Sabtu, 20 Desember 2014

Makalah Upaya Pemecahan Menghadapi Tantangan dari Penerapan Pendidikan Multikultural di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

1.        LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas.
Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti KKN, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan, separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, merupakan bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut. Berkaitan dengan hal ini, pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dll. Karena itulah yang terpenting dalam pendidikan multikultural adalah seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa.
Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengharagai perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk dilestarikan.





2.        RUMUSAN MASALAH
Dengan adanya latar belakang tersebut diatas, dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :
a.       Bagaimana sejarah pendidikan multikultural di Indonesia?
b.      Apa itu  pendidikan multikultural?
c.       Apa sajakah contoh Pendidikan Multikultural yang di terapkan di Indonesia?
d.      Apa sajakah tantangan yang muncul dari adanya penerapan Pendidikan Mulitikultural di Indonesia?
e.       Bagaimana upaya pemecahan dalam menghadapi tantangan yang muncul dari penerapan Pendidikan Multikultural  di Indonesia?

3.        TUJUAN
Berdasarkan adanya rumusan masalah diatas, didapatkan tujuan sebagai berikut :
a.       Dapat menjelaskan sejarah Pendidikan Multikultural di Indonesia.
b.      Dapat menjelaskan pengertian Pendidikan Multikultural.
c.       Dapat menyebutkan dan menjelaskan contoh-contoh Pendidikan Multikultural yahng di terapkan di Indonesia.
d.      Dapat menjelaskan tantangan yang muncul dari adanya penerapan Pendidikan Multikultural di Indonesia.
e.       Dapat menjelaskan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi tantangan yang muncul dari penerapan Pendidikan Multikultural di Indonesia.



4.        MANFAAT
Berdasarkan adanya tujuan diatas yang ingin dicapai, semoga bisa didapatkan manfaat sebagai berikut :
a.       Memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai Pendidikan Multikultural di Indonesia yang meliputi pengertian, contoh, tantangan yang muncul, serta penganganan yang bisa dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut.
b.      Menambah pemahaman kepada pembaca untuk dapat lebih tanggap dalam mengangani permasalahan dalam menyikapi dampak penerapan Pendidikan Multikultural dengan memberi alternatif-alterantif tertentu.


BAB II
PEMBAHASAN

A.       Sejarah Pendidikan Multikultural
Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat sesuai dengan Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskriminasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an.
Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
Secara generik, pendidikan multikultural sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.

B.       Pengertian Pendidikan Multikultural
Multikultural secara umum berasal dari dua kata yaitu Multi dan Kultul, multi artinya banyak dan kultul artinya budaya.
Beberapa ahli turut menyimpulkan mengenai pengertian Pendidikan Multikultural, diantaranya adalah sebagai berikut ini :
Ò  Gibson(1984) mendefinisikan bahwa pendidikan multikultural adalah suatu proses pendidikan yang membantu individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke dalam sistem budaya yang berbeda dari yang mereka miliki.
Ò  Prudence Crandall mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya (kultur). Secara lebih singkat Andersen dan Custer (1994) mengatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pedidikan mengenai keragaman budaya.
Ò  Menurut James. A. Banks pendidikan multikultural adalah konsep atau ide sebagai rangkaian kepercayaan dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam membentuk gaya hidup pengalaman sosial identitas pribadi dan kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.
Ò  Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Pendidikan Multikulturalis adalah pendidikan yang mampu menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural.
Ò  Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan demi secara keseluruhan.
Ò  Sedangkan Musa Asy’ari juga menyatakan bahwa  pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural.
Ò   Hilda Hernandez pendidikan multikultural sebagai prespektif yang mengakui realitas politik,sosial,dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas, agama, gender, etnisitas, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.
Ò    Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan “ menara gading “ yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya harus mamapu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, buka sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialami.
Secara etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan  multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui pengajaran, pelatihan, proses dan cara mendidik. Dan multikultural diartikan sebagai keragaman kebudayaan, aneka kesopanan.
Sedangkan secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama). Pengertian seperti ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam pendidikan, karena pendidikan dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia. 
Jadi berdasarkan banyak pemahaman tersebut, pendidikan multikultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman budaya.
Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri :
1.  Membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya”.
2.  Mengajarkan nilai-nlai luhur kemanusiaan, bangsa, dan kelompok etnis.
3.  Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis.
4.  Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya
James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:
1)   Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.
2)   The knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya kedalam sebuah mata pelajaran.
3)   An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial.
4)   Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.

Dalam aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (objek) dan sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat pendidikan perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki ciri-ciri:
1.)    Sedang dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan, dan sebagainya.
2.)    Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa.
3.)    Mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
4.)    Melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual

Mengenai fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultur dominan atau mainstream. Dalam konteks teorits, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal lima pendekatan, yaitu :
§    Pertama, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme.
§    Kedua, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan,
§    Ketiga, pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.
§    Keempat, pendidikan dwi-budaya.
§    Kelima,pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.

C.       Pendidikan Multikultural di Indonesia
Ali Maksum menggambarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua prespektif, yaitu : horizontal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan, dan budaya. Vertikal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya.
Sebagaimana diketahui bahwa model pendidikan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan agama dan pendidikan nasional. Pendidikan yang ada sekarang ini cenderung menggunakan metode kajian yang bersifat dikotomis. Maksudnya, pendidikan agama berbeda dengan pendidikan nasional. Pendidikan agama lebih menekankan pada disiplin ilmu yang bersifat normatif, establish, dan jauh dari realitas kehidupan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka keberadaan pendidikan multikultural sebagai strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran, dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada siswa sangat diperlukan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1.      Pendidikan multikultural secara inheren sudah ada sejak bangsa Indonesia ada. Falsafah bangsa Indonesia adalah suka gotong royong, membantu, menghargai antara suku dan lainnya.
2.      Pendidikan multikultural memberi harapan dalam mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu penyebab munculnya gejolak adalah model pendidikan yang dikembangkan selama ini lebih mengarah pada pendidikan kognitif intelektual dan keahlian psikomotorik yang bersifat teknis semata. Padahal kedua ranah pendidikan ini lebih mengarah kepada keahlian yang lepas dari ideologi dan nilai-nilai yang ada dalam tradisi masyarakat, sehingga terkesan monolitik berupa nilai-nilai ilmiah akademis dan teknis empiris. Sementara menurut pendidikan multikultural, adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai keyakinan, heterogenitas, pluralitas agama apapun aspeknya dalam masyarakat.
3.      Pendidikan multikultural menentang pendidikan yang berorientasi bisnis. Pendidikan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia bukanlah pendidikan ketrampilan semata, melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan, yang disebut kecerdasan ganda (multiple intelligence). Menurut Howard Gardner, kecerdasan ganda yang perlu dikembangkan secara seimbang adalah kecerdasan verbal linguistic, kecerdasan logika matematika, kecerdasan yang terkait dengan spasial ruang, kecerdasan fisik kinestetik, kecerdasan dalam bidang musik, kecerdasan yang terkait dengan lingkungan alam, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Jadi, jika ketrampilan saja yang dikembangkan maka pendidikan itu jelas berorientasi bisnis.
4.      Pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme yang mengarah pada jenis kekerasan. Kekerasan muncul ketika saluran perdamaian sudah tidak ada lagi.
Dengan demikian, pendidikan multikultural sekaligus untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis di lingkungan mereka.
Pendidikan multikultural yang telah dijelaskan memiliki arti mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya. Dengan demikian pendidikan global tidak mengurangi pengembangan kesadaran akan kebanggaan terhadap suatu bangsa. Dalam pendidikan multikultural dapat diidentifikasikan perkembangan sikap seseorang dalam kaitannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain dalam masyarakat lokal sampai kepada masyarakat dunia global. James Banks mengemukakan beberapa tipologi sikap seseorang terhadap identitas etnik atau cultural identity, :
a.      Ethnic psychological captivy
b.      Ethnic encapsulation
c.      Ethnic identifities clarification
d.      The ethnicity
e.      Multicultural ethnicity
f.       Globalisme
Untuk membentuk warga negara yang berpendidikan multikultural tidaklah mudah, banyak tahap dan prosedur yang harus dilaksanakan dalam membentuk masyarakat yang berpendidikan multikultural Indonesia, antara lain:
1)        Menyiapkan kurikulum pelajaran yang mengagungkan perbedaan budaya.
2)        Menyiapkan kurikulum yang mempelajari tentang budaya suku lain mulai dari tari tradisional, sastra, hasil kerajinan suku lain di Indonesia dan lain-lain.
3)        Menyiapkan kurikulum yang tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
4)        Menyiapkan materi yang berasaskan nilai moral untuk menanamkan sikap menghargai orang, budaya, agama dan keyakinan lain.
5)        Membangun monumen maupun museum disetiap daerah untuk dijadikan penelitian budaya daerah tersebut dan dapat dijadikan tambahan bahan acuan materi pelajaran
6)        Membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk memproduksi hasil kerajinan tangan yang menjadi ciri khas budaya daerah.
7)        Pemerataan pendidikan multikultural untuk sekolah baik dari lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta bahkan untuk sekolah-sekolah internasional yang mempunyai kurikulum sendiri yang mengacu pada kurikulum negara lain.
8)        Pemerataan pendidikan multikultural bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa meliat status sosialnya.
9)        Mengembangkan potensi peserta didik untuk mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan sosial budaya dengan kemajuan IPTEK.
10)    Mempercepat hak paten semua hasil kebudayaan agar tidak diklain negara lain.
11)    Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
12)    Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
13)    Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
14)    Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
15)    Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
Hal-hal seperti diatas tidak lepas dari campur tangan pemerintah RI agar dapat berjalan lancar dan membawa hasil positif dan dapat membawa dampak yang baik (kemajuan) bagi bangsa.
Pendidikan multikultural sangat penting bagi warga Negara Indonesia karena pendidikan multikultural bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keberagamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita.
D.  TANTANGAN PENGADAAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikultural di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
Di era multikulturalisme dan pluralisme, pendidikan agama sedang mendapat tantangan karena ketidakmampuannya dalam membebaskan peserta didik keluar dari eksklusifitas beragama. Wacana kafir-iman, muslim non-muslim, surga-neraka seringkali menjadi bahan pelajaran di kelas yang selalu diindoktrinasi.
Pelajaran teologi diajarkan sekedar untuk memperkuat keimanan dan pencapaiannya menuju surga tanpa dibarengi dengan kesadaran berdialog dengan agama-agama lain. Kondisi inilah yang menjadikan pendidikan agama sangat eksklusif dan tidak toleran. Padahal di era pluralisme dewasa ini, pendidikan agama mesti melakukan reorientasi filosofis paradigmatik tentang bagaimana membangun pemahaman keberagamaan peserta didik yang lebih inklusif-pluralis, multikultural, humanis, dialogis-persuasif, kontestual, substantif dan aktif sosial.
·         Pemahaman keberagamaan yang inklusif-pluralis berarti menerima pandapat dan pemahaman lain yang memiliki basis ketuhanan dan kemanusiaan.
·         Pemahaman keberagamaan yang multikultural berarti menerima adanya keragaman ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan.
·         Pemahaman yang humanis adalah mengakui pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam beragama, artinya seorang yang beragama harus dapat mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan; menghormati hak asasi orang lain, peduli terhadap orang lain dan berusaha membangun perdamaian bagi seluruih umat manusia.
·         Pemahaman yang dialogis-persuasif lebih mengedepankan dialog dan cara-cara damai dalam melihat perselisihan dan perbedaan pemahaman keagmaan dari pada melakukan tindakan-tondakan fisik seperti teror, perang, dan bentuk kekerasan lainnya.
·         Pemahaman yang kontekstual menerapkan cara berfikir kritis dalam memahami teks-teks keagamaan.
·         Pemahaman yang substantif lebih mementingkan dan menerapkan nilai-niali agama dari pada hanya melihat dan mengagungkan simbol-simbol keagamaan.
·         Pemahaman yang aktif sosial berati agama tidak hanya menjadi alat pemenuhan kebutuhan rohani secara pribadi saja,tetapi yang terpenting adalah membangun kebersamaan dan solidaritas bagi seluruh manusia melalui aksi-aksi sosial yang nyata yang dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Dengan membangun paradigma pemahaman keberagmaan yang lebih humanis, pluralis, dan kontekstual diharapkan nilai-niali universal yang ada dalam agama sepeti kebenaran, keadilan, kemanusiaaan, perdamaian dan kesejahteraan umat manusia dapat ditegakkan. Lebih khusus lagi, agar kerukunan dan kedamaian antar umat bergama dapat terbangun.
The National Council for Social Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah fungsi yang menunjukkan pentingnya keberadaan dari Pendidikan Multikultural. Fungsi tersebut adalah : 
a)    Memberi konsep diri yang jelas. 
b)   Membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari sejarahnya.
c)    Membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap masyarakat. 
d)   Membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making), partisipasi sosial dan ketrampilan kewarganegaraan (citizenship skills). 
e)    Mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa

Namun disisi lain, Pakar pendidikan, Syarif Sairin (1992), memetakan akar-akar konflik dalam masyarakat majemuk adalah meliputi :
a.  Perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan ekonomi.
b.  Perluasan batas-batas sosial budaya.
c.  Benturan kepentingan politik, ideologi, dan agama.

E.       Upaya Pemecahan Masalah Pendidikan Multikultural
Men-design pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan antara kelompok, budaya, suku, dan lain sebagainya, seperti Indonesia, mengamdung tantangan yang tidak ringan.Ada beberapa metode  dan pendekatan dalam upaya untuk mmecahkan masalah pendididkan multikultural.
Adapun metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
  • Metode Kontribusi
Dalam metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Namun metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.
  • Metode Pengayaan
Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain.
Metode ini menghadapi problem yakni materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yang mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.
  • Metode Transformati
Metode ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide.
Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu. Metode ini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya.
  • Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.
Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban berpolitik.
Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai berikut:
  • Pendekatan Historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.
  • Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya.  Dengan pendekatan ini  materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian.
  • Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak.
  • Pendekatan Psikologis
Pedekatan ini memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.
  • Pendekatan Estetik
Pendekatan ini mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar.
  • Pendekatan Berprespektif Gender
Pendekatan ini memberikan  penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan.

Secara umum pendekatan dalam proses pendidikan multicultural diantaranya
à Pertama tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan,atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal.
à Kedua menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik.
à Ketiga interaksi insentif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik merupakan antietnis terhadap tujuan pendidikan multikultural.
à Keempat meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
à Kelima meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
F.Kelebihan dan Kekurangan Serta Solusinya
1.      Kelebihan Pendidikan Multikultural
Dalam pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi yang harus diperhatikan. Menurut James Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan multikultural yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:
À      Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran.
À      Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran.
À      Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik.
À      Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajarannya.
À      Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, berinteraksi dengan seluruh siswa dan staf yang berbeda ras dan etnis untuk menciptakan budaya akademik.
2.      Kekurangan Pendidikan Multikultural dan Solusinya
Mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah mungkin akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan sejak awal perlu diantisipasi antara lain sebagai berikut:
À      Perbedaan Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam mengimplementasikannya. Multikultural sering dimaknai orang hanya sebagai multi etnis sehingga bila di sekolah mereka ternyata siswanya homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu memberikan pendidikan multikultural pada mereka. Padahal pengertian pendidikan multikultural lebih luas dari itu. H.A.R. Tilaar (2002) mengatakan bahwa pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata terfokus pada perbedaan etnis yang berkaitan dengan masalah budaya dan agama, tetapi lebih luas dari itu. Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap toleransi, menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan demokratis. Jadi, tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu etnis atau suku bangsa tertentu.
À      Munculnya Gejala Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan sering terjadi diskontinuitas nilai budaya. Peserta didik memiliki latar belakang sosiokultural di masyarakatnya sangat berbeda dengan yang terdapat di sekolah sehingga mereka mendapat kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan sekolah. Tugas pendidikan, khususnya sekolah cukup berat. Di antaranya adalah mengembangkan kemungkinan terjadinya kontinuitas dan memeliharanya, serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang terjadi. Untuk itu, berbagai unsur pelaku pendidikan perlu memahami secara seksama tentang latar belakang sosiokultural peserta didik sampai pada tipe kemampuan berpikir dan kemampuan menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada pada peserta didik. Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk masuk ke jalur kontinuitas.
À      Rendahnya Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural merupakan proses yang komprehensif sehingga menuntut komitmen yang kuat dari berbagai komponen pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk dipenuhi karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut. Berhasilnya implementasi pendidikan multikultural sangat bergantung pada seberapa besar keinginan dan kepedulian masyarakat sekolah untuk melaksanakannya, khususnya adalah guru-guru.
À      Kebijakan-kebijakan yang Suka Akan Keseragamaan
Sudah sejak lama kebijakan pendidikan selalu diseragamkan, baik yang berwujud benda maupun konsep-konsep. Dengan adanya kondisi ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada keseragaman dan sulit menghargai perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah sejak lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada sistem perilaku dan tindakan orang-orang yang ada di dunia pendidikan tersebut sehingga sulit menghargai dan mengakui keragaman dan perbedaan.

Peran tenaga pendidik dalam hal ini meliputi :
À    bersikap demokratis,
À    mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian yang ada hubungannya dengan agama.
À    menjelaskan bahwa inti dari ajaran agama adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh ummat manusia,
À    memberikan pemahaman tentang pentingnya dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan keragaman budaya, etnis, dan agama (aliran).

Peran Instansi Pendidikan (sekolah) :
Selain guru atau tenaga pendidik, sekolah juga memegang peranan penting dalam membangun lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleran. Langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain
Á       Pertama, untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara siswa-siswa yang mempunyai keyakinan berbeda maka sekolah harus berperan aktif menggalakkan dialog antar iman dengan bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut.
Á       Kedua, hal yang paling penting dalam penerapan pendidikan multikultural yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang dipakai, dan diterapkan di sekolah.
BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Sejarah yang memprakarsai adanya pendidikan multikultural adalah masalah HAM yang menuntut persamaan hak yang terjadi di Amerika. Dari melihat keberhasilan Amerika dalam memperjuangkan multikulturalisme terutama dalam bidang pendidikan, banyak negara yang menerapkan pendidikan multicultural pula, terutama Indonesia.
Pengertian pendidikan multikultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman budaya.
Tujuan-tujuan pendidikan multikultural antara lain:
À      Membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan
À      Membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian
À      Menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai
À      Mengajarkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
À      Untuk menanamkan sikap simpati, peduli, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.

Ada dua hal yang perlu dilakukan dalam pembangunan pendidikan multikultural di sekolah, yaitu; pertama, melakukan dialog dengan menempatkan setiap peradaban dan kebudayaan yang ada pada posisi sejajar. Kedua, mengembangkan toleransi untuk memberikan kesempatan masing-masing kebudayaan saling memahami. Toleransi disini tidak hanya pada tataran konseptual, melainkan juga pada teknik operasionalnya.

Jadi pendidikan multikultural yaitu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman budaya.

B.     SARAN
Dengan adanya pendidikan multikultural diharapkan dapat mengapresiasi manusia sebagai makhluk yang mempunyai potensi jasmani, akal, dan rohani. Ketiga potensi inilah yang mampu menumbuhkan seorang siswa menjadi manusia yang sukses di dunia dan di akhirat. Multikultural adalah sebuah jalan tengah atau siasat yang digunakan untuk “membaca” kenyataan adanya perbedaan dan keragaman. Pendidikan multikultural berangkat dari kenyataan adanya perbedaan dan keragaman tersebut. Oleh karena itu, substansi pendidikan multikultural adalah untuk mengapresiasi perbedaan dan keragaman tersebut.
Sebagai calon pendidik, kita sebaiknya mendukung adanya pendidikan multikultural agar tidak ada lagi anggapan dari peserta didik bahwa berbeda itu harus dimusuhi, berbeda itu salah, dan berbeda atau minoritas itu harus dilawan. Kita harus berusaha menanamkan dalam diri peserta didik bahwa kita harus bisa hidup dalam perbedaan dan keberagaman untuk mendapatkan ilmu atau pengajaran yang lebih berharga dan memiliki sikap toleransi dan saling menghargai.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;