Pages

Sabtu, 17 September 2016

Pentingnya Menumbuhkan Kesadaran Moral di Era Globalisasi dalam Dunia Pendidikan



MAKALAH

PENTINGNYA MENUMBUHKAN KESADARAN MORAL DI ERA GLOBALISASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
                 Menyikapi perubahan-perubahan kultur yang terjadi pada masyarakat kita, umumnya masyarakat Indonesia dan khususnya kalangan remaja yang masih pada tingkat usia sekolah, para pendidik mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan lebih berat dalam membantu membentuk pribadi siswa menjadi pribadi yang insan kamil. Pribadi insan kamil adalah pribadi unggulan, pribadi yang sempurna.
                 Disadari atau tidak, kemajuan teknologi menjadi salah satu penyebab terjadinya degenerasi moral pada saat ini. Meski tak dapat kita pungkiri, teknologi memang memiliki manfaat yang cukup besar, tetapi harus kita waspadai pula akibat-akibat negatif yang ditimbulkannya. Selain itu, hampir semua siswa mengetahui bahwa menyontek, menjiplak, membawa kertas catatan ke ruang ujian, adalah perbuatan yang tidak jujur dan secara moral tidak bisa diterima tetapi banyak yang melakukannya. Jadi ada kesenjangan antara apa yang diketahui anak dengan apa yang dilakukannya. Sebagai seorang pendidik, kita harus dapat mengarahkan anak bertindak konsisten antara pikiran dan tindakannya.
                 Kesadaran moral (hati nurani) di dasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar esensial dan fundamental. Perilaku manusia yang berdasarkan atas kesadaran moral, perilaku akan selalu direalisasikan sebagaimana yang seharusnya, kapan saja dan di mana saja. Tindakannya berdasarkan atas kesadaran, bukan berdasarkan pada suatu kekuasaan apa pun dan juga bukan karena paksaan, tetapi berdasarkan “kekuasaan” kesadaran moral itu sendiri.
                 Siswa atau siapapun yang memiliki kesadaran moral, dia akan mengenal dirinya sendiri, kemudian dapat menemukan potensi dirinya dan mengembangkan potensi itu untuk memperbaiki keadaan dirinya dan mengubah jalan hidupnya menuju ke arah yang lebih baik. Dia akan terus berusaha agar bisa berdiri di atas kakinya sendiri, akan dapat menyelesaikan problematika hidupnya dengan cara bijak dan dewasa, akan tahan terhadap segala rintangan dan cobaan yang menerpanya. Dia juga akan memiliki tingkat percaya diri yang tinggi dan mampu terus memotivasi dirinya untuk tidak kenal lelah berusaha dan berjuang untuk mencapai cita-citanya.
                 Proses pengenalan diri ini merupakan proses yang cukup panjang, maka dari itu kita sebagai pendidik sangat berperan membantu para siswa untuk menumbuhkan kesadaran moral tersebut. Kesadaran moral justru akan menjadi pijakan kita untuk meraih hal yang lebih baik. Pijakan yang kita buat adalah pijakan yang kokoh dan kuat, sebab kalau kita berpijak pada pijakan yang rapuh (berasal dari kepura-puraan) akan membuat kita jatuh dan kita akan mengalami kehancuran. Pada dasarnya semua manusia akan cenderung kepada kebaikan, hanya kita sering tidak mendengarkan hati nurani kita sendiri, kita abaikan seruan hati nurani dengan membuat pembenaran-pembenaran terhadap perbuatan buruk yang kita lakukan.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut:
             1.          Apa pengertian dari kesadaran moral?
             2.          Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan kesadaran moral?
             3.          Bagaimana moral dan etika bermasyarakat dalam pendidikan?
             4.          Bagaimana cara menumbuhkan kesadaran moral?
             5.          Apa pentingnya menumbuhkan pendidikan moral di era globalisasi?

C.      Tujuan
Dari rumusan masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa tujuan sebagai berikut:
             1.     Untuk memahami pengertian dari kesadaran moral.
             2.     Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya moral.
             3.     Untuk memahami moral dan etika bermasyarakat dalam pendidikan.
             4.     Untuk memahami cara menumbukan kesadaran moral.
             5.     Untuk memahami pentingnya menumbuhkan pendidikan moral di era globalisasi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kesadaran Moral
                 Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary dijelaskan bahwa moral berakar dari bahasa Latin mos atau mores, berarti costum, relating to principles of right and wrong in behavior. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan “moralitas” (Ensiklopedi Umum, 1977) yaitu “tata tertib tingkah laku yang dianggap baik atau luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat”. Jadi moralitas kurang lebih berarti dorongan atau semangat batin untuk melakukan perbuatan baik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Kata ini disinonimkan dengan akhlak, budi pekerti dan susila. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah moral sering pula didahului oleh kata kesadaran, sehingga menjadi istilah kesadaran moral.
                 Kesadaran moral atau moral sense adalah suatu kesadaran dalam hati yang mengharuskan seseorang untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu perbuatan. Mengharuskan suatu perbuatan apabila perbuatan tersebut dinilai sesuai dengan norma akhlak yang berlaku dan diterima dalam hatinya. Melarang suatu perbuatan, apabila perbuatan tersebut dianggap bertentangan dengan norma akhlak yang diterima hatinya dan berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian kesadaran moral adalah kesadaran seseorang untuk melakukan suatu perbuatan yang dinilai baik dan meninggalkan suatu perbuatan yang dinilai buruk.
                 Magnis Suseno berpendapat bahwa kesadaran moral berlaku umum, terbuka pada pembenaran atau penyangkalan, dan harus dapat dipertanggungjawabkan dengan argumentasi yang masuk akal. Kesadaran moral yang dimiliki oleh seseorang pada umumnya bersifat rasional atau obyektif, walaupun dapat juga bersifat subyektif. Bersifat rasional karena pada umumnya kesadaran moral yang ada pada seseorang tidak muncul dengan tiba-tiba, tetapi lahir melalui proses pertimbangan akal yang cukup mendalam. Bersifat obyektif karena umumnya kesadaran tersebut berdasar nilai-nilai moral yang diterima dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan seharhari oleh masyarakat. Sedangkan kesadaran moral bersifat subyektif apabila kesadaran yang dimiliki oleh seseorang hanya didasarkan atas pertimbangan yang menekankan kepada kepentingan atau keuntungan diri sendiri tanpa mempertimbangkan bagaimana kepentingan orang lain dan masyarakat dalam masalah tersebut.

B.       Faktor Penyebab Merosotnya Moral
                 Menurut Zakiyah Drajat (1971: 13), faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini sesungguhnya banyak sekali, terutama hal-hal sebagai berikut.
             1.          Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap individu dalam masyarakat
Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin susah memelihara moral manusia dalam masyarakat tersebut, dan semakin kacaulah suasana karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran atas hak dan hukum.
             2.          Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik
Ketidakstabilan suasana yang melingkupi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketentraman dalam  hidup. Dengan demikian akan terjadi banyak penyimpangan moral.
             3.          Pendidikan moral tidak terlaksana menurut semestinya
Jika anak dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik, ditambah pula dengan lingkungan masyarakat yang goncang dan kurang mengindahkan moral, maka sudah tentu hasil yang akan terjadi tidak menggembirakan dari segi moral.
             4.          Suasana rumah tangga yang kurang baik
Tidak rukunnya orang tua menyebabkan gelisah anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada ditengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya akan mengganggu ketentraman orang lain.
             5.          Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral
Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat perhatian kita ialah tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang seolah-olah mendorong anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun mendorong anak muda ke jurang kemerosotan moral.
             6.          Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik dan yang membawa kepada pembinaan moral
Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyak lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.

C.      Moral dan Etika Bermasyarakat dalam Pendidikan
                 Manusia siapapun, di manapun berada, sampai kapanpun wajib berpendidikan di dalam menghadapi kehidupannya. Dari sisi pendidikan, dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem interaksi dalam bentuk saling didik-mendidik antara pihak yang satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama. Di balik fakta itu, ada keberagaman potensi individual. Seseorang yang lebih menguasai bidang tertentu, wajib mendidik yang lain dan sebaliknya ia harus siap untuk mendapat didikan orang lain yang lebih menguasi bidang yang berbeda.
                 Fakta ikatan sosial saling mendidik, menunjukkan bahwa di dalam pendidikan terkandung benih moral, berupa dorongan sosial setiap orang untuk saling berbuat baik. Dengan sistem hubungan saling mendidik itu, berarti nilai kebenaran menyebar dan berkembang sehingga kehidupan bermasyarakat menjadi dinamis ke arah kemajuan. Hal itu berarti di balik dorongan moral saling mendidik juga menunjukkan adanya keadilan sosial. Kemudian, nilai keadilan sosial itu di dalam pendidikan dikembangkan menjadi suatu sistem filsafat perilaku yaitu etika.
                 Seorang tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara (Hasbullah, 2001) mengartikan pendidikan yaitu: “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”.
                 Adapun kekuatan kodrat dimaksud, tampaknya lebih berada pada tiga potensi kejiwaan rasa, cipta, dan karsa. Pembinaan ketiga potensi kejiwaan, diyakini bisa menumbuhkan nilai keadilan, sehingga bisa mencapai baik kebahagiaan individual maupun sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan pendapat tersebut, Suhartono (2006), secara filosofis menjelaskan bahwa pendidikan adalah persoalan tentang sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pematangan atau pencerdasan tiga potensi kejiwaan manusia yaitu rasa, cipta dan karsa. Karena itu, ruang lingkup pendidikan mencakup tiga hal yaitu:
             1.          Pencerdasan spiritual, menumbuhkan kesadaran tentang asal mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan.
             2.          Pencerdasan intelektual, membina kemampuan akal agar mampu memecahkan setiap persoalan yang muncul di sepanjang kehidupan.
             3.          Pencerdasan moral, membimbing setiap perilaku agar selalu bernilai bagi tujuan kehidupan.
                 Jika pendidikan berhasil membina ketiga kecerdasan tersebut, maka seorang individu menjadi terdidik. Orang yang terdidik memiliki kesadaran tentang dari mana asal mula dan tujuan kehidupan. Berdasar kesadaran itu, manusia harus kreatif dan produktif dalam menjalani kehidupan dan mau bersikap dan berperilaku adil di sepanjang hidupnya. Jadi nilai-nilai moral dan etika perlu ditanamkan di dunia pendidikan dan dikembangkan di dalam kehidupan sosial pada umumnya. Sebagai sistem, masyarakat seharusnya berkarakteristik mendidik agar dinamika sosial berkembang menurut dorongan moral (hati nurani individual) dan nilai-nilai etika. Karena, dengan jiwa mendidik berarti setiap pihak bermoral belajar, dan hanya dengan belajar suatu kemajuan dapat diraih. Sedemikian rupa sehingga setiap individu sadar atas kewajiban sosial apa yang harus dilakukan demi keutuhan masyarakatnya, dan masyarakat secara etis bertanggung jawab atas kewajiban setiap individu itu. Itulah landasan dasar pendidikan untuk mendirikan sebuah masyarakat terdidik, masyarakat berbudaya yang berkeadilan.

D.      Cara Menumbuhkan Kesadaran Moral
                 Dalam pendidikan karakter, Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang mental dan moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
                 Moral knowing adalah hal yang penting untuk diajarkan, terdiri dari enam hal, yaitu: moral awareness (kesadaran moral), knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), perspective taking, moral reasoning (penalaran moral), decision making (membuat keputusan), dan self knowledge (pengetahuan diri).
                 Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat 6 hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yakni conscience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy (merasakan penderitaan orang lain), loving the good (mencintai kebenaran), self control (mampu mengontrol diri) dan humility (kerendahan hati).
                 Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will) dan kebiasaan (habit).
                 Menurut Dr. Michael Borba (Jossey-Bass Publishers, 2001) terdapat 7 langkah utama untuk membangun kecerdasan (intelejensi) moral seseorang, yakni:
             1.          Mengembangkan sikap empati (turut merasakan apa yang dialami orang lain secara mendalam), yakni dengan membentuk kesadaran dan kosa kata emosional, meningkatkan kepekaan terhadap orang lain, dan mampu untuk memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain.
             2.          Menumbuhkan hati nurani (teguran dalam diri seseorang ketika melakukan kesalahan), yakni dengan membangun moral seseorang, memberikan ajaran kebaikan untuk memperkuat hati nurani, dan membantu seseorang untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
             3.          Menumbuhkan pengendalian diri, yakni dengan memprioritaskan mana yang dianggap benar, selalu berupaya untuk menjadi motivator bagi dirinya sendiri, dan berpikir matang sebelum mengambil keputusan.
             4.          Mengembangkan sikap menghormati orang lain (respect), yakni dengan memberikan contoh akan menghormati orang lain dan memberikan pendidikan sopan santun.
             5.          Mengembangkan sikap toleransi, yaitu dengan menghormati hak dan kewajiban orang lain; Memelihara kebaikan (menunjukkan kekhawatiran mengenai perasaan orang lain), yakni dengan mengajarkan nilai dan makna kebaikan, mengembangkan sikap toleransi, serta mendorong seseorang untuk selalu melakukan kebaikan.
             6.          Menanamkan apresiasi terhadap keberagaman, dan tidak mudah memiliki prasangka (prejudice) akan hal tertentu.
             7.          Mengembangkan keadilan, yakni dengan mengembangkan sikap terbuka dan berperilaku secara seimbang, tanpa membeda-bedakan sesuatu.

E.       Pentingnya Menumbuhkan Pendidikan Moral Di Era Globalisasi

                 Globalisasi memiliki sisi positif dan negatif terhadap pendidikan moral. Disatu sisi, arus globalisasi merupakan harapan yang akan memberikan berbagai kemudahan bagi kehidupan manusia. Namun disisi lain, era globalisasi juga memberikan dampak yang sangat merugikan. Dengan perkembangan sektor teknologi dan informasi, manusia tidak lagi harus menunggu waktu, untuk bisa mengakses berbagai informasi dari seluruh belahan dunia, bahkan yang paling pelosok sekalipun. Kondisi ini menjadikan tidak adanya sekat serta batas yang mampu untuk menghalangi proses transformasi kebudayaan. John Neisbitt, menyebutkan kondisi seperti ini sebagai “gaya hidup global”, yang ditandai dengan berbaurnya budaya antar bangsa, seperti terbangunnya tatacara hidup yang hampir sama, kegemaran yang sama, serta kecenderungan yang sama pula, baik dalam hal makanan, pakaian, hiburan dan setiap aspek kehidupan manusia lainnya. Kenyataan semacam ini, akan membawa implikasi pada hilangnya kepribadian asli, serta terpoles oleh budaya yang cenderung lebih berkuasa. Dalam konteks ini, kebudayaan barat yang telah melangkah jauh dalam bidang industri serta teknologi informasi, menjadi satu-satunya pilihan, sebagai standar modernisasi, yang akan diikuti dan dijadikan kiblat oleh setiap individu. Globalisasi menyebabkan perubahan sosial yang memunculkan nilai-nilai yang bersifat pragmatis, materialistis dan individualistik. Tidak terkecuali, bagi masyarakat Indonesia yang telah memiliki budaya lokal, terpaksa harus menjadikan budaya barat sebagai ukuran gaya hidupnya, untuk bisa disebut sebagai masyarakat modern.
                 Berbagai perilaku destruktif, seperti alkoholisme, seks bebas, aborsi sebagai penyakit sosial yang harus diperangi secara bersama-sama. Sehingga kenyataan ini menjadikan banyak orang yang tidak lagi mempercayai kemampuan pemerintah, untuk menurunkan angka kriminalitas serta berbagai penyakit sosial lainnya.
                 Dari gambaran diatas, terlepas dari mana yang paling signifikan, namun kenyatan tersebut, telah menjadikan pendidikan moral serta agama sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi penyakit serta krisis sosial yang ada ditengah masyarakat.
                 Dalam kontek Negara Kesatuan Republik Indonesia, runtuhnya nilai moralitas serta norma agama dikalangan masyarakat dan para pemimpin bangsa, sebenarnya sangat pantas untuk kita kemukakan kepermukaan, dalam upaya menemukan solusi bagi penyelesaian krisis multidimensional yang ada. Karena ketidak mampuan bangsa ini bangkit dari keterpurukan, lebih diakibatkan oleh kurangnya kebersamaan serta rasa saling menang dan meraih keuntungan sendiri, diantara setiap elemen bangsa. Kesadaran dari masing-masing individu serta kelompok akan kemaslahatan bersama, yang akan menjadi solusi paling tepat bagi upaya penyembuhan penyakit sosial yang ada. Dengan demikian, pendidikan moral dan agama, menjadi sangat mutlak bagi terbangunnya tata kehidupan masyarakat yang damai, adil makmur dan bermartabat. Terlebih lagi, dalam konteks kehidupan global yang semakin transparan dan penuh kompetisi, nilai agama dan moralitas merupakan benteng agar setiap individu tidak terjerumus dalam praktik kesewenang-wenangan dan ketidakadilan.


BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
             1.     Moral berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Kesadaran moral adalah kesadaran seseorang untuk melakukan suatu perbuatan yang dinilai baik dan meninggalkan suatu perbuatn yang dinilai buruk.
             2.     Faktor penyebab merosotnya moral yakni : kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap individu dalam masyarakat; keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik; pendidikan moral tidak terlaksana menurut semestinya; suasana rumah tangga yang kurang baik; banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral; kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik dan yang membawa kepada pembinaan moral.
             3.     Beberapa cara untuk menumbuhkan kesadaran moral : mengembangkan keadilan, mengembangkan sikap toleransi, mengembangkan sikap menghormati orang lain, menumbuhkan pengendalian diri, menumbuhkan hati nurani, mengembangkan sikap empati.

B.       Saran
                 Dalam upaya untuk meningkatan kesadaran moral pada masyarakat yang paling penting adalah dari segi pendidikan. Bahwa di dalam pendidikan terkandung benih moral, berupa dorongan sosial setiap orang untuk saling berbuat baik. Dalam pendidikan akan diajarkan mengenai berbagai nilai, norma, moral dan etika yang dapat diaplikasikanya pada kehidupan sehari-hari. Dan ketika kita ingin menumbuhkan kesadaran moral pada masyarakat mulailah dari segi pendidikan dan kepercayaan  (agama).



DAFTAR PUSTAKA

Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Prameswari, Terry. 2013. Contoh Makalah Perkembangan Moral pada Anak. http://crhiry.blogspot.in/2013_09_01_archive.html. Diakses pada 8 September 2016 pukul 16.00 WIB.

Syaifudin, Akhmad. 2011. Makalah Hubungan Hati Nurani dengan Kesadaran Moral, Moralitas dan Perilaku. http://akhmad-syaifudin27.blogspot.in. Diakses pada 8 September 2016 pukul16.00 WIB.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar