MODEL-MODEL BIMBINGAN DAN
KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam aktivitas di sekolah, siswa memerlukan bimbingan
bukan hanya sekedar pembelajaran. Rekan siswa untuk menjadi pembimbing yang
paling baik dan efektif adalah guru kelas. Namun tentu saja untuk mendapatkan
hasil siswa yang di bimbing dengan benar. Guru mata pelajaran harus mempunyai
pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Ini
dimaksudkan untuk dapat membimbing anak kearah yang lebih optimal dan tidak
sembarangan.
Ada pertanyaan bahwa bimbingan identik dengan pendidikan.
Artinya apabila seseorang melakukan kegiatan mendidik berarti ia juga sedang
membimbing; sebaliknya apabila seseorang melakukan aktivitas membimbing (memberikan pelayanan bimbingan), berarti
ia juga sedang mendidik.
Pelayanan bimbingan dan konseling (disingkat
BK) bisa
dilakukan dalam setting lembaga pendidikan (sekolah atau madrasah), keluarga,
masyarakat, organisasi, industri, dan lain sebagainya. Pembahasan dalam makalah
ini memfokuskan pada tujuan, fungsi, dan manfaat BK di sekolah menengah.
Awalnya Bimbingan dan Konseling tidak diperuntukkan bagi
dunia pendidikan. Tetapi, dalam perkembangannya diterapkan dalam dunia
pendidikan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Apa saja Model-Model Bimbingan dan
Konseling?
C.
TUJUAN
Untuk mengetahui apa saja Model-Model
Bimbingan dan Konseling.
BAB
II
PEMBAHASAN
Model-model bimbingan konseling dan
pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan konseling di Amerika yang
dikembangkan disejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam
pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981)
yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi
semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh
orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan
masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS. Berikut model-model
bimbingan dan konseling:
1.
Frank
Parsons
Menciptakan istilah Vocational
Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri
sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan
berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta
wawancara konseling. Menurut pandangan Parsons, baik individu maupun masyarakat
akan mendapatkan keuntungan, jika terdapat kecocokan antara cirri-ciri
kepribadian seseorang dan seluruh tuntutan bidang pekerjaan yang dipegang oleh
orang itu. Tiga faktor utama dianggap sangat menentukan dalam memilih suatu
bidang pekerjaan, yaitu analisis pada diri sendiri (kemampuan dan bakat, minat,
serta temperamen), analisis terhadap pekerjaan (kesempatan, tuntutan, dan
prospek masa depan), serta perbandingan antara hasil kedua analisis tadi untuk
menemukan kecocokan antara data tentang diri sendiri dan data tentang
bidang-bidang pekerjaan (mengadakan matching dengan berpikir rasional).
Mengingat banyak orang muda akan mengalami kesulitan dalam meninjau ketiga
factor utama itu, maka mereka membutuhkan dari seseorang yang lebih
berpengetahuan dan lebih berpengalaman dalam hal ini. Meskipun pandangan Frank
Parson menunjukkan unsur kelemahan, misalnya kurang diperhitungkan pengaruh
motivasi, nilai-nilai kehidupan dan lapisan social ekonomis, namun tekanan
dalam penekanan diri dan pelayanan dari seorang ahli dalam bimbingan jabatan
merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan pelayanan bimbingan
selanjutnya. Dengan demikian, model ini menekankan ragam bimbingan, jabatan,
dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2.
William
M. Proctor, (1925)
Mengembangkan model bimbingan
mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian
menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi,
aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai
dengan kemampuan, bakat, minat, dan cita-cita siswa. Fungsi penyesuaian
menyangkut bantuan yang diberikan siswa dalam melaksanakan secara konsisten dan
konsekuen pilihan yang telah mereka buat, seandainya timbul kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan beraneka tuntutan dalam lingkungan atau dalam bidang
kehidupan tertentu. Dengan demikian, model ini menekankan sifat bimbingan
perseveratif, yang mendampingi siswa dalam perkembangannya yang sedang
berlangsung, dan mengutamakan bimbingan pengumpulan data, wanwancara konseling.
Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan, bahwa pelayanan bimbingan
hanya perlu diberikan pada saat siswa menghadapi masalah.
3.
John
M. Brewer, (1932)
Mengembangkan ragam bimbingan
seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, moral dan bimbingan
perkembangan. Ia menerbitkan buku Educational as Guidance yang berpendapat
bahwa tugas pendidikan sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk mengatur bidang
kehidupan sedemikian rupa, sehingga bermakna dan memberikan kepuasan, seperti bidang
kesehatan, bidang kehidupan keluarga, bidang pekerjaa, bidang rekreasi, bidang
perluasan pengetahuan dan bidang kehidupan bermasyarakat. Pendidikan dan
bimbingan dianggap tidak jauh berbeda, karena keduanya berfungsi sebagai
bantuan kepada generasi muda dalam belajar seni hidup sebagai pribadi dan
anggota masyarakat. Melalui berbagai kegiatan pendidikan dan bimbingan siswa
memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan yang diperlukan mengatur kehidupannya
sendiri dalam berbagai aspeknya, model ini menekankan ragamnya bimbingan yang
diberikan, seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, moral dan
bimbingan perkembangan; maka tidak hanya mengenal ragam bimbingan jabatan.
Komponen pemberian informasi dan wawancara konseling diutamakan. Namun, kelemahan
model ini terletak dalam pandangan bahwa pendidikan dan bimbingan tidak jauh
berbeda fungsinya; dan bahwa pelayanan bimbingan untuk sebagian besar
dituangkan dalam bentuk suatu pelayanan yang berkisar pada materi pelayanan
seperti berlaku pada segala bidang studi akademik.
4.
Donal
G. Patterson, (1938)
Mengembangan metode klinis
(clinical method). Metode ini menekankan perlunya menggunakan teknik ilmiah
untuk mengenal konseli dengan lebih baik dan menentukan segala problem yang
dihadapi oleh konseli, misalnya dengan menggunakan tes psikologis dan studi
diagnostic. Yang dibutuhkan ialah data obyektif, yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memberikan gambaran tentang konseli,
lepas dari pandangan konseli tentang diri sendiri. Model ini sebenarnya
menyangkut satu komponen dalam program bimbingan saja yaitu konseling. Layanan
konseling hanya dipegang oleh tenaga bimbingan yang ahli dalam menggunakan
teknik analisis ilmiah, terutama tes psikologis. Konselor bertanggungjawab
penuh atas pilihan alat-alat diagnostic yang menghasilkan data bagi konseli
tentang dirinya sendiri. Model ini menekankan bentuk bimbingan perseceratif,
serta memberikan tekanan pada komponen bimbingan penempatan, pengumpulan data,
dan wawancara konseling. Kelemahan model ini terletak pada pelayanan bimbingan
cenderung dibatasi pada saat tertentu saja dan diberikan kepada siswa-siswi
tertentu, yaitu mereka yang menghadapi suatu masalah berat dan akan menghadap
konselor sekolah.
5.
Wilson
Little dan AL. Champman, (1955)
Mengembangkan bimbingan yang
dikenal dengan nama bimbingan perkembangan (development guidance). Model ini
menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek
perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri
memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta pergaulan
sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok,
mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preserveratif dan melayani bimbingan
belajar, jabatan, dan bimbingan pribadi. Maka, focus perhatian terpusat pada
perkembangan optimal dari peserta didik yang sedang menuju kekedewasaan.
Perkembangan yang optimal itu dapat dicapai bila siswa mengenal diri sendiri,
menghayati seperangkat nilai kehidupan, menyadari keadaan nyata dalam
lingkungan hidupnya. Namun kemandirian pribadi dan kemampuan untuk menimbang
kondisi kehidupan dalam lingkup lingkungan konkrit tetap diutamakan, dengan
menerima kemungkinan orang muda dapat berubah selama proses perkembangannya.
Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individu dan kelompok, mengutamakan
sifat bimbingan preventif dan perseveratif, serta melayani siswa melalui
bimbingan belajar, bimbingan jabatan, dan bimbingan pribadi. Keunggulan model
ini ialah sumbangan dalam pelayanan bimbingan yang diberikan oleh semua tenaga
pendidik yang bekerjasama sebagai tim yang melakukan sejumlah kegiatan
bimbingan yang dirancang untuk menunjang perkembangan optimal dari semua siswa
dalam kurun waktu yang sama. Kelemahan model ini terletak dalam kenyataan,
bahwa tidak semua anggota staf pendidik sekolah siap pakai untuk memberikan
pelayanan bimbingan. Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan yang
sedimikian komprehensif dan meresapi seluruh program pendidikan sekolah,
menjadi usaha yang sangat kompleks yang melibatkan banyak orang, dalam
kenyataan akan sukar dilaksanakan di lapangan.
6.
Kenneth
B. Hoyt, (1962)
Mendeskripsikan model bimbingan
mencakup sejumlah kegiatan bimbingan (constellation) dalam rangka melayani
kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan
pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat
preventif, preserveratif, dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar
dan pribadi. Dalam pola ini ditekankan pada bahwa tenaga pendidik di sekolah
seharusnya berpartisipasi dalam pelaksanaan dalam program bimbingan, bukan
hanya tenaga bimbingan atau konselor sekolah saja, bahwa konselor sekolah
memikul tanggungjawab utama atas perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan,
yang tidak hanya meliputi layanan konseling saja. Pelayanan bimbingan berhasil
kalau tujuan pelayanan bimbingan terintegrasikan pada tujuan institusional,
kurikuler, dan instruksional.
Kemampuan mengadakan riset
tentang kebutuhan-kebutuhan siswa dan melakukan studi evaluative tentang
keberhasilan program bimbingan. Konselor sekolah melayani para siswa secara
langsung (kontak langsung dengan siswa), namun juga melayani rekan tenaga
pendidik yang lain sebagai narasumber (konsultan) demi peningkatan mutu dan
efektivitas program pendidikan di sekolah. Model ini menekankan pelayanan
bimbingan sebagai usaha yang melibatkan semua tenaga pendidik, menurut fungsi
dan wewenang masing-masing; mengenal bentuk pelayanan bimbingan individual dan
kelompok; memungkinkan pelayanan bimbingan preventif, perseverative, dan
remedial; dan mengutamakan bimbingan belajar dan bimbingan pribadi. Keuntungan
model ini ialah pelayanan bimbingan tidak hanya terbatas pada layanan konseling
dan tanggungjawab untuk menunjang perkembangan siswa serta taraf kesehatan
mental tidak hanya dibebankan pada tenaga bimbingan professional saja.
Kelemahan terletak dalam anggapan, bahwa bidang bimbingan terutama diperlukan
membantu siswa dalam mengatasi beraneka kesulitan belajar dengan demikian
tujuan yang khas dari pelayanan bimbingan menjadi agak kabur.
7.
Ruth
Strabf, (1964)
Berpandangan menyangkut
bimbingan melalui wawancara konseling. Eklektis berarti memilih, yaitu memilih
diantara teori, metode, dan teknik yang dikembangkan sesuai kebutuhan konseli
untuk diterapkan dalam mengatasi masalah tertentu. Konselor harus mengetahui
keunggulan dan kelemahan dari berbagai teori, metode, dan teknik sehingga dapat
menerapkannya secara fleksibel. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu
dan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan
dan wawancara konseling. Pandangan ini lebih menyangkut pelayanan bimbingan
melalui wawancara konseling. Diasumsikan bahwa siswa dan mahasiswa dari waktu
kewaktu membutuhkan bantuan professional dalam memahami diri sendiri dalam
mengatasi masalah tertentu melalui bantuan itu mereka mendapat informasi
tentang diri sendiri dan realitas lingkungan, yang kiranya sulit mereka peroleh
dengan cara lain.
8.
Arthur
J. Jones, (1970)
Menekankan pelayanan bimbingan
sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan
penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut
bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Bimbingan adalah intrvensi
professional bilamana siswa harus membuat pilihan diantara beraneka alternative
program studi dan bidang pekerjaan yang terbuka baginya. Nilai-nilai kehidupan
(values) menjadi factor penting dalam membuat pilihan. Pada awal masa
pendidikan menengah dan pada akhir masa itu siswa menghadapi saat dia harus
membuat setumpuk pilihan (decision making) yang berarti dimasa yang akan
datang, petugas bimbingan harus membantu siswa dalam membuat pilihan, dengan
mempertimbangkan system nilai yang dianutnya dan mengolah informai yang
tersedia tentang diri sendiri serta kesempatan-kesempatan terbuka baginya.
Supaya siswa berpikir secara rasional; karena kaum muda kurang mampu mengambil
keputusan penting, maka dibutuhkan bantuan seorang ahli bimbingan yang bekerja
sebagai tenaga tetap di lembaga pendidikan sekolah. Model ini juga menekankan
bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan
jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data
serta wawancara konseling. Kelemahan yang paling mencolok dalam model ini ialah
pembatasan pelayanan bimbingan pada saat-saat tertentu saja, bila siswa harus
membuat suatu pilihan yang menentukan jalan kehidupannya.
9.
Chris
D. Kehas, (1970)
Mengembangkan guidance as
personal development. Model ini merumuskan tujuan pendidikan di sekolah,
memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di
lapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian
tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan
efektivitas proses belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain, bimbingan
adalah usaha yang menunjang bidang pengajaran saja (amcillary service to make instruction
more effective). Kehas memperjuangkan supaya pendidikan sekolah dipandang
sebagai usaha mendampingi siswa dalam belajar. Belajar tidak hanya mencakup
belajar di bidang akademik, tetapi tentang diri sendiri dan lingkungan hidup. Tenaga
pendidik tidak hanya guru, melainkan masing-masing tenaga pendidik bertugas
mendampingi siswa dalam aspek perkembangan dan dimensi belajar tertentu. Dengan
demikian, siswa mempunyai relasi dengan pihak tenaga pendidik berbeda-beda
sifat, misalnya guru sebagai pendamping dalam belajar akademik, dan tenaga
bimbingan sebagai pendamping dalam belajar tentang kepribadiannya sendiri. Konselor
sekolah berfokus pada perkembangan kepribadian siswa dalam keseluruhannya
(personal development). Maka, tenaga bimbingan bukan berfungsi sebagai asisten
tenaga pengajar, melainkan mempunyai peranannya sendiri. Tenaga pendidik tidak
berada di bawah yang lain, melainkan saling melengkapi dalam rangka bekerja
sama menurut fungsinya masing-masing. Model ini menekankan bentuk, jenis, atau
ragam bimbingan tertentu, dan tidak mengutarakan komponen bimbingan tertentu,
melainkan mengeksplisitkan fungsi dasar bimbingan di sekolah, yaitu proses
membantu orang-perorangan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan hidupnya.
Keunggulan model ialah menciptakan kemungkinan untuk merumuskan secara spesifik
apa peranan guru (tenaga pengajar) dan apa peranan konselor sekolah terhadap
belajar siswa. Kelemahan model ini menyangkut hubungan kerja sama antara tenaga
pengajar dan tenaga bimbingan yang kerap belum jelas sebaiknya diwujudkan;
disamping itu, timbul bahaya bahwa anak didik akan dibelah-belah atas sekian
bagian, dimana guru bertanggung jawab atas perkembangan intelektual siswa saja
dan konselor sekolah akan bertanggungjawab atas aspek-aspek perkembangan yang
lain.
10. Ralp Moser dan Norman
A. Srinthall, (1971)
Mengajukan usul supaya di
sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang
perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif
yang menyangkut kepribadian nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan
bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang menghadap konselor sekolah,
tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini
merupakan keunggulan modelnya. Namun, merencanakan dan melaksanakan suatu
program kurikuler menuntut konselor menguasai metodik mengembangkan dan
mengajarkan suatu bidang, termasuk penentuan tujuan instruksional, mengurutkan
topik-topik (sequence), prosedur akan membuat siswa belajar aktif (CBSA), dan
pilihan bahan yang relevan. Persyaratan ini kiranya hanya dapat dipenuhi, bila
konselor sekolah khusus disiapkan untuk itu melalui pendidikan formal di
perguruan tinggi.
11. Julius Menacker, (1976)
Mengembankan model bimbingan
yang mengusahakan penganggulangan segala gejala pemberontakan yang tampak
dalalm tingkah laku para siswa di sekolah yang terletak dalam daerah/bagian
kumuh di kota besar. Daerah kumuh disini berarti daerah di mana kemiskinan,
kejahatan, pelanggaran hukum, kenakalan remaja, dan penggunaan obat bius
merajalela. Model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan
hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Dalam pelayanan
bimbingan tradisional focus perhatian terpusat pada siswa sendiri yang harus
mengadakan perubahan dalam diri sendiri, dalam activist guidance fokus
perhatian terdapat pula pada lingkungan hidup siswa, yaitu bagaimana manipulasi
dari lingkungan dapat menguntungkan perkembangan siswa. Maka, konselor sekolah
bersama dengan siswa mengidentifikasi segala kondisi hidup negative yang
ditimbulkan oleh lingkungan hidup, dan merencankan setumpuk tindakan konkret
untuk mengubah lingkungan itu sehingga terciptakan kondisi positif, termasuk
mengubah lingkungan sekolah bila hal itu dianggap perlu. Keunggulan model ini
ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil
interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya. Konselor sekolah yang
berpegang pada pola asli memanfaatkan semua sumber dan sarana dalam lingkungan
masyarakat setempat, yang dapat mempengaruhi suasana hidup di suatu daerah.
Kelemahan model ini ialah kenyataan, bahwa aksi-aksi perubahan social mudah
menimbulkan berbagai ketegangan, bahkan pun sampai menciptakan konflik dengan
tenaga-tenaga pendidik yang lain, karena lingkungan sekolah itu sendiri tidak
akan luput dari aksi demi perubahan suasana dan kurikulum pengajaran.
Model-model berpikir yang diuraikan di atas ternyata belum dioperasionalkan di lapangan dan dituangkan dalam kerangka program bimbingan. Kecuali, model yang dideskripsikan oleh Hoyt, yaitu Constellation of Services. Kenyataan ini berarti bahwa masih terdapat jurang yang lebar antara pemikiran teoritis dan praktek pelaksanaan di lapangan. Alasannya adalah bahwa pelayanan bimbingan di sekolah berkembang menurut kebutuhan setempat, dan baru dibentuk konseptualisasi setelah praktek perkembangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan serta memberikan landasan teoritis pada kegiatan-kegiatan bimbingan sudah mulai dilaksanakan. Pemikiran teoretis (theory building) baru menyusul sesudah pelayanan bimbingan mulai berjalan, bahwa pelayanan di lapangan tidak bermakna bagi perkembangan siswa, namun pelayanan bimbingan akan terhambat dalam perkembangannya, dan mendapat banyak sorotan negative karena lemah dalam hal refleksi teoretis.
Model-model berpikir yang diuraikan di atas ternyata belum dioperasionalkan di lapangan dan dituangkan dalam kerangka program bimbingan. Kecuali, model yang dideskripsikan oleh Hoyt, yaitu Constellation of Services. Kenyataan ini berarti bahwa masih terdapat jurang yang lebar antara pemikiran teoritis dan praktek pelaksanaan di lapangan. Alasannya adalah bahwa pelayanan bimbingan di sekolah berkembang menurut kebutuhan setempat, dan baru dibentuk konseptualisasi setelah praktek perkembangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan serta memberikan landasan teoritis pada kegiatan-kegiatan bimbingan sudah mulai dilaksanakan. Pemikiran teoretis (theory building) baru menyusul sesudah pelayanan bimbingan mulai berjalan, bahwa pelayanan di lapangan tidak bermakna bagi perkembangan siswa, namun pelayanan bimbingan akan terhambat dalam perkembangannya, dan mendapat banyak sorotan negative karena lemah dalam hal refleksi teoretis.
Berdasarkan beberapa pendapat para
ahli mengenai model bimbingan konseling diatas dapat disimpulkan bahwa
bimbingan konseling tidak hanya menekankan ragam jabatan saja melainkan juga
mengembangkan ragam bimbingan dalam memberikan bantuan kepada siswa. Selain itu
Kehas berpandangan tentang sejumlah
faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoritis dari
bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika, yaitu:
· Organisasi
professional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling daripada layanan bimbingan
pada umumnya.
· Perbedaan
konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
· Pelayanan
bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan
tinggal samar-samar saja.
· Pemikirannya
teoritis.
· Terdapat
anggapan.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Pada jenjang sekolah, kebanyakan siswa untuk pertama kali
berhadapan dengan banyak guru dengan aneka ciri kepribadian, gaya mengajar dan
lain-lain, sehingga para siswa memerlukan penyesuaian diri dengan banyak guru
tersebut. Selain itu
siswa juga memerlukan penyesuaian diri dan
bimbingan dalam pengambilan keputusan, maka seorang psikolog sekolah perlu memahami benar-benar
ciri-ciri perkembangan pada masa ini untuk memberi pelayanan konseling kepada
para siswa maupun informasi kepada guru dan orangtua siswa tersebut. Sehingga
hal inilah yang membuat bimbingan di sekolah sangat dipandang penting keberadaannya.
B. SARAN
Mengingat keterbatasan sumber literatur penulis, maka
untuk keakuratan data tentang materi Model-Model
Bimbingan dan Konseling yang diperoleh, disarankan kepada pembaca juga memiliki sumber literatur
lain yang lebih valid, diluar sumber bacaan dari internet yang belum dapat
divalidasi seluruhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Awalya.
2013. Bimbingan dan Konseling.
Semarang:Pusat Pengembangan MKU/MKDK-
LP3 UNNES.
www.model.bimbingankonseling.html
(diakses tanggal 5 September 2015 pukul
14.00 WIB)
MODEL%20DAN%20POLA%20LAYANAN%20BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING%20_%20dinysabila.htm
(diakses tanggal 5 September 2015 pukul
14.00 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar