Minggu, 19 April 2015

KEMAJEMUKAN AGAMA, RAS, DAN ETNIK BERBAGAI REGION DI INDONESIA






MAKALAH
KEMAJEMUKAN AGAMA, RAS, DAN ETNIK BERBAGAI REGION DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian IPS SD
Dosen Pengampu : Drs. Susilo, M.Pd.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5 / ROMBEL 11
Ketua                  :  Desi Rusiani               (1401414311)
Sekretaris            :  Dian Puspita W. S      (1401414308)
Penyaji                :  Ulfah Nurul Wahdah  (1401414283)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami susun dengan baik. Sholawat dan salam semoga tetap telimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia menuju jalan kebenaran.
            Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian IPS SD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Diharapkan dengan penyusunan makalah ini pemahaman kami tentang kemajemukan agama, ras, dan etnik berbagai region di Indonesia khususnya dapat semakin dalam. Harapan selanjutnya kami dapat memperluas wawasan di mata kuliah Kajian IPS SD.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, sebagai acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik  di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Negeri Semarang.


Penyusun


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................   i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................   ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................   iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... .  1
A.      Latar Belakang ...................................................................................................   1
B.       Rumusan Masalah ..............................................................................................   1
C.       Tujuan ................................................................................................................   2
D.      Metode dan Prosedur .........................................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ .  3
A.      Definisi Kemajemukan Masyarakat ...................................................................   3
B.       Faktor Penyebab Kemajemukan Masyarakat Indonesia ....................................   4
C.       Ciri-ciri Masyarakat Majemuk.............................................................................   4
D.      Kemajemukan Masyarakat Indonesia.................................................................   5
1.      Kemajemukan Agama...................................................................................   5
2.      Kemajemukan Ras........................................................................................   6
3.      Kemajemukan Etnis atau Suku Bangsa........................................................   7
E.       Pengaruh Kemajemukan Masyarakat Indonesia.................................................   8
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... .  12
A.      Kesimpulan ........................................................................................................   12
B.       Saran ..................................................................................................................   12
     DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................   14

 



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia  adalah bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke ini, terdiri dari bermacam suku bangsa, budaya, ras dan agama. Disebut juga masyarakat majemuk atau multikultur. Kondisi masyarakat seperti ini jika berjalan serasi dan harmonis akan menciptakan integrasi sosial. Jika tidak, terjadilah disintegrasi sosial atau konflik sosial. Pengaruh kemajemukan masyarakat yang perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan konflik sosial adalah munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan dan stereotip etnik.
Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat kesejahteraan ekonomi, pandangan politik serta kewilayahan, yang semua itu sesungguhnya memiliki arti dan peran strategis bagi masyarakat Indonesia. Meski demikian, secara bersamaan kemajemukan masyarakat itu juga bersifat dilematis dalam kerangka penggalian, pengelo1aan, serta pengembangan potensi bagi bangsa Indonesia untuk menapaki jenjang masa depannya.
            Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat berpotensi membantu bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang bersama. Sebaliknya, jika kemajemukan masyarakat tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menyuburkan berbagai prasangka negatif (negative stereotyping) antar individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kemajemukan masyarakat di Indonesia ?
2.      Bagaimana pengaruh kemajemukan masyarakat di Indonesia ?
3.      Bagaimana ketergantungan Indonesia pada negara asing ?



C.     Tujuan
1.    Mengetahui tentang kemajemukan masyarakat di Indonesia
2.    Mengetahui pengaruh kemajemukan masyarakat di Indonesia
3.    Mengetahui ketergantungan Indonesia pada negara asing

D.    Metode dan Prosedur
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan informasi dari berbagai buku dan browsing di internet.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Kemajemukan Masyarakat
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of Plural Economy (1967), yang isinya menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal. Selain itu ia juga mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam suatu satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia-Belanda waktu itu dalam pengelompokan komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi, dan agama. Konsep masyarakat majemuk Furnivall diatas, dipertanyakan validitasnya sekarang ini sebab telah terjadi perubahan fundamental akibat pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Usman Pelly (1989) mengkategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.
Secara horizontal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan :
a.       Etnik dan ras tau asal usul keturunan
b.      Bahasa daerah
c.       Adat istiadat atau perilaku
d.      Agama
e.       Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya
Secara vertikal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan :
a.       Penghasilan atau ekonomi
b.      Pendidikan
c.       Pemukiman
d.      Pekerjaan
e.       Kedudukan sosial politik

B.       Faktor Penyebab Kemajemukan Masyarakat Indonesia

1.      Keadaan geografis wilayah Indonesia
            Kondisi geografis Indonesia yang  berupa kepulauan yang dipisahkan oleh laut dan selat memungkinkan penduduk yang menempati pulau itu tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Setiap suku bangsa mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan kebudayaan lainnya yang berbeda dengan suku bangsa yang lain.
2.      Letak kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudra
            Letak geografis Indonesia memungkinkan masuknya pengaruh asing dari berbagai bangsa.Bangsa asing tertarik untuk dating, singgah, dan menetap di Indonesia.Mereka berupaya memperkenalkan budayanya terhadap bangsa Indonesia.
3.      Pembangunan
            Pembangunan di berbagai sektor memberikan pengaruh bagi keberagaman masyarakat Indonesia. Kemajemukan ekonomi dan industralisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia menghasilkan kelas sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi.
4.      Iklim dan tingkat kesuburan tanah yang berlainan di berbagai daerah di Indonesia
            Iklim yang berbeda diberbagai daerah menimbulkan kondisi alam yang berlainan pula kondisi demikian akan membentuk pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda. Pada akhirnya akan tercipta keberagaman antar daerah di Indonesia.
C.       Ciri-ciri Masyarakat Majemuk

Ciri-ciri masyarakat majemuk menurut Vandenberg :
a.    Segmentasi ke dalam kelompok-kelompok
b.    Kurang mengembangkan konsensus
c.    Sering mengalami konflik
d.   Integrasi sosial atas paksaan
e.    Dominasi suatu kelompok atas kelompok lain

D.      Kemajemukan Masyarakat Indonesia

1.        Kemajemukan Agama

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat religius (agamis). Kesetiaan dan kepatuhan nilai hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar sumber inspirasi, motivasi, dan tonggak pedoman arah bagi manusia dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Agama-agama di Indonesia, melalui doktrin-doktrin imannya mengajarkan bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia menjadi sesama bagi orang lain, yang ditunjukan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai.
Dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, dan memelihara kelestariannya. Kesalehan hidup religius dan kesetiaan pada komitmen moral menjadi kompas kehidupan bagi manusia Indonesia di tengah amukan dan arus badai masyarakat global. Penghayatan hidup religius yang baik dan benar serta kesetiaan merupakan komitmen moral menjadikan manusia semakin manusiawi dan mampu menilai secara kritis setiap perkembangan dan kemajuan yang ada, serta dapat menentukan sikap yang tepat dan benar dalam situasi tersebut. Dengan demikian tidak dapat tergoda dan tenggelam dalam superioritas dangkal dan mental mencari gampang. Fakta bahwa manusia sering mengalami keterpecahan dan teraleinasi dari diri dan dunianya, merupakan indikasi bahwa orang belum menghayati hidupnya secara baik dan benar sesuai dengan ajaran imannya. Ia belum sanggup mengaktualisasikan visi dan misi dasar keagamaannya.
Kebinekaan agama (Islam, Protestan, Hindu, Budha, Katolik, Konghuchu dan Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.) merupakan kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia. Setiap agama itu mempunyai ajaran dan cara mengungkapkan diri yang berbeda dalam kehidupan konkret, namun semuanya mempunyai satu tujuan, yakni mau membimbing dan menuntun manusia kepada keselamatan. Setiap agama mengajarkan dan menunjukkan kepada manusia jalan keselamatan, lewat ajarannya tentang kebenaran, keadilan dan kasih. Setiap agama melalui doktrin imannya, tidak pernah membenarkan dan mengamini setiap perbuatan dan tindakan manusia yang dapat merugikan dan menghancurkan kehidupan sesama dan lingkungannya. Ia mengajarkan bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia kiranya senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia semestinya selalu menjadi sesama orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai. Dalam hubungan dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, menjaga, dan memelihara kelestariannya, bukan mengeksploitasi dan merusakannya.
Kesetiaan dan kepatuhan menghayati nilai-nilai hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar, sumber inspirasi, motivasi dan tonggak pedoman arah bagi manusia Indonesia, dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Dengan demikian manusia Indonesia tidak terjerumus dan tergiur untuk menikmati tawaran-tawaran kenikmatan dunia yang dangkal, seperti kekuasaan, pangkat, popularitas diri, dan harta kekayaan. Sebaliknya, dengan menghayati nilai-nilai religius atau keagamaan secara baik dan benar, orang justru semakin terbuka dan kritis untuk mengevaluasi dan melihat nilai-nilai luhur yang ada dibalik setiap perkembangan dan kemajuan yang, Juga orang akan semakin peka dan tanggap memperhatikan kehidupan sesama dan kelestarian lingkungan sekitarnya. Dengan demikian manusia tidak kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai homo religious dan man for other’s di tengah arus kemajuan tingkat peradabannya sendiri.
2.        Kemajemukan Ras
            Kata ras berasal dari bahasa prancis dan italia, yaitu razza.Pertama kali istilah ini diperkenalkan Franqois Bernier, antropologi prancis untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atau biologis.
            Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam beragai ras.Manusia dibedakan menurut bentuk wajah, rambut, tinggi badan, warna kulit, mata, hidung, dan karakteristik fisik lainnya.Jadi, ras adalah perbedaaan antara manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis.Ciri utama pembeda antara ras yaitu ciri alamiah rambut pada badan, warna alami rambut, kulit, dan iris mata, bentuk lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan muka, ukuran tinggi badan.
Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat objektif atau somatic.Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok tertentu yang secara genetic memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya mewakili factor tampilan luar.
            Semua kelompok ras kurang lebih sama dalam karakteristik fisik yang penting. Meskipun terdapat beberapa pengecualian, perbedaan fisik yang ada hanyalah bersifat kosmetik dan tidak fungsional.Perbedaan fisik pada makhuk manusia sangat sedikit, jika dibandingkan dengan perbedaan fisik yang terdapat pada banyak makhluk hidup lainnya, misalnya anjing dan kuda.
            Kebayakan ilmuwan dewasa ini sependapat bahwa semua kelompok ras termasuk dalam satu rumpun yang merupakan hasil dari suatu proses evolusi, dan semua kelompok ras kurang lebih sama kadar kemiripannya dengan hewan lainnya.
            Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu :
·         Kaukasoid
·         Negroid
·         Mongoloid
            Adapun ras atau subras yang mendiami kepulauan Indonesia adalah sebagai berikut :
a.       Papua melanesoid yang mendiami wilayah Papua, Aru, dan Kai.
b.      Weddoid yang mendiami daerah Sumatra bagian barat laut.
c.       Malayan Mongoloid yang meliputi Proto Melayu.
d.      Negroid yang mendiami pegunungan Maoke Papua.
e.       Asiatic Mongoloid yang terdiri atas keturunan Tionghoa dan jepang yang tinggal di Indonesia.
f.       Kaukasoid terdiri atas keturunan Belanda, Inggris, keturunan Arab, India, Pakistan yang tinggal di Indonesia.

3.        Kemajemukan Etnis atau Suku Bangsa
            Koentjaraningrat (1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup yang memiliki sistem interaksi yang ada karena kontinunitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
            Menurut Narral mendefinisikan etnis adalah sejumlah orang atau penduduk yang memiliki ciri-ciri (a) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan (b) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya (c) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri (d) menentukan u kelompoknya yang diterima oleh dan dpat dibedakan dari kelompok lain.
            Tampak bahwa etnis berbeda dari ras.Jika pengertian ras lebih didasarkan pada persamaan ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh seseorang individu, maka pengertian etnis didasarkan kepada adanya persamaan kebudayaan dalam kelompok masyarakat tersebut.
            Secara etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang besar.Mengenai jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia telah dikemukakan oleh para ahli.Esser, Berg dan Sutan Takdir Alisyahbana memperkirakan ada 200-250 suku bangsa.MA, Jaspan mengemukakan ada 366 suku bangsa.Koentjaraningrat memperkirakan ada 195 suku bangsa.Hildred Geertz menyatakan lebih dari 300 suku bangsa dengan identitas budayanya sendiri.William G. Skinner memperkirakan ada 35 suku bangsa dalam arti lingkungan hukum adat.
            Di Indonesia, istilah kelompok etnis dapat disamaartikan dengan suku bangsa, di samping ada pula yang menyebutkan dengan golongan etnis. Misal : golongan etnis Tionghoa.
            Suku yang berkembang di Indonesia ada yang memiliki tingkat peradaban yang telah maju dan mampu berbaur dengan suku bangsa lain. Di samping itu juga masih dijumpai suku bangsa atau masyarakat terasing.Masyarkat terasing merupakan suku bangsa yang terisolasi dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi, umbi-umbian dengan system lading berpindah.Masyarakat ini terhambat dari perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi atau upaya yang disengaja untuk menolak bentuk perubahan kebudayaan.

E.     Pengaruh Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan suku bangsa, ras dan agama dapat dibagi atas pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh negatifnya antara lain :
a.       Primordial
            Karena adanya sikap primordial kebudayaan daerah, agama dan kebiasaan di masa lalu tetap bertahan sampai kini. Sikap primordial yang berlebihan disebut etnosentris. Jika sikap ini mewarnai interaksi di masyarakat maka akan timbul konflik, karena setiap anggota masyarakat akan mengukur keadaan atau situasi berdasarkan nilai dan norma kelompoknya. Sikap ini menghambat tejadinya integrasi sosial atau integrasi bangsa. Primordialisme harus diimbangi tenggang rasa dan toleransi.


b.      Stereotip Etnik
            Interaksi sosial dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan stereotip etnik yaitu pandangan (image) umum suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain (Horton & Hunt). Cara pandang stereotip diterapkan tanpa pandang bulu terhadap semua anggota kelompok etnis yang distereotipkan, tanpa memperhatikan adanya perbedaan yang bersifat individual. Stereotip etnis disalah tafsirkan dengan menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok etnis kepada ciri khusus seluruh anggota etnis.
            Dengan adanya beberapa orang dari sukubangsa A yang tidak berpendidikan formal atau berpendidikan formal rendah, orang dari suku lain (B) menganggap semua orang dari sukubangsa A berpendidikan rendah. Orang dari luar suku A menganggap suku bangsanya yang paling baik dengan berpendidikan tinggi. Padahal anggapan itu bisa saja keliru karena tidak semua orang dari sukubangsa di luar sukubangsa A berpendidikan tinggi, banyak orang dari luar sukubangsa A yang berpendidikan rendah. Jika interaksi sosial diwarnai stereotip negatip, akan terjadi disintegrasi sosial. Orang akan memberlakukan anggota kelompok etnis lain berdasarkan gambaran stereotip tersebut. Agar integrasi sosial tidak rusak, setiap anggota masyarakat harus menyadari bahwa selain sukubangsa ada faktor lain yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu pendidikan, pengalaman, pergaulan dengan kelompok lain, wilayah tempat tinggal, usia dan kedewasaan jiwa.
c.    Potensi Konflik
            Ciri utama masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnifall (1940) adalah kehidupan masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka dalam satu unit politik tertentu.
            Mungkin pendekatan yang relevan untuk melihat persoalan masyarakat majemuk ini adalah bahwa perbedaan kebudayaan atau agama memang potensial untuk mendestabilkan negara-bangsa. Karena memang terdapat perbedaan dalam orientasi dan cara memandang kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut masing-masing juga berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat (inherent) potensi pertentangan, suatu konflik yang tersembunyi (covert conflict). Namun demikian, potensi itu tidak akan manifes untuk menjadi konflik terbuka bila faktor-faktor lain tidak ikut memicunya. Dan dalam konteks persoalan itu nampaknya faktor ekonomi dan politik sangat signifikan dalam mendorong termanifestasinya konflik yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka.
            Furnivall sendiri sudah mensinyalir bahwa konflik pada masyarakat majemuk Indonesia menemukan sifatnya yang sangat tajam, karena di samping berbeda secara horisontal, kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal, menunjukkan adanya polarisasi. Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok etnik agama dan ras juga ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi dan kekayaan. Ada ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan kontrolnya pada sumber-sumber daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang lainnya sangat kurang. Kemudian juga, akses dan kontrol pada sektor politik yang bisa dijadikan instrumen untuk pemilikan dan penguasaan sumber-sumber daya ekonomi, juga tidak menunjukkan adanya kesamaan bagi semua kelompok.
            Di Kalimantan Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama Islam setahap demi setahap bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi. Demikian pula dengan orang-orang Bugis-Makassar dan Buton yang umumnya beragama Islam di kawasan Timur Indonesia telah membuat jaringan yang cukup luas dalam sektor ekonomi ini. Termasuk dalam kasus ini adalah orang-orang Cina yang sebagian besar beragama non-Islam yang menguasai sebagian besar sarana dan aset produksi serta jaringan distribusi di kota-kota besar dan menengah Indonesia. Ketika Orde Baru memegang tampuk pemerintahan tampaknya ketimpangan ekonomi dan politik antar kelompok etnik dan ras ini tidak secara sungguh-sungguh dicoba untuk dihapuskan. Malah pemihakan pada kelompok tertentu sangat kentara, sementara kelompok yang lain mengalami proses marjinalisasi. Di sinilah polarisasi antar kelompok masyarakat yang berbeda secara kultural dan agama itu menjadi semakin tajam. Di samping itu, pemerintah dan masyarakat di daerah secara politik betul-betul lemah, tidak memiliki saluran institusional yang memungkinkan kepentingan dan kebutuhan mereka dapat diakomodasi. Di sini sentralisme adalah ciri utama sistem politik negara Orde Baru.
            Memang selama rezim Orde Baru berkuasa konflik itu tidak banyak muncul, kalaupun terjadi ledakannya tidak besar dan akan segera diredam secara represif. Namun pendekatan keamanan itu tidak menghilangkan potensi konflik tersebut, karena akar persoalannya tidak dipecahkan. Hubungan antar kelompok tetap dalam situasi ketegangan, menunggu momen untuk meledak. Karena itu, ketika rezim Orde Baru mulai kehilangan legitimasi dan kemudian jatuh, konflik yang tadinya laten menjadi terbuka.
            Hal ini dikarenakan, bahwa pengkotakan masyarakat hanya mampu menekan eskalasi konflik dan disharmoni sosial dalam masyarakat, namun ia tidak mampu menghilangkan poensi-potensi konflik yang telah lama dan masih terpendam dalam masyarakat. Konflik dan disharmoni sosial dapat muncul karena mereka, kelompok-kelompok sosial tersebut tetap hidup berdampingan secara fisik dalam suatu komunitas masyarakat. Pembenaran atas ketidaksamaan, pada hakekatnya adalah juga sebentuk pembenaran terhadap adanya potensi potensi konflik dalam masyarakat yang pluralis.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Istilah masyarakat Indonesia majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of Plural Economy (1967), untuk menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut :
a.       Keadaan geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan.
b.      Letak Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara Benua Asia.
c.       Iklim yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara ini merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional.
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan agama, ras dan suku bangsa dapat dibagi atas pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh negatif, munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan yang mewarnai interaksi sosial sehingga muncul disintegrasi atau konflik sosial.
B.       Saran
Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam satu kemajemukan.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
Maka, Indonesia Baru yang kita ciptakan itu, hendaknya ditegakkan dengan menggeser perbadaan yang ada dengan mengedepankan keBhinnekaan sebagai strategi integrasi nasional. Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan.


DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Ridwan dan Elly Malihah. (2007) . Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung : Yasindo Multi Aspek
Hermawan, Ruswandi dan Kanda Rukandi. (2007). Perspektif Sosial Budaya. Bandung: UPI PRESS
Hermawan, Ruswandi dkk. (2006) . perkembangan masyarakat dan Budaya. Bandung : UPI PRESS
Kuswanto dan Bambang Siswanto. (2003). Sosiologi. Solo: Tiga Serangkai



0 komentar:

Posting Komentar

 
;