Sabtu, 20 September 2014

Makalah Konsep Diri dan Peranan Sosial serta Implikasinya dalam Pendidikan




PERKEMBANGAN ANAK
KONSEP DIRI DAN PERANAN SOSIAL IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah konsep diri. Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Manusia berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
a.       Apakah yang dimaksud dengan perkembangan anak?
b.      Bagaimana konsep diri dalam perkembangan anak?
c.       Apa saja peranan sosial dan implikasinya dalam pendidikan?

C.     Tujuan
a.       Untuk mengetahui tentang perkembangan anak.
b.      Untuk mengetahui konsep diri dalam perkembangan anak.
c.       Untuk mengetahui peranan sosial dan implikasinya dalam pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perkembangan
Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang berjalan secara kontinyu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan pada dasarnya merupakan perubahan, yakni perubahan menuju ke tahap yang lebih tinggi.
Thonthowi (Desmita, 2008:5) mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya perbanyakan sel-sel. Sedangkan menurut Chaplin (Desmita, 2008:5), pertumbuhan adalah pertambahan atau kenaikan dalam ukuran bagian-bagian tubuh sebagai suatu keseluruhan.
Senada dengan definisi tersebut, Sunarto dan Hartono (2006:35) menjelaskan bahwa pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Lebih jauh dijelaskan pula bahwa pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam perjalanan waktu tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa istilah pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, jantung, dan sebagainya. sehingga dapat disimpulkan bahwa per-kembangan merupakan pola perubahan yang dialami oleh individu baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) menuju tingkat kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, dan ber-langsung sepanjang hayat.


B.     Konsep Diri
a.         Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Ada dua macam konsep diri, yakni konsep diri negatif dan konsep diri positif. Pertanyaan-pertanyaan di atas bisa mendeteksi apakah kita termasuk kelompok orang yang memiliki konsep diri negatif atau positif.
Dapat disimpulkan, bahwa konsep diri adalah pendapat seseorang tentang dirinya sendiri atau pemahaman mental maupun fisik. Atau pemahaman seseorang tentang dirinya sendiri, baik menyangkut kemampuan mental maupun fisik, ataupun menyangkut segala sesuatu yang  menjadi miliknya yang bersifat  material. Dengan kata lain konsep diri adalah respon sesorang tentang pertanyaan “siapa saya?” dengan menyadari sesorang tentang dirinya maka akan ada unsur penilaian tentang keberadaan dirinya itu apakah dia seorang yang baik atau kurang baik, berhasil atau kurang berhasil, mampu atau kurang mampu.

b.         Konsep Diri Positif dan Negatif
Brooks dan Emmert (dalam Rahmat, 1996) mengungkapkan, terdapat perbedaan karakteristik antara orang yang memiliki konsep diri positif dan seseorang dengan konsep diri negatif. Perbedaan tersebut dapat ditunjukkan melalui beberapa indikator. Orang yang memiliki konsep diri positif memiliki keyakinan akan kemampuan dalam mengatasi masalah; merasa setara atau sederajat dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa malu; menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya dapat diterima oleh masyarakat; memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri sendiri; memiliki kesanggupan dalam mengungkapkan aspek yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.
Sedangkan konsep diri negatif, antara lain ditunjukkan melalui perilaku peka terhadap kritik, namun dipersespi sebagai upaya orang lain untuk menjatuhkan harga diri; cenderung menghindari dialog terbuka; selalu mempertahankan pendapat dengan berbagai logika yang keliru; sangat respek terhadap berbagai pujian yang ditujukan pada dirinya dan segala atribut atau embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya; memiliki kecenderungan bersikap hiperkritis terhadap orang lain; jarang bahkan tidak pernah mengungkapkan penghargaan atau pengakuan terhadap kelebihan orang lain; memiliki perasaan mudah marah, cenderung mengeluh dan meremehkan orang lain; merasa tidak disenangi dan tidak diperhatikan orang banyak, karena itulah cenderung bereaksi untuk menciptakan permusuhan; tidak mau menyalahkan diri sendiri namun selalu memandang dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak benar; pesimis terhadap segala yang bersifat kompetitif, enggan bersaing dan berprestasi, serta tidak berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
Konsep diri positif berperan penting dalam mencapai kemajuan bagi seseorang. Lalu faktor apa yang menjadi kunci keberhasilan hidup manusia? Kunci keberhasilan hidup adalah konsep diri positif.
c.              Faktor Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri yang dimiliki seseorang bukanlah bersifat genetik atau pembawaan yang diturunkan dari orangtua. Dengan kata lain, konsep diri yang dimiliki seseorang, baik yang negatif ataupun positif bukan bakat atau karakter bawaan.
Burns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu :
Ø  citra fisik, merupakan evaluasi terhadap diri secara fisik,
Ø  bahasa, yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan verbalisasi,
Ø  umpan balik dari lingkungan,
Ø  identifikasi dengan model dan peran jenis yang tepat,
Ø  pola asuh orang tua.
Hurlock (1973) yang mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri di antaranya adalah ; fisik, pakaian, nama dan nama panggilan,  intelegensi, tingkat aspirasi, emosi, budaya, sekolah dan perguruan tinggi,status sosial ekonomi, dan keluarga.
d.             Manfaat Mengembangkan Konsep Diri
1.              Rasa Percaya Diri
2.              Semangat dan Gairah Hidup
3.              Keberanian
4.              Harga Diri ( Self-Esteem )
5.              Kedamaian dan Kebahagiaan

C.    Peranan Sosial dan Implikasinya dalam Pendidikan
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan per-kembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak; (2) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya (Amin Budiamin, dkk., 2009:84).
Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses pendidikan akan diuraikan seperti di bawah ini.
1.        Implikasi Perkembangan Biologis dan Perseptual
Secara fisik, anak pada usia sekolah dasar memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Karakteristik perkembangan fisik ini perlu dipelajari dan dipahami karena akan memiliki implikasi tertentu bagi penyelenggaraan pendidikan.
Menurut Budiamin, dkk. (2009:5) proses perkembangan biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Termasuk juga di dalamnya perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan dalam penglihatan, kekuatan otot, dan lain-lain. Pemikiran tersebut menuntut perlunya suatu penyelenggaraan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan fisik seperti yang telah diungkapkan.
Anak usia sekolah dasar sudah lebih mampu mengontrol tubuhnya daripada anak usia sebelumnya. Kondisi demikian membuat anak SD dapat memberikan perhatian yang lebih lama terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun, perlu diingat bahwa kondisi fisik tersebut masih jauh dari matang dan masih terus berkembang. Fisik mereka masih memerlukan banyak gerak untuk peningkatan keterampilan motorik dan memenuhi kesenangan. Oleh karena itu, suatu prinsip praktek pendidikan yang penting bagi anak usia sekolah dasar yaitu mereka harus terlibat dalam kegiatan aktif daripada pasif.
Selanjutnya Budiamin, dkk. (2009:78) mengemukakan bahwa perkembangan perseptual pada dasarnya merupakan proses pengenalan individu terhadap lingkungan. Semua informasi tentang lingkungan sampai kepada individu melalui alat-alat indera yang kemudian diteruskan melalui syaraf sensori ke bagian otak. Informasi tentang objek penglihatan diterima melalui mata, informasi tentang objek pendengaran diketahui melalui telinga, objek sentuhan melalui kulit, dan objek penciuman melalui hidung. Tanpa adanya alat-alat indera tersebut, otak manusia akan terasing dari dunia yang ada di sekitarnya.
Meskipun tidak sepesat pada masa usia dini, perkembangan biologis maupun perseptual anak terus berlangsung. Pemahaman tentang karakteristik per-kembangan akhirnya membawa beberapa implikasi bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Implikasi-imlikasi dimaksud khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran secara umum, pemeliharaan kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta penciptaan lingkungan dan pembiasaan berperilaku sehat.
2.        Implikasi Perkembangan Intelektual
Perkembangan intelektual erat kaitannya dengan potensi otak manusia. Menurut Widiasmadi (2010:55), potensi otak manusia hanya tampak delapan persen sebagai pikiran sadar, sedangkan sisanya 92 persen disebut alam bawah sadar. Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa potensi otak manusia yang berkaitan dengan perkembangan intelektual hanya memuat delapan persen saja. Untuk itu, perkembangan intelektual pada peserta didik perlu dikembangkan.
Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran, meski teori ini bukanlah teori mengajar. Piaget (Budiamin, dkk., 2009:108) berpandangan bahwa: (1) pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada peserta didik; (2) materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik; (3) pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses pembelajaran; (4) urutan bahan dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama, karena akan sulit dipahami oleh peserta didik jika urutannya loncat-loncat; (5) guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik dalam melakukan stimulasi pembelajaran; dan (6) pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret pada anak sekolah dasar kelas awal.
Perkembangan intelektual pada anak usia sekolah dasar sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Perkembangan intelektual dan pengalaman belajar anak sangat erat kaitannya. Perkembangan intelektual peserta didik akan memfasilitasi kemampuan belajarnya. Peserta didik sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Dalam mengembangkan daya nalar, caranya dengan melatih peserta didik untuk mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya terhadap berbagai hal. Misalnya yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, dan sebagainya.
3.        Implikasi Perkembangan Kreativitas
Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir dan bersikap tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa guna menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan.
Menurut pendapat Galdner (Depdikbud, 1999:88), kreativitas merupakan suatu aktivitas otak yang terorganisasikan, komprehensif, dan imajinatif tinggi untuk menghasilkan sesuatu yang orisinil. Oleh karena itu, kreativitas lebih dikatakan sebagai suatu yang lebih inovatif daripada reproduktif.
Menyadari posisi strategis kreativitas dalam kehidupan peserta didik, perlu dikemukakan berbagai upaya yang dapat mendukung pengembangan kreativitas terhadap pendidikan. Namun dalam kenyataannya, kreativitas bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada peserta didik, melainkan hanya memungkinkan untuk dapat dimunculkan. 
4.        Implikasi Perkembangan Sosial
Manusia menurut pembawaannya adalah makhluk sosial. Sejak dilahirkan, bayi sudah termasuk ke dalam masyarakat kecil yang disebut keluarga. Ketika kecil, mulanya anak-anak hanya mempunyai hak saja. Di dalam rumah tangga ia mempunyai hak untuk dipelihara dan dilindungi oleh orang tuanya. Namun, lama-kelamaan keadaan itu berubah. Anak-anak yang pada mulanya hanya mempunyai hak saja, berangsur-angsur mempunyai kewajiban.
Lingkungan sosial merupakan pengaruh luar yang datang dari orang lain. Selain itu, yang termasuk lingkungan sosial ialah pendidikan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pendidikan adalah pengaruh-pengaruh yang disengaja dari anggota berbagai golongan tertentu, seperti pengaruh ayah, nenek, paman, dan guru-guru.
Purwanto (2006:171) mengatakan bahwa tugas dan tujuan pendidikan sosial adalah: (1) mengajar anak-anak yang hanya mempunyai hak saja, menjadi manusia yang sadar akan kewajibannya terhadap bermacam-macam golongan dalam masyarakat; dan (2) membiasakan anak-anak mematuhi dan memenuhi kewajiban sebagai anggota masyarakat.
Berkat perkembangan social, seorang anak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan oleh pendidik dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun pikiran. Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, dan bertanggung jawab.
5.         Implikasi Perkembangan Emosional
Emosi menurut Sarwono (Yusuf, 2005:115) merupakan keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif, baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Baradja (2005:221) kemudian mengemukakan beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu dalam pembelajaran, di antaranya: (1) memperkuat dan melemahkan semangat apabila timbul rasa senang atau kecewa atas hasil belajar yang dicapai; (2) menghambat konsentrasi belajar apabila sedang mengalami ketegangan emosi; (3) menggangu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati; dan (4) suasana emosional yang dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari.
Pendapat lain mengungkapkan bahwa emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif seperti perasaan senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk berkonsentrasi terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan sebagainya (Yusuf, 2005:181).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Yusuf, dapat diuraikan bahwa jika yang menyertai proses belajar itu emosi negatif seperti perasaan tidak senang dan kecewa, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti peserta didik tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
6.        Implikasi Perkembangan Spiritual
Anak-anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan spiritual yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan kemampuan ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ saja, melainkan EQ dan SQ juga.
Zohar dan Marshall (Desmita, 2008:174) pertama kali meneliti secara ilmiah tentang kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Purwanto (2006:9) mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan terhadap manusia berbeda dengan “pendidikan” yang dilakukan terhadap binatang. Menurutnya, pendidikan pada manusia tidak terletak pada perkem-bangan biologis saja, yaitu yang berhubungan dengan perkembangan jasmani. Akan tetapi, pendidikan pada manusia harus diperhitungkan pula perkembangan rohaninya. Itulah kelebihan manusia yang diberikan oleh Allah Swt., yaitu dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal penciptanya, yang membedakan antara manusia dengan binatang. Fitrah ini berkaitan dengan aspek spiritual.



BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Perkembangan merupakan pola perubahan yang dialami oleh individu baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) menuju tingkat kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, dan ber-langsung sepanjang hayat.
Konsep diri adalah keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Ada dua macam konsep diri, yakni konsep diri negatif dan konsep diri positif.
Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses pendidikan, antara lain :
1.      Implikasi Perkembangan Biologis dan Perseptual
2.      Implikasi Perkembangan Intelektual
3.      Implikasi Perkembangan Kreativitas
4.      Implikasi Perkembangan Sosial
5.      Implikasi Perkembangan Emosional
6.      Implikasi Perkembangan Spiritual

B.     SARAN
Menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih memiliki beberapa kesalahan baik dalam segi format penulisan isi materi  yang belum sempurna maupun sumber yang belum bisa dipertanggungjawabkan kevalidannya, kedepannya penulis akan memperbaiki dan menambah sumber yang valid.

DAFTAR PUSTAKA





0 komentar:

Posting Komentar

 
;