanakan di lapangan.

6.        Kenneth B. Hoyt, (1962)
                 Mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan (constellation) dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, preserveratif, dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi. Dalam pola ini ditekankan pada bahwa tenaga pendidik di sekolah seharusnya berpartisipasi dalam pelaksanaan dalam program bimbingan, bukan hanya tenaga bimbingan atau konselor sekolah saja, bahwa konselor sekolah memikul tanggungjawab utama atas perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan, yang tidak hanya meliputi layanan konseling saja. Pelayanan bimbingan berhasil kalau tujuan pelayanan bimbingan terintegrasikan pada tujuan institusional, kurikuler, dan instruksional. 
                 Kemampuan mengadakan riset tentang kebutuhan-kebutuhan siswa dan melakukan studi evaluative tentang keberhasilan program bimbingan. Konselor sekolah melayani para siswa secara langsung (kontak langsung dengan siswa), namun juga melayani rekan tenaga pendidik yang lain sebagai narasumber (konsultan) demi peningkatan mutu dan efektivitas program pendidikan di sekolah. Model ini menekankan pelayanan bimbingan sebagai usaha yang melibatkan semua tenaga pendidik, menurut fungsi dan wewenang masing-masing; mengenal bentuk pelayanan bimbingan individual dan kelompok; memungkinkan pelayanan bimbingan preventif, perseverative, dan remedial; dan mengutamakan bimbingan belajar dan bimbingan pribadi. Keuntungan model ini ialah pelayanan bimbingan tidak hanya terbatas pada layanan konseling dan tanggungjawab untuk menunjang perkembangan siswa serta taraf kesehatan mental tidak hanya dibebankan pada tenaga bimbingan professional saja. Kelemahan terletak dalam anggapan, bahwa bidang bimbingan terutama diperlukan membantu siswa dalam mengatasi beraneka kesulitan belajar dengan demikian tujuan yang khas dari pelayanan bimbingan menjadi agak kabur.

7.        Ruth Strabf, (1964)
                 Berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Eklektis berarti memilih, yaitu memilih diantara teori, metode, dan teknik yang dikembangkan sesuai kebutuhan konseli untuk diterapkan dalam mengatasi masalah tertentu. Konselor harus mengetahui keunggulan dan kelemahan dari berbagai teori, metode, dan teknik sehingga dapat menerapkannya secara fleksibel. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling. Pandangan ini lebih menyangkut pelayanan bimbingan melalui wawancara konseling. Diasumsikan bahwa siswa dan mahasiswa dari waktu kewaktu membutuhkan bantuan professional dalam memahami diri sendiri dalam mengatasi masalah tertentu melalui bantuan itu mereka mendapat informasi tentang diri sendiri dan realitas lingkungan, yang kiranya sulit mereka peroleh dengan cara lain.

8.        Arthur J. Jones, (1970)
                 Menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Bimbingan adalah intrvensi professional bilamana siswa harus membuat pilihan diantara beraneka alternative program studi dan bidang pekerjaan yang terbuka baginya. Nilai-nilai kehidupan (values) menjadi factor penting dalam membuat pilihan. Pada awal masa pendidikan menengah dan pada akhir masa itu siswa menghadapi saat dia harus membuat setumpuk pilihan (decision making) yang berarti dimasa yang akan datang, petugas bimbingan harus membantu siswa dalam membuat pilihan, dengan mempertimbangkan system nilai yang dianutnya dan mengolah informai yang tersedia tentang diri sendiri serta kesempatan-kesempatan terbuka baginya. Supaya siswa berpikir secara rasional; karena kaum muda kurang mampu mengambil keputusan penting, maka dibutuhkan bantuan seorang ahli bimbingan yang bekerja sebagai tenaga tetap di lembaga pendidikan sekolah. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara konseling. Kelemahan yang paling mencolok dalam model ini ialah pembatasan pelayanan bimbingan pada saat-saat tertentu saja, bila siswa harus membuat suatu pilihan yang menentukan jalan kehidupannya.

9.        Chris D. Kehas, (1970)
                 Mengembangkan guidance as personal development. Model ini merumuskan tujuan pendidikan di sekolah, memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain, bimbingan adalah usaha yang menunjang bidang pengajaran saja (amcillary service to make instruction more effective). Kehas memperjuangkan supaya pendidikan sekolah dipandang sebagai usaha mendampingi siswa dalam belajar. Belajar tidak hanya mencakup belajar di bidang akademik, tetapi tentang diri sendiri dan lingkungan hidup. Tenaga pendidik tidak hanya guru, melainkan masing-masing tenaga pendidik bertugas mendampingi siswa dalam aspek perkembangan dan dimensi belajar tertentu. Dengan demikian, siswa mempunyai relasi dengan pihak tenaga pendidik berbeda-beda sifat, misalnya guru sebagai pendamping dalam belajar akademik, dan tenaga bimbingan sebagai pendamping dalam belajar tentang kepribadiannya sendiri. Konselor sekolah berfokus pada perkembangan kepribadian siswa dalam keseluruhannya (personal development). Maka, tenaga bimbingan bukan berfungsi sebagai asisten tenaga pengajar, melainkan mempunyai peranannya sendiri. Tenaga pendidik tidak berada di bawah yang lain, melainkan saling melengkapi dalam rangka bekerja sama menurut fungsinya masing-masing. Model ini menekankan bentuk, jenis, atau ragam bimbingan tertentu, dan tidak mengutarakan komponen bimbingan tertentu, melainkan mengeksplisitkan fungsi dasar bimbingan di sekolah, yaitu proses membantu orang-perorangan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan hidupnya. Keunggulan model ialah menciptakan kemungkinan untuk merumuskan secara spesifik apa peranan guru (tenaga pengajar) dan apa peranan konselor sekolah terhadap belajar siswa. Kelemahan model ini menyangkut hubungan kerja sama antara tenaga pengajar dan tenaga bimbingan yang kerap belum jelas sebaiknya diwujudkan; disamping itu, timbul bahaya bahwa anak didik akan dibelah-belah atas sekian bagian, dimana guru bertanggung jawab atas perkembangan intelektual siswa saja dan konselor sekolah akan bertanggungjawab atas aspek-aspek perkembangan yang lain.
                                                                          
10.    Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971)
                 Mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut kepribadian nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang menghadap konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya. Namun, merencanakan dan melaksanakan suatu program kurikuler menuntut konselor menguasai metodik mengembangkan dan mengajarkan suatu bidang, termasuk penentuan tujuan instruksional, mengurutkan topik-topik (sequence), prosedur akan membuat siswa belajar aktif (CBSA), dan pilihan bahan yang relevan. Persyaratan ini kiranya hanya dapat dipenuhi, bila konselor sekolah khusus disiapkan untuk itu melalui pendidikan formal di perguruan tinggi.
                                                                                                      
11.    Julius Menacker, (1976)
                 Mengembankan model bimbingan yang mengusahakan penganggulangan segala gejala pemberontakan yang tampak dalalm tingkah laku para siswa di sekolah yang terletak dalam daerah/bagian kumuh di kota besar. Daerah kumuh disini berarti daerah di mana kemiskinan, kejahatan, pelanggaran hukum, kenakalan remaja, dan penggunaan obat bius merajalela. Model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Dalam pelayanan bimbingan tradisional focus perhatian terpusat pada siswa sendiri yang harus mengadakan perubahan dalam diri sendiri, dalam activist guidance fokus perhatian terdapat pula pada lingkungan hidup siswa, yaitu bagaimana manipulasi dari lingkungan dapat menguntungkan perkembangan siswa. Maka, konselor sekolah bersama dengan siswa mengidentifikasi segala kondisi hidup negative yang ditimbulkan oleh lingkungan hidup, dan merencankan setumpuk tindakan konkret untuk mengubah lingkungan itu sehingga terciptakan kondisi positif, termasuk mengubah lingkungan sekolah bila hal itu dianggap perlu. Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya. Konselor sekolah yang berpegang pada pola asli memanfaatkan semua sumber dan sarana dalam lingkungan masyarakat setempat, yang dapat mempengaruhi suasana hidup di suatu daerah. Kelemahan model ini ialah kenyataan, bahwa aksi-aksi perubahan social mudah menimbulkan berbagai ketegangan, bahkan pun sampai menciptakan konflik dengan tenaga-tenaga pendidik yang lain, karena lingkungan sekolah itu sendiri tidak akan luput dari aksi demi perubahan suasana dan kurikulum pengajaran.
Model-model berpikir yang diuraikan di atas ternyata belum dioperasionalkan di lapangan dan dituangkan dalam kerangka program bimbingan. Kecuali, model yang dideskripsikan oleh Hoyt, yaitu Constellation of Services. Kenyataan ini berarti bahwa masih terdapat jurang yang lebar antara pemikiran teoritis dan praktek pelaksanaan di lapangan. Alasannya adalah bahwa pelayanan bimbingan di sekolah berkembang menurut kebutuhan setempat, dan baru dibentuk konseptualisasi setelah praktek perkembangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan serta memberikan landasan teoritis pada kegiatan-kegiatan bimbingan sudah mulai dilaksanakan. Pemikiran teoretis (theory building) baru menyusul sesudah pelayanan bimbingan mulai berjalan, bahwa pelayanan di lapangan tidak bermakna bagi perkembangan siswa, namun pelayanan bimbingan akan terhambat dalam perkembangannya, dan mendapat banyak sorotan negative karena lemah dalam hal refleksi teoretis.
            Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai model bimbingan konseling diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling tidak hanya menekankan ragam jabatan saja melainkan juga mengembangkan ragam bimbingan dalam memberikan bantuan kepada siswa. Selain itu Kehas berpandangan tentang sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoritis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika, yaitu:
·  Organisasi professional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan           konseling daripada layanan bimbingan pada umumnya.
·  Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
·  Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah,       sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
·   Pemikirannya teoritis.
·  Terdapat anggapan.
BAB III
PENUTUP

A.      SIMPULAN
            Pada jenjang sekolah, kebanyakan siswa untuk pertama kali berhadapan dengan banyak guru dengan aneka ciri kepribadian, gaya mengajar dan lain-lain, sehingga para siswa memerlukan penyesuaian diri dengan banyak guru tersebut. Selain itu siswa juga memerlukan penyesuaian diri dan bimbingan dalam pengambilan keputusan, maka seorang psikolog sekolah perlu memahami benar-benar ciri-ciri perkembangan pada masa ini untuk memberi pelayanan konseling kepada para siswa maupun informasi kepada guru dan orangtua siswa tersebut. Sehingga hal inilah yang membuat bimbingan di sekolah sangat dipandang penting keberadaannya.

B.     SARAN
                 Mengingat keterbatasan sumber literatur penulis, maka untuk keakuratan data tentang materi Model-Model Bimbingan dan Konseling yang diperoleh, disarankan kepada pembaca juga memiliki sumber literatur lain yang lebih valid, diluar sumber bacaan dari internet yang belum dapat divalidasi seluruhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Awalya. 2013. Bimbingan dan Konseling. Semarang:Pusat Pengembangan MKU/MKDK-            LP3 UNNES.
www.model.bimbingankonseling.html (diakses tanggal 5 September 2015 pukul 14.00 WIB)
MODEL%20DAN%20POLA%20LAYANAN%20BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING%20_%20dinysabila.htm (diakses tanggal 5 September 2015 pukul 14.00 WIB)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar