Senin, 09 Mei 2016

Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural



BAB X
PRINSIP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

A.    Materi
1.      Bentuk pengembangan pendidikan multikultural di Indonesia.
2.      Asas-asas dalam pendidikan multikultural di Indonesia.
3.      Prinsip penyusunan program dalam pendidikan multikultural.
4.      Prinsip pengembangan pendidikan multikultural di Indonesia.

B.     Tujuan
1.      Mahasiswa diharuskan dapat memahami Bentuk pengembangan pendidikan multikultural di Indonesia.
2.      Mahasiswa diharuskan memahami Asas-asas dalam pendidikan multikultural di Indonesia.
3.      Mahasiswa diharuskan mengerti Prinsip penyusunan program dalam pendidikan multikultural.
4.      Mahasiswa diharuskan mengerti Prinsip pengembangan pendidikan multikultural di Indonesia.

C.    Pembahasan
A.    Bentuk Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Bentuk pengembangan Pendidikan Multikultural di setiap negara dapat berbeda-beda sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing negara. Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia dapat berbentuk :
1.      Penambahan materi multikultural yang dalam aktualisasinya berupa pemberian materi tentang berbagai budaya yang ada di tanah air dan budaya berbagai belahan dunia. Pesan multikultural bisa dititipkan pada semua bidang studi atau mata pelajaran yang memungkinkan untuk itu.
2.      Berbentuk bidang studi atau mata pelajaran yang berdiri sendiri. Sekarang sudah ada perintisan yang dilakukan dalam bentuk satu mata pelajaran atau bidang studi yang berdiri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan reformasi dan proses tidak dilakukan sambil lalu dan seingatnya namun benar-benar direncanakan secara sistematis. Tiga hal di atas tidak akan dapat dicapai bila hanya dicantumkan sebagai satu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dalam satu bidang studi.
3.      Berbentuk program dan praktek terencana dari lembaga pendidikan. Pendidikan Multikultural berkaitan dengan tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi dari kelompok yang berbeda. Konsekuensinya, Pendidikan Multikultural tidak dapat diidentifikasi sebagai praktek aktual satu bidang studi atau program pendidikan saja. Lebih dari itu, pendidik yang mempraktekkan makna Pendidikan Multikultural akan menggambarkan berbagai program dan praktek yang berkaitan dengan persamaan pendidikan, perempuan, kelompok etnis, minoritas bahasa, kelompok berpenghasilan rendah, dan orang-orang yang tidak mampu.
4.      Pada wilayah kerja sekolah, Pendidikan Multikultural mungkin berarti (1) suatu kurikulum yang berhubungan dengan pengalaman kelompok etnis; (2) suatu program yang mencakup pengalaman multikultural, dan (3) suatu total school reform, upaya yang didesain untuk meningkatkan keadilan pendidikan bagi kelompok budaya, etnis, dan ekonomis. Ini lebih luas dan lebih komprehensif dan biasa disebut reformasi kurikulum.
5.      Gerakan persamaan. Gerakan persamaan ini lebih dilhat sebagai kegiatan nyata daripada sekedar dibicarakan dalam forum-forum ilmiah. Di Kabupaten Nabire, Papua ada sebuah kampung yang mencerminkan gerakan kebhinekaan yang bernama Kampung Bhineka Tunggal Ika. Penduduk Kampung Bhineka Tunggal Ika ini terdiri dari orang Papua, Timor, Jawa dan Bugis. Mereka yang tinggal di sana mendapat tanah seluas 2 hektar tiap kepala keluarga untuk ditanami dengan tanaman coklat dan tanaman produktif lainnya. Mereka hanya boleh menggarap tanah itu dan tidak boleh menjualnya. Mereka harus menunjukkan kemampuan bertani yang baik lebih dahulu sebelum diterima menjadi warga Kampung Bhineka Tunggal Ika. Kini kampung itu telah menjadi besar dan di Kabupaten Nabire, Papua ini direncanakan akan membentuk Kampung Nusantara yang terdiri dari generasi muda berusia 27 tahun hingga 35 tahun. Mereka saling mengunjungi saat orang dari agama lain merayakan hari besarnya. Mereka harus menghormati hukum nasional dan hukum adat setempat. Misalnya, buah pohon tetangga yang masuk ke pekarangan tetangga menjadi milik tetangga itu. Orang yang melanggar akan ditindak tegas. Bahkan menurut adat di sana, orang yang mengambil milik tetangganya boleh dibunuh. Di Manado, Sulawesi Utara, ada juga gerakan semacam ini. Mereka akan dengan suka rela membantu tetangga dan masyarakat yang berlainan agama bila tetangganya itu membutuhkan. Misalnya membangun masjid atau gereja. Sebagai sebuah gerakan, maka Pendidikan Multikultural perlu dimasyarakatkan dalam karya nyata di samping lokakarya. Dan tidak kalah pentingnya adalah adanya program pendidikan yang ditayangkan berbagai siaran televisi, radio atau pun internet. Perlu dihimbau, kalau tidak mungkin diharuskan, untuk menayangkan program yang bernuansa budaya dalam siaran mereka. Diharapkan hal ini bisa lebih ditingkatkan lagi untuk mengurangi acara-acara yang justru menimbulkan hasutan dan pertikaian.
6.      Proses. Sebagai proses, maka tujuan Pendidikan Multikultural yang berasal keadilan sosial, persamaan, demokrasi, toleransi dan penghormatan hak asasi manusia tidak mudah tercapai. Perlu proses panjang dan berkelanjutan. Perlu ada pembudayaan di segenap sektor kehidupan.  
Tantangan pendidikan multicultural baik dalam teori maupun dalam praktik, adalah bagaimana meningkatkan keadilan bagi kelompok korban tertentu tanpa membatasi kelompok dan kesempatan yang lain. Sekalipun berbagai kelompok dijadikan sasaran untuk penguatan dan keadilan dalam Pendidikan Multikultural sesuai kebutuhan dan tujuan, kadang mereka menerima kebutuhannya sebagai beragam, bertentangan, dan tidak konsisten sebagaimana halnya pernah terjadi pada berbagai kelompok feminis dan etnis pada masa lampau. Sebab utama berbagai ketegangan berbagai kelompok korban mungkin dilembagakan oleh praktik di dalam masyarakat yang meningkat ketegangan, konflik dan keberagaman diantara mereka. Dalam hal ini, mungkin tujuan penting dari Pendidikan Multikultural adalah membantu anggota kelompok yang menjadi korban agar lebih bersatu dan mendapatkan keuntungan yang signifikan dari koalisi itu. Koalisi ini dapat menjadi wahana untuk perubahan sosial dan reformasi. Upaya Jesse Jackson untuk membentuk apa yang disebut Rainbow Coalition pada level nasional pada tahun 1980-an merupakan salah satu dari tujuan utama rumusan koalisi politik yang efektif yang terdiri dari orang-orang dari kelompok gender, ras, budaya, dan kelompok kelas sosial yang berbeda.
Saat ini, ada banyak model dan kerangka kerja Pendidikan Multikultural. Ada variasi dalam pengembangan Pendidikan Multikultural, mulai dari penambahan sumber yang beragam dalam kurikulum hingga pada revisi kurikulum kecil atu bahkan sudah pada pendekatan yang berusaha melakukan perubahan mendasar terhadap diri, sekolah, dan masyarakat sebagaimana yang diinginkan oleh ahli teori dan sarjana yang punya komitmen tinggi terhadap Pendidikan Multikultural. Bagaimana Indonesia ? Sebagai negara yang baru mengenal Pendidikan Multikultural maka wajarlah bila Indonesia masih pada taraf pertama dengan penambahan bahan ajar dalam kurikulum. Namun dengan memahami akar gerakan Pendidikan Multikultural di atas, secara berangsur-angsur kita mengikuti jalur perubahan yang lebih lengkap yang diletakkan oleh para pendidik, aktivis, dan ahli-ahli. Dan penting diingat bahwa Pendidikan Multikultural berkaitan dengan konsep yang relatif baru yang akan terus berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang berubah.




B.     Asas-Asas dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia
James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultural menekankan pentingnya mengajari mahasiswa “bagaimana cara mereka berpikir”, bukan sekedar “apa yang mereka pikirkan. Mahasiswa harus diajari untuk berpikir dalam memahami semua tipe pengetahuan. Menurut Banks, mahasiswa harus diinstruksikan agar mereka hidup dalam kemampuan untuk mencipta, memiliki kreasi melalui interpretasi tidak saja tentang sejarah masa lalu, melainkan yang lebih penting adalah bagaimana sejarah itu terjadi. Setiap negara memiliki sejarah yang berbeda dalam “proses menjadi” sebuah bangsa. Begitu juga dengan Indonesia, ada beberapa asas yang menjadi ciri khas. Asas-asas itu antara lain :

a. Asas wawasan nasional/kebangsaan (persatuan dalam perbedaan). Asas ini menekankan pada konsep kenasionalan/kebangsaan. Asas yang didasarkan kepemilikan bersama (sense of belonging) yang menjadi ciri budaya bangsa. Pancasila yang menjadi kepribadian bangsa merupakan kristalisasi nilai budaya bangsa yang menjadi ciri unik Indonesia yang berbeda dengan bangsa lain. Batik, wayang, musik keroncong, pencak silat, kesenian suku Asmat yang dikenal dan diterima di segenap wilayah negara ini sudah menjadi ikon nasional dan ikon bangsa. Dengan menyebut satu budaya itu dunia mengetahui bahwa itu adalah ciri khas budaya bangsa Indonesia.

b. Asas Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan). Konsep ini menekankan keragaman dalam budaya yang menyatu dalam wilayah negara kita. Keragaman dalam jenis tarian, pakaian, makanan, bentuk rumah dan sebagainya menjadikan Indonesia dikenal memiliki kekayaan budaya yang menjadi mosaik budaya.

c. Asas kesederajatan. Indonesia yang menghormati asas ini. Semua budaya dipandang sederajat, diakui dan dikembangkan dalam kesetaraan. Tidak ada dominasi yang memaksakan ke kelompok kecil. Kalau kebetulan budaya Jawa lebih dikenal itu karena persoalan jumlah penduduk yang menduduki wilayah Jawa yang padat bukan dominasi budaya sebagaimana halnya orang barat menganggap warga kulit putih (White) yang lebih tinggi daripada kelompok kulit berwarna (colour).

d. Asas selaras, serasi dan seimbang. Semua budaya dikembangkan selaras dengan perkembangan masing-masing, diserasikan dengan kondisi riil masing-masing dan seimbang di seluruh wilayah dan seluruh bangsa Indonesia.

C.    Tiga Prinsip Penyusunan Program dalam Pendidikan Multikultural
Ada tiga prinsip yang digunakan dalam menyusun program Pendidikan Multikultural, yaitu :
1.      Pendidikan Multikultural sebagai Ide
Pendidikan Multikultural sebagai ide adalah suatu filsafat yang menekankan legitimasi, vitalitas dan pentingnya keragaman kelas sosial, etnis dan ras, gender, anak yang berkebutuhan khusus, agama, bahasa dan usia dalam membentuk kehidupan individu, kelompok dan bangsa. Sebagai sebuah ide, maka pendidikan Multikultural ini harus mengenalkan pengetahuan tentang barbagai kelompok dan organisasi yang menentang penindasan dan eksploitasi dengan mempelajari hasil karya dan ide yang mendasari karyanya ( Sizemore,1981 ).
Implikasinya terhadap pengembangan pendidikan Multikultural adalah pemasukan bahan yang berisi ide dari berbagai kelompok budaya, diperlukan adanya pendidikan yang leluasa untuk mengeksplorasi prespektif dan budaya orang lain. Dengan mengeksplorasi itu akan diperoleh inspirasi sehingga membuat anak menjadi sensitif terhadap pluralitas cara hidup, cara yang berbeda dalam menganalisa pengalaman dan ide, dan cara melihat berbagai temuan sejarah yang ada diseluruh dunia (Parekh, 1987 : 26-27). Perlu adanya pelembagaan filsafat pluralisme budaya dalam sistem pendidikan yang dilandasi prinsip persamaan, saling meghormati, penerimaan dan pemahaman dan komitmen moral demi keadilan sosil (Baptise, 1979).
2.      Pendidikan Multikultural Sebagai Gerakan Reformasi Pendidikan
Pendidikan multikultural dapat dipandang suatu gerakan reformasi yang mengubah semua komponen kegiatan pendidikan mencakup :
a.       Nilai-nilai yang mendasari
Nilai-nilai yang bersifat pluralisme harus mendasari seluruh komponen pendidikan keragaman budaya yang mendasarinya.
b.      Aturan Prosedural
Aturan Prosedural yang berlaku harus berpijak dan berpihak pada semua kelompok yang beragam itu.
c.       Kurikulum
Keragaman budaya menjadi dasar pengembangan seperti tujuan,bahan,proses,dan evaluasi. Artinya dibutuhkan penyusunan kurikulum baru yang didalamnya mencerminkan nilai-nilai multikultural.
d.      Bahan Ajar
Materi multikultural itu harus bercermin dalam materi pelajaran,pada semua bidang studi.
e.       Struktural Organisasi
Struktural organisasi sekolah itu perlu mencerminkan kondisi riil yang pluralistic.
f.       Pola Kebijakan
Pola kebijakan yang duambil oleh pembuat keputusan itu merefleksikan pluralisme budaya.Semua itu perlu dirombak agar mencerminkan budaya Indonesia yang pluralistic. Pendidikan Multikultural juga dapat dipandang sebagai pendekatan belajar yang didasarkan pada nilai-nilai budaya pluralistic bias dikembangkan secara wajar dan tanpa driskriminasi.

3.      Pendidikan Multikultural Sebagai Proses
Pendidikan Multikultural bermaksud untuk mengubah struktur lambaga pendidikan sehingga semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan akademis. Pendidikan Multikultural merupakan suatu proses yang terus menerus yang membutuhkan investasi waktu jangka panjang disamping aksi yang terencana dan dimonitor secara hati-hati (Banks & Banks, 1993). Ada berapa ide utama yang bisa kita ambil yaitu :

a.       Pendidikan Multikultural berhubungan dengan konsep humanistik. Konsep yang didasarkan pada kekuatan dari keragaman, HAM, keadilan sosial dan gaya hidup,
b.      Pendidikan Multikultural mengarah pada pencapaian pendidikan yang berkualitas,
c.       Melibatkan segala upaya untuk memenuhi seluruh budaya siswa,
d.      Memandang masyarakat pularistik sebagai kekuatan positif, perbedaan adalah wahana memahami masyarakat global.
Ada kaitan erat antara Pendidikan Multikultural dengan konsep humanisme. Keduanya memandang manusia sebagai manusia yang memiliki keunikan yang harus dihormati keberadaannya. Pemahaman perbedaan dan keragaman sangat diperlukan untuk lebih memahami fenomena masyarakat global.
Lebih lanjut Grant menekankan bahwa Pendidikan Multikultural terkait dengan kebijakan dan praktek yang menunjukkan penghormatan terhadap keragaman budaya melalui filsafat pendidikan, komposisi dan hireraki staff, materi pembelajaran dan prosedur evaluasi. Nieto (1992) memandang Pendidikan Multikultural terkait dengan :
a)      Reformasi sekolah dan pendidikan dasar yang komperhensif untuk semua siswa,
b)      Penentangan terhadap semua bentuk diskriminasi,
c)      Menyerapan pembelajaran dan hubungan interpersonal di kelas,
d)     Penonjolan prinsip-prinsip demokratis dan keadilan sosial.
Menurut definisi Bennet Pendidikan Multikultural mencakup dimensi :
a)   Gerakan persamaan (yang dalam konsep Banks disebut gerakan reformasi pendidikan),
b)      Pendekatan multikultural,
c)      Proses menjadi multikultural
d)     Komitmen memerangi prasangka dann diskrimiasi.

Pendidikan Multikultural juga merupakan sebuah pendekatan yang menggunakan sudut pandang multikultural. Pendidikan Multikultural merupakan seperangkat materi khusus yang digunakan untuk pembelajaran. Pendidikan Multikultural berarti mempelajai tentang budaya yang berbeda, atau belajar untuk menjadi bikultural.
4.      Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural Di Indonesia
Bentuk pengembangan Pendidikan Multikultural dapat berbeda-beda tiap negara. Tergantung masalah yang dihadapi negara tersebut. Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia berbentuk :
a)      Penambahan materi multikultural berupa pemberian budaya yang ada di tanah air atau negara negara lain. Pesan multikultural bisa dititpkan pada semua bidang studi. Tapi pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial mungkin lebih mengajarkan multikultural daripada pelajaran lain.
b)      Berbentuk bidang studi yang berdiri sendiri. Hal ini bertujuan agar Pendidikan Multikultural sebagai ide yang terencanan dan sistematis.
c)      Berbentuk program dan praktek terencana dari lembaga pendidikan. Pendidikan Multikultural tidak dapat diaktualisasikan dengan satu bidang studi saja. Karena Pendidikan Multikultural berkaitan dengan tuntutan, kebutuhan dan apresiasi.
d)     Kurikulum yang berhubungan dengan pengalaman kelompok etnis.
e)      Total school Reform atau reformasi kurikulum.
f)       Gerakan persamaan. Pendidikan Multikultural perlu dimasyarakatkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini perlu dihimbau lewat media apapun. Gerakan ini misalnya adanya kampung Bineka di Papua.
g)      Proses. Sebagai proses maka tujuan Pendidikan Multikultural berasal dari keadilan sosial, persamaan, demokrasi.



Semua budaya dikembangkan selaras dengan perkembangan masing masing, diserasikan dengan kondisi riil masing masing dan seimbang. Ada 3 prinsip yang digunakan dalam menyusun Program Pendidikan Multikultural yaitu :
a)      Pendidikan Multikultural didasarkan kepada pedagogik,
b)      Pendidikan Multikultural ditujukan pada terwujudnya manusia yang berbudaya,
c)      prinsip globalisasi budaya.
D.    Bahan Diskusi
a.      Di Indonesia memiliki banyak pulau, yang pastinya memiliki keberagaman budaya, adat, ataupun agama di setiap pulau. Ketika masyarakat bermigrasi ke daerah yang berbeda dari daerah sebelumnya, pasti ada proses penyesuain diri baik berupa kebiasaan ataupun adat yang ada dengan lingkungan baru yang di tempati. Apakah akulturasi budaya tersebut berdampak dengan masyarakat yang melakukan migrasi tersebut?
b.      Pendidikan Multikultural sangat penting untuk di terapkan di sekolah, pentingnya untuk menghargai orang lain baik pendapat ataupun perbedaan agama sehingga tidak menimbulkan konflik. Bagaiamana cara agar anak SD tidak memilih-milih teman bergaul, sehingga ketika ada seorang anak yang berbeda dari mayoritasnya tetap di terima dalam kelompok tersebut?
c.       Konsep Multikulturalisme menekankan pentingnya memandang dunia dari sudut referensi budaya yang berbeda. Dengan adanya arus globalisasi seperti sekarang ini, bagimana cara kita membentengi diri agar ketika kita bergaul dengan orang luar negeri, hanya budaya baiklah yang kita dapat?
d.      Pembudayaaan sikap toleransi dalam berbagai bidang kehidupan mutlak di lakukan, mengingat setiap suku berdampingan hidup dengan yang lain. Bagaimana membudayakan sikap saling toleransi kepada masyarakat?
Daftar Pustaka

Arifatul, Rifki. 2013. Pendidikan Multikultural. Diambil dari http://rifkiarifatul.blogspot.co.id/ Pada Minggu 13 September 2015 pukul 08.33

Bennett, C. I. 1995. Comprehensive multicultural education: Theory and practice. Boston: Allyn and Bacon.

Grant, C.A. dan Sleeter, C.E. 1977. After the School Bell Rings. Philadelphia: The Falmer Press.
Including the young child in the world. Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice Hall.

Nieto, S. 2000. Affirming diversity: The sociopolitical context of multicultural education. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Swiniarski, L., Breitborde, M., & Murphy, J. 1999. Educating the global village: Including the young child in the world. Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice Hall.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;