BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia
adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat
dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan
luas.
Keragaman
ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti KKN,
kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan, separatisme, dan hilangnya rasa
kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, merupakan bentuk nyata
sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut. Berkaitan dengan hal ini,
pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi
dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di
masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya,
bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dll. Karena itulah yang
terpenting dalam pendidikan multikultural adalah seorang guru atau dosen tidak
hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata
pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik
harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti
demokrasi, humanisme, dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan
yang inklusif pada siswa.
Pada
prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengharagai
perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi sumber konflik
dan perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan
keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang
patut untuk dilestarikan.
2.
RUMUSAN MASALAH
Dengan adanya latar belakang tersebut diatas, dapat
ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana
sejarah pendidikan multikultural di Indonesia?
b.
Apa
itu pendidikan multikultural?
c.
Apa
sajakah contoh Pendidikan Multikultural yang di terapkan di Indonesia?
d.
Apa
sajakah tantangan yang muncul dari adanya penerapan Pendidikan Mulitikultural
di Indonesia?
e.
Bagaimana
upaya pemecahan dalam menghadapi tantangan yang muncul dari penerapan Pendidikan
Multikultural di Indonesia?
3.
TUJUAN
Berdasarkan adanya rumusan masalah diatas,
didapatkan tujuan sebagai berikut :
a.
Dapat
menjelaskan sejarah Pendidikan Multikultural di Indonesia.
b.
Dapat
menjelaskan pengertian Pendidikan Multikultural.
c.
Dapat
menyebutkan dan menjelaskan contoh-contoh Pendidikan Multikultural yahng di
terapkan di Indonesia.
d.
Dapat
menjelaskan tantangan yang muncul dari adanya penerapan Pendidikan
Multikultural di Indonesia.
e.
Dapat
menjelaskan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi tantangan yang
muncul dari penerapan Pendidikan Multikultural di Indonesia.
4.
MANFAAT
Berdasarkan adanya tujuan diatas yang ingin dicapai,
semoga bisa didapatkan manfaat sebagai berikut :
a.
Memberikan
pemahaman kepada pembaca mengenai Pendidikan Multikultural di Indonesia yang
meliputi pengertian, contoh, tantangan yang muncul, serta penganganan yang bisa
dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut.
b.
Menambah
pemahaman kepada pembaca untuk dapat lebih tanggap dalam mengangani
permasalahan dalam menyikapi dampak penerapan Pendidikan Multikultural dengan
memberi alternatif-alterantif tertentu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Pendidikan Multikultural
Dalam sejarahnya, pendidikan
multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan
kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang
mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat sesuai
dengan Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM)
dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan
sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan
sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang
mengalami praktik diskriminasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan
hak asasi pada tahun 1960-an.
Di antara lembaga yang secara
khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah
lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang
menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan
menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis,
para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang
pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari
konseptualisasi pendidikan multikultural.
Secara generik, pendidikan
multikultural sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan
persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis,
kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep
pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan
peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta
diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari
kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan
untuk kebaikan bersama.
Beberapa aspek yang menjadi kunci
dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak
adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan
terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan
terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan
kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan
hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh
terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
B. Pengertian
Pendidikan Multikultural
Multikultural secara umum berasal
dari dua kata yaitu Multi dan Kultul, multi artinya banyak dan kultul artinya
budaya.
Beberapa ahli turut menyimpulkan mengenai pengertian
Pendidikan Multikultural, diantaranya adalah sebagai berikut ini :
Ò Gibson(1984)
mendefinisikan bahwa pendidikan multikultural adalah suatu proses pendidikan
yang membantu individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke
dalam sistem budaya yang berbeda dari yang mereka miliki.
Ò Prudence Crandall
mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik
dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya
(kultur). Secara lebih singkat Andersen dan Custer (1994) mengatakan bahwa
pendidikan multikultural adalah pedidikan mengenai keragaman budaya.
Ò Menurut James. A.
Banks pendidikan multikultural adalah konsep atau ide sebagai rangkaian
kepercayaan dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman
budaya dan etnis dalam membentuk gaya hidup pengalaman sosial identitas pribadi
dan kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.
Ò Menurut Sosiolog UI
Parsudi Suparlan, Pendidikan Multikulturalis adalah pendidikan yang mampu
menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk
perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural.
Ò Azyumardi Azra
mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk atau tentang
keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan
masyarakat tertentu atau bahkan demi secara keseluruhan.
Ò Sedangkan Musa Asy’ari
juga menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah proses penanaman
cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang
hidup di tengah-tengah masyarakat plural.
Ò Hilda Hernandez
pendidikan multikultural sebagai prespektif yang mengakui realitas
politik,sosial,dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan
manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya
budaya, ras, seksualitas, agama, gender, etnisitas, status sosial, ekonomi, dan
pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.
Ò Paulo Freire,
pendidikan bukan merupakan “ menara gading “ yang berusaha menjauhi realitas
sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya harus mamapu menciptakan tatanan
masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, buka sebuah masyarakat yang hanya
mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang
dialami.
Secara
etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu
pendidikan dan multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui pengajaran,
pelatihan, proses dan cara mendidik. Dan multikultural diartikan sebagai
keragaman kebudayaan, aneka kesopanan.
Sedangkan
secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan
seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai
konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama). Pengertian
seperti ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam pendidikan, karena
pendidikan dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang hayat. Dengan
demikian, pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan
setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia.
Jadi
berdasarkan banyak pemahaman tersebut, pendidikan multikultural adalah usaha
sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah yang
mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar
tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman
budaya.
Pendidikan
multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri :
1.
Membentuk
“manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya”.
2.
Mengajarkan
nilai-nlai luhur kemanusiaan, bangsa, dan kelompok etnis.
3.
Metodenya
demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa
dan kelompok etnis.
4.
Evaluasinya
ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi
persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya
James Bank
menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang
saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:
1) Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai
budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan
teori dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.
2) The knowledge construction
process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya kedalam sebuah
mata pelajaran.
3) An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode
pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial.
4) Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian,
melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi
dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan
budaya akademik yang toleran dan inklusif.
Dalam
aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (objek) dan
sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat
pendidikan perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik.
Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki ciri-ciri:
1.) Sedang dalam keadaan berdaya untuk
menggunakan kemampuan, kemauan, dan sebagainya.
2.) Mempunyai keinginan untuk berkembang
kearah dewasa.
3.) Mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda.
4.) Melakukan penjelajahan terhadap alam
sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual
Mengenai
fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program
pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada
kelompok rasial, agama dan kultur dominan atau mainstream. Dalam konteks
teorits, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan
sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal lima pendekatan, yaitu :
§ Pertama, pendidikan mengenai
perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme.
§ Kedua, pendidikan mengenai perbedaan
kebudayaan atau pemahaman kebudayaan,
§ Ketiga, pendidikan bagi pluralisme
kebudayaan.
§ Keempat, pendidikan dwi-budaya.
§ Kelima,pendidikan multikultural
sebagai pengalaman moral manusia.
C. Pendidikan
Multikultural di Indonesia
Ali
Maksum menggambarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya
sangat majemuk atau pluralis. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua
prespektif, yaitu : horizontal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari
perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan, dan budaya.
Vertikal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan tingkat
pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya.
Sebagaimana
diketahui bahwa model pendidikan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu
pendidikan agama dan pendidikan nasional. Pendidikan yang ada sekarang ini
cenderung menggunakan metode kajian yang bersifat dikotomis. Maksudnya,
pendidikan agama berbeda dengan pendidikan nasional. Pendidikan agama lebih
menekankan pada disiplin ilmu yang bersifat normatif, establish, dan jauh dari
realitas kehidupan.
Berdasarkan
kenyataan tersebut, maka keberadaan pendidikan multikultural sebagai strategi
pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran, dengan cara
menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada siswa sangat diperlukan,
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Pendidikan multikultural secara
inheren sudah ada sejak bangsa Indonesia ada. Falsafah bangsa Indonesia adalah
suka gotong royong, membantu, menghargai antara suku dan lainnya.
2. Pendidikan multikultural memberi harapan
dalam mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Salah
satu penyebab munculnya gejolak adalah model pendidikan yang dikembangkan
selama ini lebih mengarah pada pendidikan kognitif intelektual dan keahlian
psikomotorik yang bersifat teknis semata. Padahal kedua ranah pendidikan ini
lebih mengarah kepada keahlian yang lepas dari ideologi dan nilai-nilai yang
ada dalam tradisi masyarakat, sehingga terkesan monolitik berupa nilai-nilai
ilmiah akademis dan teknis empiris. Sementara menurut pendidikan multikultural,
adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai keyakinan, heterogenitas,
pluralitas agama apapun aspeknya dalam masyarakat.
3. Pendidikan multikultural menentang
pendidikan yang berorientasi bisnis. Pendidikan yang diharapkan oleh bangsa
Indonesia bukanlah pendidikan ketrampilan semata, melainkan pendidikan yang
harus mengakomodir semua jenis kecerdasan, yang disebut kecerdasan ganda
(multiple intelligence). Menurut Howard Gardner, kecerdasan ganda yang perlu
dikembangkan secara seimbang adalah kecerdasan verbal linguistic, kecerdasan
logika matematika, kecerdasan yang terkait dengan spasial ruang, kecerdasan
fisik kinestetik, kecerdasan dalam bidang musik, kecerdasan yang terkait dengan
lingkungan alam, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Jadi,
jika ketrampilan saja yang dikembangkan maka pendidikan itu jelas berorientasi
bisnis.
4. Pendidikan multikultural sebagai
resistensi fanatisme yang mengarah pada jenis kekerasan. Kekerasan muncul
ketika saluran perdamaian sudah tidak ada lagi.
Dengan
demikian, pendidikan multikultural sekaligus untuk melatih dan membangun
karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis di
lingkungan mereka.
Pendidikan
multikultural yang telah dijelaskan memiliki arti mengembangkan kesadaran atas
kebanggaan seseorang terhadap bangsanya. Dengan demikian pendidikan global
tidak mengurangi pengembangan kesadaran akan kebanggaan terhadap suatu bangsa.
Dalam pendidikan multikultural dapat diidentifikasikan perkembangan sikap
seseorang dalam kaitannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain dalam masyarakat
lokal sampai kepada masyarakat dunia global. James Banks mengemukakan beberapa
tipologi sikap seseorang terhadap identitas etnik atau cultural identity, :
a.
Ethnic
psychological captivy
b.
Ethnic
encapsulation
c.
Ethnic
identifities clarification
d.
The
ethnicity
e.
Multicultural
ethnicity
f.
Globalisme
Untuk
membentuk warga negara yang berpendidikan multikultural tidaklah mudah, banyak
tahap dan prosedur yang harus dilaksanakan dalam membentuk masyarakat yang
berpendidikan multikultural Indonesia, antara lain:
1)
Menyiapkan
kurikulum pelajaran yang mengagungkan perbedaan budaya.
2)
Menyiapkan
kurikulum yang mempelajari tentang budaya suku lain mulai dari tari
tradisional, sastra, hasil kerajinan suku lain di Indonesia dan lain-lain.
3)
Menyiapkan
kurikulum yang tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai
keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
4)
Menyiapkan
materi yang berasaskan nilai moral untuk menanamkan sikap menghargai orang,
budaya, agama dan keyakinan lain.
5)
Membangun
monumen maupun museum disetiap daerah untuk dijadikan penelitian budaya daerah
tersebut dan dapat dijadikan tambahan bahan acuan materi pelajaran
6)
Membuka
lapangan kerja seluas-luasnya untuk memproduksi hasil kerajinan tangan yang
menjadi ciri khas budaya daerah.
7)
Pemerataan
pendidikan multikultural untuk sekolah baik dari lembaga pendidikan pemerintah
maupun swasta bahkan untuk sekolah-sekolah internasional yang mempunyai
kurikulum sendiri yang mengacu pada kurikulum negara lain.
8)
Pemerataan
pendidikan multikultural bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa meliat status
sosialnya.
9)
Mengembangkan
potensi peserta didik untuk mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan sosial
budaya dengan kemajuan IPTEK.
10)
Mempercepat
hak paten semua hasil kebudayaan agar tidak diklain negara lain.
11)
Pendidikan
multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan
pandangan dan perspektif banyak orang.
12)
Pendidikan
multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal
terhadap kebenaran sejarah.
13)
Kurikulum
dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang
kebudayaan yang berbeda-beda.
14)
Pendidikan
multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas
pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
15)
Pendidikan
multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan
perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan
budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
Hal-hal
seperti diatas tidak lepas dari campur tangan pemerintah RI agar dapat berjalan
lancar dan membawa hasil positif dan dapat membawa dampak yang baik (kemajuan)
bagi bangsa.
Pendidikan
multikultural sangat penting bagi warga Negara Indonesia karena pendidikan
multikultural bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas
di antara keberagamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara
kita.
D. TANTANGAN
PENGADAAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Harapannya,
dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu
siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya
dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikultural di
sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi
muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara
sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai
harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural
disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika
mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang
baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma
multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU
N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Pada
konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah
untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut
agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang
berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan
ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas
sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni
budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
Di
era multikulturalisme dan pluralisme, pendidikan agama sedang mendapat
tantangan karena ketidakmampuannya dalam membebaskan peserta didik keluar dari
eksklusifitas beragama. Wacana kafir-iman, muslim non-muslim, surga-neraka
seringkali menjadi bahan pelajaran di kelas yang selalu diindoktrinasi.
Pelajaran
teologi diajarkan sekedar untuk memperkuat keimanan dan pencapaiannya menuju
surga tanpa dibarengi dengan kesadaran berdialog dengan agama-agama lain.
Kondisi inilah yang menjadikan pendidikan agama sangat eksklusif dan tidak
toleran. Padahal di era pluralisme dewasa ini, pendidikan agama mesti melakukan
reorientasi filosofis paradigmatik tentang bagaimana membangun pemahaman
keberagamaan peserta didik yang lebih inklusif-pluralis, multikultural,
humanis, dialogis-persuasif, kontestual, substantif dan aktif sosial.
·
Pemahaman
keberagamaan yang inklusif-pluralis berarti menerima pandapat dan pemahaman
lain yang memiliki basis ketuhanan dan kemanusiaan.
·
Pemahaman
keberagamaan yang multikultural berarti menerima adanya keragaman ekspresi
budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan.
·
Pemahaman
yang humanis adalah mengakui pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam beragama,
artinya seorang yang beragama harus dapat mengimplementasikan nilai-nilai
kemanusiaan; menghormati hak asasi orang lain, peduli terhadap orang lain dan
berusaha membangun perdamaian bagi seluruih umat manusia.
·
Pemahaman
yang dialogis-persuasif lebih mengedepankan dialog dan cara-cara damai dalam
melihat perselisihan dan perbedaan pemahaman keagmaan dari pada melakukan
tindakan-tondakan fisik seperti teror, perang, dan bentuk kekerasan lainnya.
·
Pemahaman
yang kontekstual menerapkan cara berfikir kritis dalam memahami teks-teks
keagamaan.
·
Pemahaman
yang substantif lebih mementingkan dan menerapkan nilai-niali agama dari pada
hanya melihat dan mengagungkan simbol-simbol keagamaan.
·
Pemahaman
yang aktif sosial berati agama tidak hanya menjadi alat pemenuhan kebutuhan
rohani secara pribadi saja,tetapi yang terpenting adalah membangun kebersamaan
dan solidaritas bagi seluruh manusia melalui aksi-aksi sosial yang nyata yang
dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Dengan
membangun paradigma pemahaman keberagmaan yang lebih humanis, pluralis, dan
kontekstual diharapkan nilai-niali universal yang ada dalam agama sepeti
kebenaran, keadilan, kemanusiaaan, perdamaian dan kesejahteraan umat manusia
dapat ditegakkan. Lebih khusus lagi, agar kerukunan dan kedamaian antar umat
bergama dapat terbangun.
The National
Council for Social Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah fungsi yang
menunjukkan pentingnya keberadaan dari Pendidikan Multikultural. Fungsi
tersebut adalah :
a)
Memberi
konsep diri yang jelas.
b)
Membantu
memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari sejarahnya.
c)
Membantu
memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap
masyarakat.
d)
Membantu mengembangkan
pembuatan keputusan (decision making), partisipasi sosial dan ketrampilan
kewarganegaraan (citizenship skills).
e)
Mengenal
keberagaman dalam penggunaan bahasa
Namun disisi lain, Pakar
pendidikan, Syarif Sairin (1992), memetakan akar-akar konflik dalam masyarakat
majemuk adalah meliputi :
a.
Perebutan
sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan ekonomi.
b.
Perluasan
batas-batas sosial budaya.
c.
Benturan
kepentingan politik, ideologi, dan agama.
E. Upaya
Pemecahan Masalah Pendidikan Multikultural
Men-design pendidikan
multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan antara kelompok,
budaya, suku, dan lain sebagainya, seperti Indonesia, mengamdung tantangan yang
tidak ringan.Ada beberapa metode dan
pendekatan dalam upaya untuk mmecahkan masalah pendididkan multikultural.
Adapun metode yang dapat
digunakan dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
- Metode Kontribusi
Dalam metode ini pembelajar
diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini
antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan bersama,
melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun
kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Namun metode ini memiliki banyak
keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai sebuah
tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.
- Metode Pengayaan
Metode ini memperkaya kurikulum
dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau
agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar
untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang
masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu,
seperti pernikahan, dan lain-lain.
Metode ini menghadapi problem yakni
materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yang mainstream.
Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.
- Metode Transformati
Metode ini memungkinkan
pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan
agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif,
kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman
pembelajar tentang sebuah ide.
Metode ini dapat mengubah struktur
kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari
beberapa perspektif etnik dan agama tertentu. Metode ini menuntut pembelajar
mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis
dasarnya.
- Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini mengintegrasikan
metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya
bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Pembelajar tidak hanya dituntut
untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang
penting berkaitan dengan hal itu.
Tujuan utama metode ini adalah
untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk
memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban
berpolitik.
Pendekatan-pendekatan yang
mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai berikut:
- Pendekatan Historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa
materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang.
Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang
komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau
mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis
dan dinamis.
- Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan
terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa
sebelumnya. Dengan pendekatan ini materi yang diajarkan bisa
menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan
perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena
kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian.
- Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan
kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini
pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak.
- Pendekatan Psikologis
Pedekatan ini memperhatikan
situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan mandiri. Artinya
masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan
karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang
pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia
bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.
- Pendekatan Estetik
Pendekatan ini mengajarkan
pembelajar untuk berlaku sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai
keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara doktrinal dan
menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan cenderung
bersikap kasar.
- Pendekatan Berprespektif Gender
Pendekatan ini memberikan
penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin karena
sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai
kesuksesan.
Secara
umum pendekatan dalam proses pendidikan multicultural diantaranya
Ã
Pertama tidak lagi menyamakan
pandangan pendidikan dengan persekolahan,atau pendidikan multikultural dengan
program-program sekolah formal.
Ã
Kedua menghindari pandangan
yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik.
Ã
Ketiga interaksi insentif
dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi maka dapat dilihat lebih
jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik
merupakan antietnis terhadap tujuan pendidikan multikultural.
Ã
Keempat meningkatkan
kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
Ã
Kelima meningkatkan
kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
F.Kelebihan dan
Kekurangan Serta Solusinya
1. Kelebihan
Pendidikan Multikultural
Dalam
pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi yang harus diperhatikan. Menurut
James Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan multikultural yang saling
berkaitan, yaitu sebagai berikut:
À
Mengintegrasikan
berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi,
dan teori dalam mata pelajaran.
À
Membawa
siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran.
À
Menyesuaikan
metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik.
À
Mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajarannya.
À
Melatih
kelompok untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, berinteraksi dengan
seluruh siswa dan staf yang berbeda ras dan etnis untuk menciptakan budaya
akademik.
2. Kekurangan
Pendidikan Multikultural dan Solusinya
Mengimplementasikan pendidikan
multikultural di sekolah mungkin akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya.
Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan sejak awal perlu
diantisipasi antara lain sebagai berikut:
À
Perbedaan
Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan
menyebabkan perbedaan dalam mengimplementasikannya. Multikultural sering
dimaknai orang hanya sebagai multi etnis sehingga bila di sekolah mereka
ternyata siswanya homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu memberikan
pendidikan multikultural pada mereka. Padahal pengertian pendidikan
multikultural lebih luas dari itu. H.A.R. Tilaar (2002) mengatakan bahwa
pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata terfokus pada perbedaan etnis
yang berkaitan dengan masalah budaya dan agama, tetapi lebih luas dari itu.
Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap
toleransi, menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan demokratis. Jadi,
tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu etnis atau suku bangsa tertentu.
À
Munculnya
Gejala Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural
yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan sering terjadi
diskontinuitas nilai budaya. Peserta didik memiliki latar belakang
sosiokultural di masyarakatnya sangat berbeda dengan yang terdapat di sekolah
sehingga mereka mendapat kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan sekolah.
Tugas pendidikan, khususnya sekolah cukup berat. Di antaranya adalah
mengembangkan kemungkinan terjadinya kontinuitas dan memeliharanya, serta
berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang terjadi. Untuk itu, berbagai unsur
pelaku pendidikan perlu memahami secara seksama tentang latar belakang
sosiokultural peserta didik sampai pada tipe kemampuan berpikir dan kemampuan
menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada pada peserta didik. Sekolah
memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk masuk ke jalur kontinuitas.
À
Rendahnya
Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural
merupakan proses yang komprehensif sehingga menuntut komitmen yang kuat dari
berbagai komponen pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk dipenuhi
karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut. Berhasilnya
implementasi pendidikan multikultural sangat bergantung pada seberapa besar
keinginan dan kepedulian masyarakat sekolah untuk melaksanakannya, khususnya
adalah guru-guru.
À
Kebijakan-kebijakan
yang Suka Akan Keseragamaan
Sudah sejak lama kebijakan
pendidikan selalu diseragamkan, baik yang berwujud benda maupun konsep-konsep.
Dengan adanya kondisi ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada
keseragaman dan sulit menghargai perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah sejak
lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada sistem perilaku dan tindakan
orang-orang yang ada di dunia pendidikan tersebut sehingga sulit menghargai dan
mengakui keragaman dan perbedaan.
Peran tenaga pendidik dalam hal ini meliputi :
À
bersikap
demokratis,
À
mempunyai
kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian yang ada hubungannya dengan
agama.
À
menjelaskan
bahwa inti dari ajaran agama adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan
bagi seluruh ummat manusia,
À
memberikan
pemahaman tentang pentingnya dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan keragaman budaya, etnis, dan agama (aliran).
Peran Instansi Pendidikan (sekolah) :
Selain
guru atau tenaga pendidik, sekolah juga memegang peranan penting dalam
membangun lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleran. Langkah-langkah yang
dapat ditempuh antara lain
Á
Pertama, untuk membangun rasa
saling pengertian sejak dini antara siswa-siswa yang mempunyai keyakinan
berbeda maka sekolah harus berperan aktif menggalakkan dialog antar iman dengan
bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut.
Á
Kedua, hal yang paling
penting dalam penerapan pendidikan multikultural yaitu kurikulum dan buku-buku
pelajaran yang dipakai, dan diterapkan di sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejarah
yang memprakarsai adanya pendidikan multikultural adalah masalah HAM yang
menuntut persamaan hak yang terjadi di Amerika. Dari melihat keberhasilan
Amerika dalam memperjuangkan multikulturalisme terutama dalam bidang
pendidikan, banyak negara yang menerapkan pendidikan multicultural pula,
terutama Indonesia.
Pengertian
pendidikan multikultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status
sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi
masalah-masalah keberagaman budaya.
Tujuan-tujuan
pendidikan multikultural antara lain:
À
Membangun
kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama,
budaya dan kebutuhan
À
Membantu
siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya
dan nilai kepribadian
À
Menjadi
medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan
budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama
secara damai
À
Mengajarkan
bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
À
Untuk
menanamkan sikap simpati, peduli, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama
dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang
berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan
ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas
sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni
budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
Ada dua hal yang perlu dilakukan
dalam pembangunan pendidikan multikultural di sekolah, yaitu; pertama,
melakukan dialog dengan menempatkan setiap peradaban dan kebudayaan yang ada
pada posisi sejajar. Kedua, mengembangkan toleransi untuk memberikan kesempatan
masing-masing kebudayaan saling memahami. Toleransi disini tidak hanya pada
tataran konseptual, melainkan juga pada teknik operasionalnya.
Jadi pendidikan multikultural
yaitu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah
yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar
tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman
budaya.
B. SARAN
Dengan adanya pendidikan
multikultural diharapkan dapat mengapresiasi manusia sebagai makhluk yang
mempunyai potensi jasmani, akal, dan rohani. Ketiga potensi inilah yang mampu
menumbuhkan seorang siswa menjadi manusia yang sukses di dunia dan di akhirat.
Multikultural adalah sebuah jalan tengah atau siasat yang digunakan untuk
“membaca” kenyataan adanya perbedaan dan keragaman. Pendidikan multikultural
berangkat dari kenyataan adanya perbedaan dan keragaman tersebut. Oleh karena
itu, substansi pendidikan multikultural adalah untuk mengapresiasi perbedaan
dan keragaman tersebut.
Sebagai calon pendidik, kita
sebaiknya mendukung adanya pendidikan multikultural agar tidak ada lagi
anggapan dari peserta didik bahwa berbeda itu harus dimusuhi, berbeda itu
salah, dan berbeda atau minoritas itu harus dilawan. Kita harus berusaha
menanamkan dalam diri peserta didik bahwa kita harus bisa hidup dalam perbedaan
dan keberagaman untuk mendapatkan ilmu atau pengajaran yang lebih berharga dan
memiliki sikap toleransi dan saling menghargai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar