Jumat, 13 November 2015

Makalah Permasalahan Lingkungan Lokal




 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Lingkungan dan Permasalahannya
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat  tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982) (Edrian Dwa Wadhissa & Muhammad Mustolihudin blog).
Kerusakan lingkungan mengakibatkan kerusakan kehidupan, contohnya smog, asap menyerupai kabut yang berasal dari buangan mobil dan pabrik yang kemudian bereaksi dengan matahari, akan menganggu kesehatan (sistem pernafasan). Juga pengaruh logam berat air raksa (Hg) yang menyebabkan penyakit Minamata serta limbah logam cadmium (Cd) yang menyebabkan penyakit Itai-itai (keduanya di Jepang).Contoh diatas telah menarik perhatian serius beberapa negara sejak mulai 1970-an, tepatnya setelah diselenggarakan konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockhlom 5-11 Juni 1972. Sehingga tanggal 5 Juni selain dijadikan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (The Environment Day), didirikan pula badan PBB yang mengurus masalah lingkungan yaitu United Nation Enviromental Programme  (UNEP). Perlu diketahui bahwa pada konferensi tersebut ikut serta perwakilan Indonesia, yang sebelumnnya telah mengadakan seminar tentang lingkungan hidup untuk pertama kalinya di Indonesia 15-18 Mei 1972 (Soemarwoto, 1977 sebagaimana dikutip oleh Tim penyusun PLH. 2009).
Beberapa hal pokok yang menyebabkan timbulnya masalah lingkungan antara lain adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, meningkatnya kualitas dan kuantitas limbah, adanya pencemaran lintas batas negara.

B.     Masalah Lingkungan Secara Lokal (Kota Semarang)
Kota Semarang yang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah dapat digolongkan sebagai kota metropolitan. Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 kecamatan dan 177 kelurahan.  Luas wilayah kota Semarang 373, 70 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah sebesar 1.481.640 jiwa. Secara umum masalah lingkungan yang terjadi di Kota Semarang antara lain penyebaran air payau (intrusi air laut), longsor dan limbah cair, banjir dan rob.
Permasalahan yang ada di Kota Semarang diantaranya adalah
1.    Penyebaran Air Payau
Penyebaran Air Payau di Kota Semarang semakin luas dan kadar garam semakin tinggi. Pemanfaatan air tanah di kawasan pantai yang dilakukan berlebihan tanpa perhitungan akan menyebabkan air laut begitu mudah meresap ke darat. Kondisi menyolok terjadi di sekitar Tawangasari, Tambaklorog, Genuksari, Wonosari,Tambaksari, dan Bedono. Pada daerah-daerah tersebut, sampai kedalaman 40 m air tanah sudah payau. Air tanah segar baru didapat pada kedalaman lebih dari 60 m. Hampir semua air tanah dangkal di kawasan Semarang, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai 10 m memiliki salinitas tinggi.
PDAM yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat masih sangat terbatas kapasitasnya. Sampai saat ini baru sekitar 40% masyarakat perkotaan yang dapat menikmati air PDAM. Untuk pedesaan, pemenuhan kebutuhan air bersih baru mencapai maksimal 10%. Apabila air baku berupa air payau atau asin (karena adanya pengaruh/pencemaran air laut), maka PDAM sampai saat ini belum mampu menerapkan teknologi pengolahan air payau/asin untuk air minum.

Untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut diperlukan penerapan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kondisi sumber air baku, kondisi sosial, budaya, ekonomi dan SDM masyarakat setempat. Instalasi Pengolahan Air Payau dengan sistem Reverse Osmosis (IPA RO) merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut
.
2.      Banjir dan Rob
Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (rechange area)  serta diakibatkan pula ketidakseimbangan input – output pada saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di kota Semarang, yang mencakup sekitar muara kali Plumbon, Kali Siangker sekitar Bandara Achmad yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk dari Klaigawae sampai perbatasan Demak.
Persoalan yang juga sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di beberapa bagian di wilayah perencanaan yang menjadi langganan genangan akibat rob. Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi sebaliknya (terjadi backwater), sehingga sistem drainase yang  ada tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada.Sehingga terjadi luas genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.

Banyak upaya pemerintah untuk mengatasi banjir di kota Semarang, misalnya yang telah dilakukan yaitu pembuatan polder, pompa air dan lain sebagainya. Tahun ini pemerintah sedang menjalankan proyek pembuatan polder untuk menampung pasang surut air laut di kota Semarang. Lahan yang digunakan berada di pesisir laut sehingga air rob cepat di tampung, dan tidak berjalan ke pemukiman warga sekitarnya.
          Tetapi tidak hanya upaya pemerintah saja, peran masyarakat juga sangat penting dalam hal mengatasi banjir. Masyarakat dapat mencegah banjir berbagai cara, salah satunya dengan membersihkan selokan-selokan yang sudah dangkal agar air dapat mengalir. Menanam pohon juga memberi dampak yang baik, karena air hujan dapat meresap ke pohon lalu turun ke tanah secara perlahan. Sehingga tidak mempercepat air naik ke permukaan tanah.Semua itu setidaknya bisa mengurangi banjir yang ada di kota Semarang

3.      Longsor
Daerah perbukitan di Kawasan Kota Semarang rawan longsor.Tujuh dari 16 kecamatan di Kota Semarang memiliki titik-titik rawan longsor.Ke tujuh kecamatan tersebut adalah Manyaran. Gunung Pati, GajahMungkur, Temba;lang, Nglaiyan, Mijen, dan Tugu.Kontur Tanah di kecamatan-kecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah patahan dengan struktur tanah yang labil.
Pengertian tanah longsor adalah terjadinya pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur yang umunya terjadi di daerah terjal yang gundul serta kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh.Air hujan adalah pemicu utama terjadinya tanah longsor.Ulah manusia pun bisa menjadi penyebab tanah longsor seperti penambangan tanah, pasir dan batu yang tidak terkendalikan. Menurut organisasi MPBI (Masyarakat Peduli Bencana Indonesia), gejala umum tanah longsor meliputi:
¨      Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajr denganarah tebing
¨      Muncul mata air secara tiba-tiba
¨      Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh
¨      Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

Upaya Pencegahan Terjadinya Tanah Longsor

1.      Jangan membuka lahan persawahan dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman.
2.      Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal jika membangun pemukiman.
3.      Jika ada retakan tanah, segeralah menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah dan melalui retakan tersebut.
4.      Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.
5.      Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
6.      Jangan menebang pohon di lereng.
7.      Jangan membangun rumah di bawah tebing.

Hal-hal yang dilakukan selama dan sesudah terjadi bencana
1.      Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah.
2.      Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga tentang perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannay supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
3.      Rekontruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.


BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Masalah lingkungan secara nasional yaitu kerusakan hutan tropis, kerusakan terumbu karang,kerusakan hutan bakau.
2.      Masalah lingkungan secara local yaitu penyebaran air payau, (intrusi air laut), banjir dan rob, longsor

B.       Saran
1.       Gunakan barang-barang yang ramah lingkungan
2.      Melanjutkan konservasi lingkungan
3.      Belajar untuk menemukan barang-barang yang bermanfaat  sebagai pengganti barang-barang yang merusak lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Tim penyusun PLH. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup. Semarang: Unnes.
http://Ovy%20Blog%27s%20%20PLH%20BAB%20III%20(MASALAH%20LINGKUNGAN%20HIDUP).html




0 komentar:

Posting Komentar

 
;