MAKALAH
PENTINGNYA MENUMBUHKAN KESADARAN MORAL
DI ERA GLOBALISASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menyikapi
perubahan-perubahan kultur yang terjadi pada masyarakat kita, umumnya
masyarakat Indonesia dan khususnya kalangan remaja yang masih pada tingkat usia
sekolah, para pendidik mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan lebih
berat dalam membantu membentuk pribadi siswa menjadi pribadi yang insan kamil.
Pribadi insan kamil adalah pribadi unggulan, pribadi yang sempurna.
Disadari atau tidak, kemajuan
teknologi menjadi salah satu penyebab terjadinya degenerasi moral pada saat
ini. Meski tak dapat kita pungkiri, teknologi memang memiliki manfaat yang
cukup besar, tetapi harus kita waspadai pula akibat-akibat negatif yang
ditimbulkannya. Selain itu, hampir semua siswa mengetahui bahwa menyontek,
menjiplak, membawa kertas catatan ke ruang ujian, adalah perbuatan yang tidak
jujur dan secara moral tidak bisa diterima tetapi banyak yang melakukannya.
Jadi ada kesenjangan antara apa yang diketahui anak dengan apa yang
dilakukannya. Sebagai seorang pendidik, kita harus dapat mengarahkan anak
bertindak konsisten antara pikiran dan tindakannya.
Kesadaran moral (hati nurani)
di dasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar esensial dan fundamental.
Perilaku manusia yang berdasarkan atas kesadaran moral, perilaku akan selalu
direalisasikan sebagaimana yang seharusnya, kapan saja dan di mana saja.
Tindakannya berdasarkan atas kesadaran, bukan berdasarkan pada suatu kekuasaan
apa pun dan juga bukan karena paksaan, tetapi berdasarkan “kekuasaan” kesadaran
moral itu sendiri.
Siswa atau siapapun yang
memiliki kesadaran moral, dia akan mengenal dirinya sendiri, kemudian dapat
menemukan potensi dirinya dan mengembangkan potensi itu untuk memperbaiki
keadaan dirinya dan mengubah jalan hidupnya menuju ke arah yang lebih baik. Dia
akan terus berusaha agar bisa berdiri di atas kakinya sendiri, akan dapat menyelesaikan
problematika hidupnya dengan cara bijak dan dewasa, akan tahan terhadap segala
rintangan dan cobaan yang menerpanya. Dia juga akan memiliki tingkat percaya
diri yang tinggi dan mampu terus memotivasi dirinya untuk tidak kenal lelah
berusaha dan berjuang untuk mencapai cita-citanya.
Proses
pengenalan diri ini merupakan proses yang cukup panjang, maka dari itu kita
sebagai pendidik sangat berperan membantu para siswa untuk menumbuhkan
kesadaran moral tersebut. Kesadaran moral justru akan menjadi pijakan kita
untuk meraih hal yang lebih baik. Pijakan yang kita buat adalah pijakan yang
kokoh dan kuat, sebab kalau kita berpijak pada pijakan yang rapuh (berasal dari
kepura-puraan) akan membuat kita jatuh dan kita akan mengalami kehancuran. Pada
dasarnya semua manusia akan cenderung kepada kebaikan, hanya kita sering tidak
mendengarkan hati nurani kita sendiri, kita abaikan seruan hati nurani dengan
membuat pembenaran-pembenaran terhadap perbuatan buruk yang kita lakukan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari
kesadaran moral?
2.
Apa sajakah faktor-faktor
yang menyebabkan kesadaran moral?
3.
Bagaimana moral dan
etika bermasyarakat dalam pendidikan?
4.
Bagaimana cara
menumbuhkan kesadaran moral?
5.
Apa pentingnya menumbuhkan pendidikan moral di era globalisasi?
C.
Tujuan
Dari rumusan masalah diatas maka dapat
dirumuskan beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk
memahami pengertian dari kesadaran moral.
2. Untuk
memahami faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya moral.
4. Untuk
memahami cara menumbukan kesadaran moral.
5. Untuk
memahami pentingnya menumbuhkan pendidikan
moral di era globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesadaran Moral
Dalam
Webster’s New Collegiate Dictionary dijelaskan bahwa moral berakar dari bahasa
Latin mos atau mores, berarti costum, relating to
principles of right and wrong in behavior. Dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan “moralitas” (Ensiklopedi Umum, 1977) yaitu “tata tertib tingkah
laku yang dianggap baik atau luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat”.
Jadi moralitas kurang lebih berarti dorongan atau semangat batin untuk melakukan
perbuatan baik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa
moral adalah ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban dan sebagainya. Kata ini disinonimkan dengan akhlak, budi
pekerti dan susila. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah moral sering pula
didahului oleh kata kesadaran, sehingga menjadi istilah kesadaran moral.
Kesadaran moral atau moral sense
adalah suatu kesadaran dalam hati yang mengharuskan seseorang untuk
mengerjakan atau meninggalkan suatu perbuatan. Mengharuskan suatu perbuatan
apabila perbuatan tersebut dinilai sesuai dengan norma akhlak yang berlaku dan
diterima dalam hatinya. Melarang suatu perbuatan, apabila perbuatan tersebut
dianggap bertentangan dengan norma akhlak yang diterima hatinya dan berlaku
dalam masyarakat. Dengan demikian kesadaran moral adalah kesadaran seseorang
untuk melakukan suatu perbuatan yang dinilai baik dan meninggalkan suatu
perbuatan yang dinilai buruk.
Magnis Suseno berpendapat bahwa
kesadaran moral berlaku umum, terbuka pada pembenaran atau penyangkalan, dan
harus dapat dipertanggungjawabkan dengan argumentasi yang masuk akal. Kesadaran
moral yang dimiliki oleh seseorang pada umumnya bersifat rasional atau
obyektif, walaupun dapat juga bersifat subyektif. Bersifat rasional karena pada
umumnya kesadaran moral yang ada pada seseorang tidak muncul dengan tiba-tiba,
tetapi lahir melalui proses pertimbangan akal yang cukup mendalam. Bersifat
obyektif karena umumnya kesadaran tersebut berdasar nilai-nilai moral yang
diterima dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan seharhari oleh masyarakat.
Sedangkan kesadaran moral bersifat subyektif apabila kesadaran yang dimiliki
oleh seseorang hanya didasarkan atas pertimbangan yang menekankan kepada kepentingan
atau keuntungan diri sendiri tanpa mempertimbangkan bagaimana kepentingan orang
lain dan masyarakat dalam masalah tersebut.
B.
Faktor Penyebab
Merosotnya Moral
Menurut Zakiyah Drajat (1971: 13),
faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini sesungguhnya banyak
sekali, terutama hal-hal sebagai berikut.
1.
Kurang
tertanamnya jiwa agama pada tiap individu dalam masyarakat
Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian
yang sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya kemudian
diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang
paling kokoh. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin susah memelihara
moral manusia dalam masyarakat tersebut, dan semakin kacaulah suasana karena
semakin banyak pelanggaran-pelanggaran atas hak dan hukum.
2.
Keadaan
masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik
Ketidakstabilan suasana yang melingkupi seseorang
menyebabkan gelisah dan cemas akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan
ketentraman dalam hidup. Dengan demikian
akan terjadi banyak penyimpangan moral.
3.
Pendidikan
moral tidak terlaksana menurut semestinya
Jika anak dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua
yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik, ditambah pula dengan
lingkungan masyarakat yang goncang dan kurang mengindahkan moral, maka sudah
tentu hasil yang akan terjadi tidak menggembirakan dari segi moral.
4.
Suasana
rumah tangga yang kurang baik
Tidak rukunnya orang tua menyebabkan gelisah anak,
mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada ditengah-tengah orang tua
yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya,
biasanya akan mengganggu ketentraman orang lain.
5.
Banyaknya
tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak
mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral
Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat
perhatian kita ialah tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran,
kesenian-kesenian yang seolah-olah mendorong anak muda untuk mengikuti arus
mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni
itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat
dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan sangat realistis, sehingga semua
yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat
dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun mendorong anak muda ke
jurang kemerosotan moral.
6.
Kurang
adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik dan yang
membawa kepada pembinaan moral
Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan
rusaknya moral anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu
luang dengan baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkan
hal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya
maka akan banyak lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.
C.
Moral dan Etika Bermasyarakat dalam Pendidikan
Manusia siapapun, di manapun berada, sampai kapanpun
wajib berpendidikan di dalam menghadapi kehidupannya. Dari sisi pendidikan, dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem interaksi dalam
bentuk saling didik-mendidik antara pihak yang satu dengan yang lain untuk
mencapai tujuan bersama. Di balik fakta itu, ada keberagaman potensi
individual. Seseorang yang lebih menguasai bidang tertentu, wajib mendidik yang lain
dan sebaliknya ia harus siap untuk mendapat didikan orang lain yang lebih
menguasi bidang yang berbeda.
Fakta
ikatan sosial saling mendidik, menunjukkan bahwa di dalam pendidikan terkandung
benih moral, berupa dorongan sosial setiap orang untuk saling berbuat baik. Dengan sistem hubungan
saling mendidik itu, berarti nilai kebenaran menyebar dan berkembang sehingga kehidupan
bermasyarakat menjadi dinamis ke arah kemajuan. Hal itu berarti di
balik dorongan moral saling mendidik juga menunjukkan adanya keadilan sosial. Kemudian, nilai
keadilan sosial itu di dalam pendidikan dikembangkan menjadi suatu sistem
filsafat perilaku yaitu etika.
Seorang
tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara (Hasbullah, 2001) mengartikan
pendidikan yaitu: “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”.
Adapun
kekuatan kodrat dimaksud, tampaknya lebih berada pada tiga potensi kejiwaan
rasa, cipta, dan karsa. Pembinaan ketiga potensi kejiwaan, diyakini bisa
menumbuhkan nilai keadilan, sehingga bisa mencapai baik kebahagiaan individual
maupun sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan pendapat tersebut, Suhartono (2006), secara filosofis
menjelaskan bahwa pendidikan adalah persoalan tentang sistem proses perubahan
menuju pendewasaan, pematangan atau pencerdasan tiga potensi kejiwaan manusia
yaitu rasa, cipta dan karsa. Karena itu, ruang lingkup pendidikan mencakup tiga
hal yaitu:
1.
Pencerdasan spiritual, menumbuhkan kesadaran
tentang asal mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan.
2.
Pencerdasan intelektual, membina
kemampuan akal agar mampu memecahkan setiap persoalan yang muncul di sepanjang
kehidupan.
3.
Pencerdasan moral,
membimbing setiap perilaku agar selalu bernilai bagi tujuan kehidupan.
Jika
pendidikan berhasil membina ketiga kecerdasan tersebut, maka seorang individu
menjadi terdidik. Orang yang terdidik memiliki kesadaran tentang dari mana asal mula dan
tujuan kehidupan. Berdasar kesadaran itu, manusia harus kreatif dan
produktif dalam menjalani kehidupan dan mau bersikap dan berperilaku adil di
sepanjang hidupnya. Jadi nilai-nilai moral dan etika perlu ditanamkan di dunia
pendidikan dan dikembangkan di dalam kehidupan sosial pada umumnya. Sebagai
sistem, masyarakat seharusnya berkarakteristik mendidik agar dinamika sosial
berkembang menurut dorongan moral (hati nurani individual) dan nilai-nilai
etika. Karena, dengan jiwa mendidik berarti setiap pihak bermoral belajar, dan
hanya dengan belajar suatu kemajuan dapat diraih. Sedemikian rupa sehingga setiap individu sadar atas kewajiban sosial apa
yang harus dilakukan demi keutuhan masyarakatnya, dan masyarakat secara etis
bertanggung jawab atas kewajiban setiap individu itu. Itulah landasan dasar
pendidikan untuk mendirikan sebuah masyarakat terdidik, masyarakat berbudaya
yang berkeadilan.
D.
Cara Menumbuhkan
Kesadaran Moral
Dalam pendidikan karakter,
Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components
of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan
tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang mental dan moral action atau
perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan dan
mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
Moral knowing adalah hal
yang penting untuk diajarkan, terdiri dari enam hal, yaitu: moral awareness (kesadaran
moral), knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), perspective
taking, moral reasoning (penalaran
moral), decision making (membuat keputusan), dan self knowledge (pengetahuan diri).
Moral feeling adalah
aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang merupakan sumber energi
dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat
6 hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang
untuk menjadi manusia berkarakter, yakni conscience (nurani), self
esteem (percaya diri), empathy
(merasakan penderitaan orang lain), loving the good (mencintai
kebenaran), self control (mampu mengontrol diri) dan humility (kerendahan
hati).
Moral action adalah
bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata.
Perbuatan tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen
karakter lainya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan
yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will) dan kebiasaan
(habit).
Menurut
Dr. Michael Borba (Jossey-Bass Publishers, 2001) terdapat 7 langkah
utama untuk membangun kecerdasan (intelejensi) moral seseorang, yakni:
1.
Mengembangkan sikap
empati (turut merasakan apa yang dialami orang lain secara mendalam), yakni
dengan membentuk kesadaran dan kosa kata emosional, meningkatkan kepekaan
terhadap orang lain, dan mampu untuk memahami sesuatu dari sudut pandang orang
lain.
2.
Menumbuhkan hati nurani
(teguran dalam diri seseorang ketika melakukan kesalahan), yakni dengan
membangun moral seseorang, memberikan ajaran kebaikan untuk memperkuat hati
nurani, dan membantu seseorang untuk membedakan mana yang benar dan mana yang
salah.
3.
Menumbuhkan
pengendalian diri, yakni dengan memprioritaskan mana yang dianggap benar,
selalu berupaya untuk menjadi motivator bagi dirinya sendiri, dan berpikir
matang sebelum mengambil keputusan.
4.
Mengembangkan sikap
menghormati orang lain (respect), yakni dengan memberikan contoh akan
menghormati orang lain dan memberikan pendidikan sopan santun.
5.
Mengembangkan sikap
toleransi, yaitu dengan menghormati hak dan kewajiban orang lain; Memelihara
kebaikan (menunjukkan kekhawatiran mengenai perasaan orang lain), yakni dengan mengajarkan
nilai dan makna kebaikan, mengembangkan sikap toleransi, serta mendorong
seseorang untuk selalu melakukan kebaikan.
6.
Menanamkan apresiasi
terhadap keberagaman, dan tidak mudah memiliki prasangka (prejudice)
akan hal tertentu.
7.
Mengembangkan keadilan,
yakni dengan mengembangkan sikap terbuka dan berperilaku secara seimbang, tanpa
membeda-bedakan sesuatu.
E. Pentingnya Menumbuhkan Pendidikan Moral Di Era Globalisasi
Globalisasi memiliki sisi positif dan negatif
terhadap pendidikan moral. Disatu sisi, arus globalisasi merupakan harapan yang
akan memberikan berbagai kemudahan bagi kehidupan manusia. Namun disisi lain,
era globalisasi juga memberikan dampak yang sangat merugikan. Dengan
perkembangan sektor teknologi dan informasi, manusia tidak lagi harus menunggu
waktu, untuk bisa mengakses berbagai informasi dari seluruh belahan dunia,
bahkan yang paling pelosok sekalipun. Kondisi ini menjadikan tidak adanya sekat
serta batas yang mampu untuk menghalangi proses transformasi kebudayaan. John
Neisbitt, menyebutkan kondisi seperti ini sebagai “gaya hidup global”, yang
ditandai dengan berbaurnya budaya antar bangsa, seperti terbangunnya tatacara
hidup yang hampir sama, kegemaran yang sama, serta kecenderungan yang sama
pula, baik dalam hal makanan, pakaian, hiburan dan setiap aspek kehidupan
manusia lainnya. Kenyataan semacam ini, akan membawa implikasi pada hilangnya
kepribadian asli, serta terpoles oleh budaya yang cenderung lebih berkuasa.
Dalam konteks ini, kebudayaan barat yang telah melangkah jauh dalam bidang
industri serta teknologi informasi, menjadi satu-satunya pilihan, sebagai
standar modernisasi, yang akan diikuti dan dijadikan kiblat oleh setiap
individu. Globalisasi menyebabkan perubahan sosial yang memunculkan nilai-nilai
yang bersifat pragmatis, materialistis dan individualistik. Tidak terkecuali,
bagi masyarakat Indonesia yang telah memiliki budaya lokal, terpaksa harus
menjadikan budaya barat sebagai ukuran gaya hidupnya, untuk bisa disebut
sebagai masyarakat modern.
Berbagai perilaku destruktif, seperti alkoholisme,
seks bebas, aborsi sebagai penyakit sosial yang harus diperangi secara
bersama-sama. Sehingga kenyataan ini menjadikan banyak orang yang tidak lagi
mempercayai kemampuan pemerintah, untuk menurunkan angka kriminalitas serta
berbagai penyakit sosial lainnya.
Dari gambaran diatas, terlepas dari mana yang paling
signifikan, namun kenyatan tersebut, telah menjadikan pendidikan moral serta
agama sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi penyakit serta krisis sosial
yang ada ditengah masyarakat.
Dalam kontek Negara Kesatuan Republik Indonesia,
runtuhnya nilai moralitas serta norma agama dikalangan masyarakat dan para
pemimpin bangsa, sebenarnya sangat pantas untuk kita kemukakan kepermukaan,
dalam upaya menemukan solusi bagi penyelesaian krisis multidimensional yang
ada. Karena ketidak mampuan bangsa ini bangkit dari keterpurukan, lebih
diakibatkan oleh kurangnya kebersamaan serta rasa saling menang dan meraih
keuntungan sendiri, diantara setiap elemen bangsa. Kesadaran dari masing-masing
individu serta kelompok akan kemaslahatan bersama, yang akan menjadi solusi
paling tepat bagi upaya penyembuhan penyakit sosial yang ada. Dengan demikian,
pendidikan moral dan agama, menjadi sangat mutlak bagi terbangunnya tata
kehidupan masyarakat yang damai, adil makmur dan bermartabat. Terlebih lagi,
dalam konteks kehidupan global yang semakin transparan dan penuh kompetisi,
nilai agama dan moralitas merupakan benteng agar setiap individu tidak
terjerumus dalam praktik kesewenang-wenangan dan ketidakadilan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Moral
berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti
adat kebiasaan. Kesadaran moral adalah kesadaran seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan yang dinilai baik dan meninggalkan suatu perbuatn yang dinilai
buruk.
2. Faktor
penyebab merosotnya moral yakni : kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap
individu dalam masyarakat; keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari
segi ekonomi, sosial dan politik; pendidikan moral tidak terlaksana menurut
semestinya; suasana rumah tangga yang kurang baik; banyaknya tulisan-tulisan,
gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar
dan tuntunan moral; kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan
cara yang baik dan yang membawa kepada pembinaan moral.
3. Beberapa
cara untuk menumbuhkan kesadaran moral : mengembangkan keadilan, mengembangkan
sikap toleransi, mengembangkan sikap menghormati orang lain, menumbuhkan pengendalian
diri, menumbuhkan hati nurani, mengembangkan sikap empati.
B.
Saran
Dalam upaya untuk meningkatan kesadaran moral pada masyarakat yang paling
penting adalah dari segi pendidikan. Bahwa di dalam pendidikan terkandung
benih moral, berupa dorongan sosial setiap orang untuk saling berbuat baik.
Dalam pendidikan akan diajarkan mengenai berbagai nilai, norma, moral dan etika
yang dapat diaplikasikanya pada kehidupan sehari-hari. Dan ketika kita ingin
menumbuhkan kesadaran moral pada masyarakat mulailah dari segi pendidikan dan
kepercayaan (agama).
DAFTAR PUSTAKA
Sjarkawi.
2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Prameswari,
Terry. 2013. Contoh Makalah Perkembangan Moral pada Anak. http://crhiry.blogspot.in/2013_09_01_archive.html.
Diakses pada 8 September 2016 pukul 16.00 WIB.
Syaifudin,
Akhmad. 2011. Makalah Hubungan Hati Nurani dengan Kesadaran Moral, Moralitas
dan Perilaku. http://akhmad-syaifudin27.blogspot.in. Diakses pada 8 September
2016 pukul16.00 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar