MAKALAH
PENGERTIAN AKHLAK DAN PERBEDAANNYA
DENGAN MORAL DAN ETIKA, KLASIFIKASI PERBUATAN MANUSIA,
SERTA AGAMA SEBAGAI SUMBER AKHLAK
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu
: Dr. Ali Sunarso, M.Pd.
Disusun Oleh :
Nama : Ulfah
Nurul Wahdah
NIM : 1401414283
Presensi : 19
Rombel : 71
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada saya sehingga mampu menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dan selalu memberi dukungan, mereka
adalah :
1.
Bapak Dr. Ali Sunarso, M.Pd., selaku
dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan
bimbingan serta arahan dalam mengerjakan makalah ini.
2.
Kedua orang tua saya
yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material sehingga saya
bisa menyelesaikan makalah ini.
3.
Teman-teman Rombel 71
yang telah memberikan dukungan serta bantuan.
4.
Semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Saya sadar bahwa kesempurnaan hanyalah
milik Yang Maha Sempurna, tetapi usaha maksimal telah saya lakukan dalam
penulisan makalah ini. Kritik dan saran akan saya terima dengan tangan terbuka.
Saya berharap, semoga makalah ini memberikan
informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Serta
dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Negeri Semarang.
Semarang,
28 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4
A. Latar
Belakang .................................................................................... 4
B. Rumusan
Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan...................................................................................................
5
BAB
II PEMBAHASAN ............................................................................... 6
1.
Konsep Teori........................................................................................
6
A.
Pengertian Akhlak dan Perbedaannya
dengan Moral dan Etika.. 7
B.
Klasifikasi Perbuatan Manusia......................................................
8
C.
Agama
sebagai Sumber Akhlak..................................................
10
2.
Permasalahan......................................................................................
12
3.
Pembahasan........................................................................................
13
BAB
III PENUTUP ..................................................................................... 15
A. Simpulan
............................................................................................ 15
B. Saran
.................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di
era perkembangan zaman yang ipteknya semakin maju pesat ini, kita harus tetap
mengedepankan hal-hal mengenai pengembangan etika, moral, dan akhlak. Yang mana
kita harus dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar
dan mana yang salah. Sebab semua itu dapat mempengaruhi bagaimana pribadi kita
dan bagaimana cara pandang kita terhadap zaman yang telah didominasi oleh
perkembangan iptek yang semakin merajalela tersebut.
Penalaran etika, moral,
dan akhlak tersebut semata-mata diwujudkan sebaik mungkin bukan hanya untuk
kebaikan diri sendiri, namun juga dapat menjadi tolak ukur kita dalam menanggapi
setiap masalah-masalah yang muncul di lingkungan kita sesuai dengan
karakter pola pikir yang sehat, logis, dan analistis. Supaya kita dapat
menempatkan diri kita sesuai dengan situasi dan kondisi sekitar. Sehingga kita
nanti diharapkan menjadi insan (kholifah/tauladan) yang baik secara etika,
moral, dan akhlak bagi seluruh makhluk di alam semesta ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian akhlak dan
perbedaannya dengan moral dan etika ?
2.
Bagaimana klasifikasi perbuatan
manusia ?
3.
Bagaimana peran agama sebagai sumber
akhlak ?
4.
Apa permasalahan aktual mengenai
akhlak dalam kehidupan bermasyarakat ?
5.
Bagaimana pemecahan masalah akhlak
tersebut ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian akhlak
dan perbedaannya dengan moral dan etika.
2.
Untuk mengetahui klasifikasi perbuatan
manusia.
3.
Untuk mengetahui peran agama sebagai sumber akhlak.
4.
Untuk mengetahui permasalahan aktual
mengenai akhlak dalam kehidupan bermasyarakat.
5.
Untuk mengetahui bagaimana pemecahan
masalah akhlak tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP TEORI
A. Pengertian Akhlak dan Perbedaanya
dengan Moral dan Etika
Menurut Faisal Ismail moral atau
moralitas dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai suatu perbuatan yang
dilakukan seseorang, atau untuk menyatakan ukuran. Sementara etika digunakan
sebagai kerangka acuan untuk mengkaji sistem-sistem nilai atau kode atau
menjelaskan ukuran tersebut. Jadi etika lebih bersifat teoritis filosofis,
sedangkan moral lebih bersifat praktis, dengan kata lain etika disebut sebagai
filsafat moral atau filsafat tingkah laku. Jadi moral dalam aplikasi memiliki
keterkaitan yang erat dan saling mendukung. Sedangkan akhlak mencakup moral dan
etika atau dapat juga di sebut tolok ukur perbuatan manusia yang sekaligus
terdapat acuan untuk menilai perbuatan tersebut baik atau buruk berdasarkan
ajaran dari Allah.
Menurut A.M. Saefudin akhlak atau
sistem perilaku terwujud melalui proses aplikasi sistem nilai atau norma yang
bersumber dari Al Qur’an dan Hadits. Akhlak Islam bersifat mengarah,
membimbing, mendorong, dan membangun peradaban manusia dan mengobati bagi
penyakit sosial dari jiwa dan mental. Sedangkan etika terbentuk dari sistem
nilai atau norma yang berlaku secara alamiah dalam masyarakatnya pada dimensi
waktu dan ruang tertentu. Sistem etikaadalah cabang filsafat, oleh karena itu
dasarnya adalah fikiran manusia. Sementara moral adalah aplikasi dari
nilai-nilai yang dirumuskan etika.
Dari definisi diatas dapat diambil
kesimpulan akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa
keinginan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan secara langsung dan
berturut-turut tanpa memikirkan pemikiran lebih lanjut. Moral dapat diartikan
dengan “menyangkut baik buruknya manusia sebagai manusia.” Etika sebagai teori
tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi nilai baik dan buruk
sejauh yang dapat ditentukan akal. Di dalam Da’iratul Ma’arif dikatakan:
اْلاَدَبِيِّةُ اْلِانْسَانِ تُ صِفَاتُ هِىَ اَلْاَخْلاَقُ
Artinya: “Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah
sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan
selalu ada padanya.
Kata akhlaq adalah jamak dari kata
khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah
disebutkan di atas. Baik kata akhlaq atau khuluq, kedua-duanya dapat dijumpai
pemakaiannya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, misalnya: kata khu-luq terdapat
dalam al-Qur’an surat al-Qalam, [68] ayat 4 yang mempunyai arti budi pekerti,
surat al-Syu’ara, [26] ayat 137 yang mempunyai pengertian adat istiadat dan
hadis riwayat al-Tirmidzi berarti budi pekerti, yaitu:
خُلُـقًا اَحْسـَنُهُمْ اِيـْمَانـًا الْمـُؤْمِنِيـْنَ أَكْمَـلُ
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya
adalah orang yang sempurna budi pekertinya.” (H.R. Tirmizi).
Di dalam Al Mu’jam al-Wasit disebutkan
defenisi akhlak sebagai berikut:
خَيْرٍاَوْشَرٍّمِنْ مِنْ رَاسِخَةٌتَصْدُرُعَنْهَااْلأَعْمَالُ
لِلنَّفْسِ حَالٌ اَلْخُلُقُ
فِكْرٍوَرُؤْيَةٍغَيْرِحَاجَةٍإِلَى
فِكْرٍوَرُؤْيَةٍغَيْرِحَاجَةٍإِلَى
Artinya: “Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikirannya dan pertimbangan”.
Senada dengan ungkapan di atas telah
dikemukakan oleh Imam Gazali dalam kitabnya ihya-nya sebagai berikut:
نْ تَصْدُرُاْلِانْفِعَالُ رَاسِخَةٌعَنْهَا النَّفْسِ هَيْئَةٍفِى
عِبَارَةٌعَنْ اَلْخُلُقُ
فِكْرٍوَرُؤْيَةٍ غَيْرِحَاجَةِاِلَى بِسُهُوْلَةٍوَيُسْرٍمِ
فِكْرٍوَرُؤْيَةٍ غَيْرِحَاجَةِاِلَى بِسُهُوْلَةٍوَيُسْرٍمِ
Artinya: “Al-Khulk
ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Jadi, pada hakikatnya Khulk (budi pekerti)
atau akhlak ialah sesuatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan
menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan
cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.
Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut
pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia
sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti
yang tercela. Al-Khulk disebut sebagai kondisi atau sifat yang telah meresap
dan terpatri dalam jiwa, karena seandainya ada seseorang yang mendermakan
hartanya keadaan yang jarang sekali untuk suatu hajat dan secara tiba-tiba,
maka bukanlah orang yang demikian ini disebut orang yang dermawan sebagai
pantulan dari kepribadiannya.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan
bahwa antara akhlak dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan mempunyai
kaitan yang sangat erat, di mana wahyu, akal dan adat adalah sebuah teori
perpaduan untuk menentukan suatu ketentuan, nilai. Terlebih lagi akal dan adat
dapat digunakan untuk menjabarkan wahyu itu sendiri. Rasulullah Saw bersabda,
sebagaimana dikutip oleh Harun Nasution, yang dikutip ulang oleh Abuddin Nata,
yaitu:
لَـــهُ عَـقْلَ لاَ لِـمَنْ دِيْـنَ لاَ الْعَـقْلُ هُوَ اَلدِّيْـنُ
Artinya: “Agama itu adalah penggunaan akal, tidak ada agama
bagi orang yang tidak berakal.”
B. Klasifikasi Perbuatan Manusia
Dalam pandangan ulama klasik terutama Imam Al Ghazali,
akhlak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu akhlak mahmudah (perbuatan terpuji) dan
akhlak mazmumah (perbuatan tercela). Perbuatan yang termasuk akhlak mahmudah
diantaranya: al-Amanah (setia, jujur, dan dapat dipercaya, al-Sidqu (berkata
benar), al-Rahmah (kasih sayang), al-Sakha’u (murah hati), al-Ta’awun
(penolong), al-Ikha’ (persaudaraan), al-Tawadhu’ (merendahkan diri), al-Qana’ah
(merasa cukup, tidak berlebihan), al-Sakinah (tenang, tenteram), al-Rifqu (lemah
lembut), dan lain-lain.
Menurut
Imam Al-Ghazali ada empat sendi yang menjadi dasar bagi perbuatan-perbuatan
baik, yaitu: kekuatan ilmu yang berwujud hikmah, yaitu bisa menentukan benar
dan salah; kekuatan amarah yang wujudnya adalah berani, keadaan kekuatan amarah
yang tunduk kepada akal pada waktu dinyatakan atau dikekang; kekuatan nafsu
syahwat (keinginan) yang wujudnya adalah iffah, yaitu keadaan syahwat yang
terdidik oleh akal; kekuatan keseimbangan di antara yang tiga tersebut.
Sedangkan perbuatan yang termasuk akhlak mazmumah
diantaranya: aninah (egoistis), al-Bagyu (lacur), al-Bakhil (kikir), al-Zulm
(aniaya), al-ghadab (pemarah), al-ghibah (pengumpat), al-namumah (adu domba),
al-Hasad (dengki), al-Istikbar (sombong), al-Kufran (ingkar nikmat), al-Liwat
(homoseks), al-Riya’ (ingin dipuji), al-Kizb (dusta), al-Ifsad (berbuat
kerusakan), al-‘Ajalah (tergesa-gesa), al-Syahwat (mengikuti hawa nafsu) dan
lain sebagainya.
Sementara
empat sendi-sendi akhlak batin yang tecela adalah: keji, tidak bisa dikekang,
rakus, dan aniaya. Keempat sendi akhlak tercela itu akan melahirkan berbagai
perbuatan yang tercela yang dikendalikan oleh nafsu yang akan mendatangkan
malapetaka bagi diri sendiri maupun orang lain.
C.
Agama sebagai
Sumber Akhlak
Islam sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an mengajak
pemeluknya untuk menjalani kehidupan seideal mungkin dan secara keseluruhan
dalam semua seginya (kaffah) dengan menjadikan Al-Qur’an dan as-sunnah sebagai
rujukannya. Islam meletakkan landasan bagi perbuatan manusia. Tidak ada satupun
ajaran Islam yang tidak dijadikan landasan bagi perbuatan bagi perkembangan
manusia menuju kehidupan yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi.
Akhlak adalah ajaran islam yang paling dasar. Bukti
nyatanya akhlak merupakan kepribadian Rasulullah SAW dan menjadi sifat dari
ajaran Islam yang dibawanya, sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya
aku di utus (tiada lain, kecuali) supaya menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Hadis ini menunjukkan bahwa tugas dan misi kerasulan Muhammasd SAW adalah
menyempurnakan akhlak. Artinya, akhlak memang menjadi risalah diutusnya Nabi
Muhammad SAW, sebagai penutup para nabi dan rasul.
Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi
ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sumber akhlak adalah Al-Quran dan
sunah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana konsep etika
dan moral. Hati nurani atau fitrah dalam
bahasa Al-Quran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia
diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaan-Nya (QS.
Arrum: 30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu
cenderung kepada kebenaran. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat
berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan
dan lingkungan. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan
sepenuhnya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata. Fitrah hanyalah
potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan.
Semua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani
manusia, karena kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT.
Demikian juga dengan akal pikiran, ia hanyalah salah satu kekuatan yang dimilki
manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan. Pandangan masyarakat juga bisa
dijadikan salah satu ukuran baik dan buruk. Masyarakat yang hati nuraninya
sudah tertutup dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh perilaku tercela
tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah yang dapat
dijadikan ukuran.
2. PERMASALAHAN
“Adanya Krisis Akhlak dan Moral di Era Globalisasi”
Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan umat
manusia dari berbagai aspek kehidupan, baik aspek sosial politik, ekonomi,
kebudayaan dan lain-lain termasuk pendidikan. Dalam hal ini globalisasi telah
merubah kehidupan sehari-hari terutama dirasakan sekali oleh negara-negara berkembang.
Globalisasi telah mempengaruhi generasi muda Islam terutama di
negara-negara timur tengah atau negara-negara Islam dan negara-negara berkembang,
seperti Indonesia, yaitu adanya budaya komunisme, hedonism, dan ketergantungan
terhadap budaya barat menjadi fenomena baru bagi generasi muda Islam. Model dan
cara berpakaian yang tidak Islami (mempertontonkan aurat), jenis
makanan dan minuman yang dinikmati sudah jauh dari menu dan kekhasan lokal,
pengaruh bebas dan pergaulan muda-mudi yang tidak mengenal tatakrama meraja
lela dimana-mana, semakin terkikisnya nilai kekeluargaan dan gotong- royong dan
sebagainya merupakan pengaruh negatif dari globalisasi.
Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara yang
menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian akhlak
dan moral seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, dan kepedulian
sosial akan terkikis. Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan
media massa lainnya, yang menyuguhkan pergaulan bebas, konsumsi alkohol dan
narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, hal ini akan berimbas pada perbuatan
negatif generasi muda seperti tawuran, penjambretan, pencopetan, penodongan,
pembunuhan, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq
lainnya.
Faktor pendorong adanya tantangan di atas dikarenakan longgarnya pegangan terhadap
agama dengan mengedepankan ilmu pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan,
derasnya arus informasi budaya negatif global diantaranya, hedonisme, sekulerisme,
pornografi dan lain-lain. Selain adanya hambatan akibat dampak negatif era
global juga terdapat tantangan pendidikan agama Islam untuk membekali generasi
muda mempunyai kesiapan dalam persaingan.
3. PEMBAHASAN
Proses globalisasi yang sedemikian berpengaruh bagi kelangsungan
perkembangan identitas tradisional dan nilai-nilai agama tentu saja tidak dapat
dibiarkan begitu saja, kalangan agamawan, pemikir, pendidik, bahkan penguasa
harus merespon secara kontruktif terhadap berbagai persoalan yang di timbulkan
sebagai akibat dari pengaruh globalisasi ini. Namun bila dipelajari lebih jauh,
globalisasi membawa pengaruh terhadap negara-negara berkembang yang baru
terlepas dari belenggu penjajahan, baik positif maupun negatif. Pengaruh
positif dari globalisasi yaitu membantu atau mendorong negara-negara baru
berkembang untuk maju secara teknis, serta menjadi lebih sejahtera secara
material.
Dengan demikian tidak bisa dipungkiri, juga bahwa globalisasi juga
memiliki pengaruh positif bagi kehidupan umat manusia. Globalisasi
juga erat kaitanya dengan era informasi dan teknologi canggih. Era global atau
era informasi menjadikan semua transparan, apa yang terjadi di belahan dunia
yang satu, maka di belahan dunia yang lain dapat juga dengan cepat di ketahui
hubungan seseorang dengan yang lainya. Teknologi komunikasi menjadi sedemikian
dekat gampang dan mudah, informasi pengetahuan dengan mudah didapatkan. Oleh karena itu globalisasi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak
eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh
semua pihak termasuk pendidikan Islam.
Melihat realitas di atas, maka dibutuhkan solusi
yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam.
Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar modifikasi atau
tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi,
sehingga pendidikan Islam dapat memberikan sumbangan besar bagi
pencapaian tahap tinggal landas.
Dalam menyikapi isu globalisasi umat islam terbagi kedalam tiga
kelompok, yaitu yang menerima secara mutlak, menolak sama sekali, dan
pertengahan yakni menyikapinya secara proposional.
a.
Kelompok pertama, yakni orang yang menerima secara mutlak adalah orang yang disebutkan oleh Rasulullah
dalam hadistnya bahwa mereka adalah mengikuti cara-cara dan ajaran-ajaran umat
lain sejengkal demi sejengkal, sehingga jika umat lain itu masuk ke lubang
biawak mereka akan mengikutinya inilah sikap para penyeru westnerisasi.
b.
Kelompok kedua, orang ynag menolak sama sekalai adalah yang menjahuai hal-hal yang baru
tidak peduli dengan dunia pemikiran, ekonomi, politik dan sebagainya. Mereka
menyingkir dan mengasingkan diri. Selain kelompok ini terdapat kelompok lain
yang disebut dengan kelompk fudemintas, bedanya mereka tidak
mengasingkan diri, tetapi malah mengambil posisi berhadap-hadapan dengan yang
mereka tentang atau tolak. Mereka menganggap bahwa globalisasi akan merusak
sendi-sendi budaya Islam yang telah mereka jaga selama bertahun-tahun, ke khawatiran
mereka terletak pada westernisasi dan
pembaratan pada budaya setempat melalui arus globalisasi.
c.
Kelompok ketiga, adalaah kelompok pertengahan yakni yang menyikapinya secara proposianal,
menurut Yusuf Qordawi inilah sikap yang baik sebagai cermin sebagai
manhaj Islam pertengahan. Inilah sikap orang beriman yang mempunyai wawasan
luas dan terbuka yang bangga dengan identitasnya, paham tentanng risalahnya,
dan memegang teguh orisinalitasnya. Ia tidak menghindar dari hal-hal yang baru
dan tidak menerima secara berlebihan.
Diantara sikap yang tepat menghadapi globalisasi sebagaimana tersebut di
atas adalah sikap proporsional yakni
tidak berlebihan dalam menolak dan menerimanya, dapat memilah dan memilih mana
yang di anggap baik dan sesuai dengan ajaran Islam serta mana yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Terhadap pengaruh yang baik, tentu dengan senang hati
dapat diterima dan bahkan jika memungkinkan mengembangkanya untuk mendapat
mamfaat yang lebih baik. Sedangkan terhadap pengaruh yang tidak baik sebaiknya
ditinggalkan.
Ketika berhadapan dengan ide-ide informasi dan polarisasi ideologi dunia
terutama didorong oleh kemajuan iptek modern, maka cara terbaik dalam mengatasi
dampak negatif dari globalisasi adalah melalui peningkatan mutu pendidikan pada
umumnya dan pendidikan agama serta pendidikan moral pada khususnya. Pada dasarnya
pendidikan agama sangat relevan untuk penanggulangan dampak negatif dari globalisasi.
Peran orang tua juga sangat penting dalam pembentukan karakter
seseorang, terutama dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian
dari orang tua juga sangat penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya
perhatian orang tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap anak. Seperti
halnya karena kurangnya perhatian orang tua,seseorang akan cenderung
melampiaskan amarahnya pada orang lain.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan meningkatkan iman dan takwa
dengan cara bersyukur, bersabar, dan beramal sholeh. Dengan kita mendekatkan
diri kepada Allah, rajin beribadah, beramal shaleh, tentu akan membuat kita
terhindar dari perbuatan yang tidak sesuai di jalan Allah. Seperti halnya dalam
surat Al-Qalam ayat 4 “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada pada landasan
akhlak yang agung.” Sehingga, kita sebagai manusia yang telah diberi akal dan
fikiran oleh sang maha kuasa harus dimanfaatkan secara optimal. Kita harus
berfikir cerdas tentang bagaimana cara mengaplikasikan sesuatu hal agar dapat
menimbulkan efek yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Akhlak
adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa
memikirkan pemikiran lebih lanjut. Moral dapat diartikan dengan menyangkut baik
buruknya manusia sebagai manusia. Sedangkan etika sebagai teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh yang
dapat ditentukan akal.
2. Akhlak dibagi menjadi
2 (dua) yaitu akhlak mahmudah (perbuatan terpuji) dan akhlak mazmumah (perbuatan
tercela).
3. Agama sebagai
sumber akhlak, yaitu Islam sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an mengajak
pemeluknya untuk menjalani kehidupan seideal mungkin dan secara keseluruhan
dalam semua seginya (kaffah) dengan menjadikan Al-Qur’an dan as-sunnah sebagai rujukannya.
4. Globalisasi mempunyai
pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia dari berbagai aspek
kehidupan, baik aspek sosial politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain
termasuk pendidikan. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu
negara yang menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda
kepribadian akhlak dan moral seseorang.
5.
Melihat realitas di atas, maka dibutuhkan solusi
yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam. Diantara sikap yang
tepat menghadapi globalisasi sebagaimana tersebut di atas adalah sikap proporsional yakni tidak
berlebihan dalam menolak dan menerimanya, dapat memilah dan memilih mana yang
di anggap baik dan sesuai dengan ajaran Islam serta mana yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam.
B.
SARAN
1.
Kita sebaiknya meningkatkan iman dan takwa
dengan cara bersyukur, bersabar, dan beramal sholeh. Dengan kita mendektkan
diri kepada Allah, rajin beribadah, beramal shaleh, tentu akan membuat kita
terhindar dari perbuatan yang tidak sesuai di jalan Allah.
2.
Kita seharusnya dapat memperbaiki
tingkah laku untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan berperilaku mahmudah
yaitu berakhlak terpuji dan mampu menghindari akhlak madzmumah yaitu akhlak
tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Elmubarok Zaim, dkk. 2013. ISLAM Rhmatan Lil’ Alamin. Semarang:
Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.
Wikhdah Ika Masitoh. 2012. Akhlak dalam Islam, online (http://mynotes-ita.blogspot.com/2012/01/akhlak-dalam-islam.html). Diakses pada
13 April 2015.
Rizki Amelia. 2012. Permasalahan Pendidikan Islam dalam Era Globalisasi,
online (http://rezki-amelia27.blogspot.com/2012/06/permasalahan-pendidikan-islam-dalam-era.html). Diakses pada
05 Mei 2015.