MAKALAH
KEMAJEMUKAN AGAMA, RAS, DAN ETNIK BERBAGAI REGION DI INDONESIA
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kajian IPS SD
Dosen Pengampu : Drs. Susilo, M.Pd.
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5 / ROMBEL 11
Ketua : Desi Rusiani (1401414311)
Sekretaris : Dian Puspita W. S (1401414308)
Penyaji :
Ulfah Nurul Wahdah (1401414283)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami
susun dengan baik. Sholawat dan salam semoga tetap telimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa manusia menuju jalan kebenaran.
Makalah
ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian IPS SD Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Diharapkan dengan penyusunan makalah
ini pemahaman kami tentang kemajemukan agama, ras, dan etnik berbagai region di
Indonesia khususnya dapat semakin dalam. Harapan selanjutnya kami dapat memperluas
wawasan di mata kuliah Kajian IPS SD.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun, sebagai acuan dalam bekal pengalaman
bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Negeri Semarang.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... . 1
A. Latar
Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan
................................................................................................................ 2
D. Metode
dan Prosedur ......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ............................................................................................ . 3
A.
Definisi
Kemajemukan Masyarakat ................................................................... 3
B.
Faktor
Penyebab Kemajemukan Masyarakat Indonesia .................................... 4
C.
Ciri-ciri Masyarakat Majemuk............................................................................. 4
D.
Kemajemukan Masyarakat Indonesia................................................................. 5
1.
Kemajemukan Agama................................................................................... 5
2.
Kemajemukan Ras........................................................................................ 6
3.
Kemajemukan Etnis atau Suku Bangsa........................................................ 7
E.
Pengaruh Kemajemukan Masyarakat
Indonesia................................................. 8
BAB
III PENUTUP ..................................................................................................... . 12
A. Kesimpulan
........................................................................................................ 12
B. Saran
.................................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia
adalah bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke ini, terdiri dari bermacam suku
bangsa, budaya, ras dan agama. Disebut juga masyarakat majemuk atau
multikultur. Kondisi masyarakat seperti ini jika berjalan serasi dan harmonis
akan menciptakan integrasi sosial. Jika tidak, terjadilah disintegrasi sosial
atau konflik sosial. Pengaruh kemajemukan masyarakat yang perlu diperhatikan
karena dapat menimbulkan konflik sosial adalah munculnya sikap primordial
(primordialisme) yang berlebihan dan stereotip etnik.
Indonesia
dikenal dengan kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun budaya
serta agama dan kepercayaannya. Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat
kesejahteraan ekonomi, pandangan politik serta kewilayahan, yang semua itu
sesungguhnya memiliki arti dan peran strategis bagi masyarakat Indonesia. Meski
demikian, secara bersamaan kemajemukan masyarakat itu juga bersifat dilematis
dalam kerangka penggalian, pengelo1aan, serta pengembangan potensi bagi bangsa
Indonesia untuk menapaki jenjang masa depannya.
Kemajemukan masyarakat Indonesia
dapat berpotensi membantu bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang bersama.
Sebaliknya, jika kemajemukan masyarakat tersebut tidak dikelola dengan baik,
maka akan menyuburkan berbagai prasangka negatif (negative stereotyping) antar
individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kemajemukan masyarakat di Indonesia ?
2. Bagaimana
pengaruh kemajemukan masyarakat di Indonesia ?
3. Bagaimana
ketergantungan Indonesia pada negara asing ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang
kemajemukan masyarakat di Indonesia
2. Mengetahui pengaruh
kemajemukan masyarakat di Indonesia
3. Mengetahui ketergantungan
Indonesia pada negara asing
D. Metode dan Prosedur
Metode yang digunakan penulis dalam
penyusunan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan informasi dari berbagai buku
dan browsing di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kemajemukan Masyarakat
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia
melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Istilah
Masyarakat Indonesia Majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam
bukunya Netherlands India : A Study of Plural Economy (1967), yang isinya
menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman
ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik.
Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang
unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal. Selain itu ia juga mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah
berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah
oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam suatu satuan politik. Konsep ini
merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia-Belanda waktu itu dalam pengelompokan
komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi, dan agama. Konsep masyarakat
majemuk Furnivall diatas, dipertanyakan validitasnya sekarang ini sebab telah
terjadi perubahan fundamental akibat pembangunan serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Usman Pelly (1989) mengkategorikan masyarakat majemuk
disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan
vertikal.
Secara
horizontal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan :
a.
Etnik dan ras tau asal usul keturunan
b.
Bahasa daerah
c.
Adat istiadat atau perilaku
d.
Agama
e.
Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya
Secara
vertikal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan :
a.
Penghasilan atau ekonomi
b.
Pendidikan
c.
Pemukiman
d.
Pekerjaan
e.
Kedudukan sosial politik
B.
Faktor Penyebab Kemajemukan Masyarakat
Indonesia
1.
Keadaan geografis wilayah Indonesia
Kondisi geografis Indonesia
yang berupa kepulauan yang dipisahkan
oleh laut dan selat memungkinkan penduduk yang menempati pulau itu tumbuh
menjadi kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Setiap suku
bangsa mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan kebudayaan lainnya yang
berbeda dengan suku bangsa yang lain.
2.
Letak kepulauan Indonesia diantara
dua benua dan dua samudra
Letak geografis Indonesia
memungkinkan masuknya pengaruh asing dari berbagai bangsa.Bangsa asing tertarik
untuk dating, singgah, dan menetap di Indonesia.Mereka berupaya memperkenalkan
budayanya terhadap bangsa Indonesia.
3.
Pembangunan
Pembangunan di berbagai sektor
memberikan pengaruh bagi keberagaman masyarakat Indonesia. Kemajemukan ekonomi
dan industralisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia menghasilkan kelas
sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi.
4.
Iklim dan tingkat kesuburan tanah
yang berlainan di berbagai daerah di Indonesia
Iklim yang berbeda diberbagai daerah
menimbulkan kondisi alam yang berlainan pula kondisi demikian akan membentuk
pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda. Pada akhirnya akan
tercipta keberagaman antar daerah di Indonesia.
C.
Ciri-ciri Masyarakat Majemuk
Ciri-ciri
masyarakat majemuk menurut Vandenberg :
a. Segmentasi ke
dalam kelompok-kelompok
b. Kurang
mengembangkan konsensus
c. Sering
mengalami konflik
d. Integrasi
sosial atas paksaan
e. Dominasi suatu kelompok atas kelompok
lain
D.
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
1.
Kemajemukan
Agama
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat religius (agamis). Kesetiaan dan kepatuhan nilai
hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar sumber
inspirasi, motivasi, dan tonggak pedoman arah bagi manusia dalam menentukan dan
mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan
yang ada. Agama-agama di Indonesia, melalui doktrin-doktrin imannya mengajarkan
bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia senantiasa berusaha menciptakan
sebuah relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia menjadi sesama bagi orang
lain, yang ditunjukan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling
membantu dan melayani serta saling mencintai.
Dalam
hubungannya dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia
senantiasa berusaha mengolah, dan memelihara kelestariannya. Kesalehan hidup religius
dan kesetiaan pada komitmen moral menjadi kompas kehidupan bagi manusia Indonesia
di tengah amukan dan arus badai masyarakat global. Penghayatan hidup religius
yang baik dan benar serta kesetiaan merupakan komitmen moral menjadikan manusia
semakin manusiawi dan mampu menilai secara kritis setiap perkembangan dan
kemajuan yang ada, serta dapat menentukan sikap yang tepat dan benar dalam
situasi tersebut. Dengan demikian tidak dapat tergoda dan tenggelam dalam
superioritas dangkal dan mental mencari gampang. Fakta bahwa manusia sering
mengalami keterpecahan dan teraleinasi dari diri dan dunianya, merupakan
indikasi bahwa orang belum menghayati hidupnya secara baik dan benar sesuai
dengan ajaran imannya. Ia belum sanggup mengaktualisasikan visi dan misi dasar
keagamaannya.
Kebinekaan
agama (Islam, Protestan, Hindu, Budha, Katolik, Konghuchu dan Aliran
Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.) merupakan kenyataan hidup dalam
masyarakat Indonesia. Setiap agama itu mempunyai ajaran dan cara mengungkapkan
diri yang berbeda dalam kehidupan konkret, namun semuanya mempunyai satu
tujuan, yakni mau membimbing dan menuntun manusia kepada keselamatan. Setiap
agama mengajarkan dan menunjukkan kepada manusia jalan keselamatan, lewat
ajarannya tentang kebenaran, keadilan dan kasih. Setiap agama melalui doktrin
imannya, tidak pernah membenarkan dan mengamini setiap perbuatan dan tindakan
manusia yang dapat merugikan dan menghancurkan kehidupan sesama dan
lingkungannya. Ia mengajarkan bahwa dalam hubungan dengan sesama, manusia
kiranya senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial yang harmonis dan
human. Manusia semestinya selalu menjadi sesama orang lain. Hal ini dapat
ditunjukkan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan
melayani serta saling mencintai. Dalam hubungan dengan lingkungan sekitar,
setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, menjaga,
dan memelihara kelestariannya, bukan mengeksploitasi dan merusakannya.
Kesetiaan dan
kepatuhan menghayati nilai-nilai hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa
atau semangat dasar, sumber inspirasi, motivasi dan tonggak pedoman arah bagi
manusia Indonesia, dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan benar
terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Dengan demikian manusia
Indonesia tidak terjerumus dan tergiur untuk menikmati tawaran-tawaran
kenikmatan dunia yang dangkal, seperti kekuasaan, pangkat, popularitas diri,
dan harta kekayaan. Sebaliknya, dengan menghayati nilai-nilai religius atau
keagamaan secara baik dan benar, orang justru semakin terbuka dan kritis untuk
mengevaluasi dan melihat nilai-nilai luhur yang ada dibalik setiap perkembangan
dan kemajuan yang, Juga orang akan semakin peka dan tanggap memperhatikan
kehidupan sesama dan kelestarian lingkungan sekitarnya. Dengan demikian manusia
tidak kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai homo religious dan man
for other’s di tengah arus kemajuan tingkat peradabannya sendiri.
2.
Kemajemukan Ras
Kata ras berasal dari bahasa prancis
dan italia, yaitu razza.Pertama kali istilah ini diperkenalkan Franqois
Bernier, antropologi prancis untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan
manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk
wajah.Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia berdasarkan
karakteristik fisik atau biologis.
Berdasarkan karakteristik biologis,
pada umumnya manusia dikelompokkan dalam beragai ras.Manusia dibedakan menurut
bentuk wajah, rambut, tinggi badan, warna kulit, mata, hidung, dan
karakteristik fisik lainnya.Jadi, ras adalah perbedaaan antara manusia menurut
atau berdasarkan ciri fisik biologis.Ciri utama pembeda antara ras yaitu ciri
alamiah rambut pada badan, warna alami rambut, kulit, dan iris mata, bentuk
lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan muka, ukuran
tinggi badan.
Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat objektif atau
somatic.Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian
karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok tertentu
yang secara genetic memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit, mata, rambut,
hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya mewakili factor
tampilan luar.
Semua kelompok ras kurang lebih sama
dalam karakteristik fisik yang penting. Meskipun terdapat beberapa
pengecualian, perbedaan fisik yang ada hanyalah bersifat kosmetik dan tidak
fungsional.Perbedaan fisik pada makhuk manusia sangat sedikit, jika
dibandingkan dengan perbedaan fisik yang terdapat pada banyak makhluk hidup
lainnya, misalnya anjing dan kuda.
Kebayakan ilmuwan dewasa ini
sependapat bahwa semua kelompok ras termasuk dalam satu rumpun yang merupakan
hasil dari suatu proses evolusi, dan semua kelompok ras kurang lebih sama kadar
kemiripannya dengan hewan lainnya.
Di dunia ini dihuni berbagai ras.
Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok,
yaitu :
·
Kaukasoid
·
Negroid
·
Mongoloid
Adapun ras atau subras yang mendiami
kepulauan Indonesia adalah sebagai berikut :
a.
Papua melanesoid yang mendiami
wilayah Papua, Aru, dan Kai.
b.
Weddoid yang mendiami daerah Sumatra
bagian barat laut.
c.
Malayan Mongoloid yang meliputi
Proto Melayu.
d.
Negroid yang mendiami pegunungan
Maoke Papua.
e.
Asiatic Mongoloid yang terdiri atas
keturunan Tionghoa dan jepang yang tinggal di Indonesia.
f.
Kaukasoid terdiri atas keturunan
Belanda, Inggris, keturunan Arab, India, Pakistan yang tinggal di Indonesia.
3.
Kemajemukan
Etnis atau Suku Bangsa
Koentjaraningrat (1990) menyatakan
suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup yang memiliki sistem
interaksi yang ada karena kontinunitas dan rasa identitas yang mempersatukan
semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
Menurut Narral mendefinisikan etnis
adalah sejumlah orang atau penduduk yang memiliki ciri-ciri (a) secara biologis
mampu berkembang biak dan bertahan (b) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama
dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya (c) membentuk
jaringan komunikasi dan interaksi sendiri (d) menentukan u kelompoknya yang
diterima oleh dan dpat dibedakan dari kelompok lain.
Tampak bahwa etnis berbeda dari
ras.Jika pengertian ras lebih didasarkan pada persamaan ciri-ciri fisik yang
dimiliki oleh seseorang individu, maka pengertian etnis didasarkan kepada
adanya persamaan kebudayaan dalam kelompok masyarakat tersebut.
Secara etnik, bangsa Indonesia adalah
bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang besar.Mengenai jumlah suku bangsa
yang ada di Indonesia telah dikemukakan oleh para ahli.Esser, Berg dan Sutan
Takdir Alisyahbana memperkirakan ada 200-250 suku bangsa.MA, Jaspan
mengemukakan ada 366 suku bangsa.Koentjaraningrat memperkirakan ada 195 suku
bangsa.Hildred Geertz menyatakan lebih dari 300 suku bangsa dengan identitas
budayanya sendiri.William G. Skinner memperkirakan ada 35 suku bangsa dalam
arti lingkungan hukum adat.
Di Indonesia, istilah kelompok etnis
dapat disamaartikan dengan suku bangsa, di samping ada pula yang menyebutkan
dengan golongan etnis. Misal : golongan etnis Tionghoa.
Suku yang berkembang di Indonesia
ada yang memiliki tingkat peradaban yang telah maju dan mampu berbaur dengan
suku bangsa lain. Di samping itu juga masih dijumpai suku bangsa atau
masyarakat terasing.Masyarkat terasing merupakan suku bangsa yang terisolasi
dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi, umbi-umbian dengan
system lading berpindah.Masyarakat ini terhambat dari perubahan dan kemajuan
karena isolasi geografi atau upaya yang disengaja untuk menolak bentuk
perubahan kebudayaan.
E.
Pengaruh Kemajemukan Masyarakat
Indonesia
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan
suku bangsa, ras dan agama dapat dibagi atas pengaruh positif dan negatif.
Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang terjalin serasi
dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh negatifnya antara
lain :
a. Primordial
Karena adanya
sikap primordial kebudayaan daerah, agama dan kebiasaan di masa lalu tetap
bertahan sampai kini. Sikap primordial yang berlebihan disebut etnosentris.
Jika sikap ini mewarnai interaksi di masyarakat maka akan timbul konflik,
karena setiap anggota masyarakat akan mengukur keadaan atau situasi berdasarkan
nilai dan norma kelompoknya. Sikap ini menghambat tejadinya integrasi sosial
atau integrasi bangsa. Primordialisme harus diimbangi tenggang rasa dan toleransi.
b. Stereotip Etnik
Interaksi sosial
dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan stereotip etnik yaitu pandangan
(image) umum suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain (Horton &
Hunt). Cara pandang stereotip diterapkan tanpa pandang bulu terhadap semua
anggota kelompok etnis yang distereotipkan, tanpa memperhatikan adanya
perbedaan yang bersifat individual. Stereotip etnis disalah tafsirkan dengan
menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok etnis
kepada ciri khusus seluruh anggota etnis.
Dengan adanya beberapa
orang dari sukubangsa A yang tidak berpendidikan formal atau berpendidikan
formal rendah, orang dari suku lain (B) menganggap semua orang dari sukubangsa
A berpendidikan rendah. Orang dari luar suku A menganggap suku bangsanya yang
paling baik dengan berpendidikan tinggi. Padahal anggapan itu bisa saja keliru
karena tidak semua orang dari sukubangsa di luar sukubangsa A berpendidikan
tinggi, banyak orang dari luar sukubangsa A yang berpendidikan rendah. Jika
interaksi sosial diwarnai stereotip negatip, akan terjadi disintegrasi sosial.
Orang akan memberlakukan anggota kelompok etnis lain berdasarkan gambaran
stereotip tersebut. Agar integrasi sosial tidak rusak, setiap anggota
masyarakat harus menyadari bahwa selain sukubangsa ada faktor lain yang mempengaruhi
sikap seseorang, yaitu pendidikan, pengalaman, pergaulan dengan kelompok lain,
wilayah tempat tinggal, usia dan kedewasaan jiwa.
c. Potensi Konflik
Ciri utama
masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnifall (1940) adalah kehidupan
masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi
mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial
yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka
dalam satu unit politik tertentu.
Mungkin
pendekatan yang relevan untuk melihat persoalan masyarakat majemuk ini adalah
bahwa perbedaan kebudayaan atau agama memang potensial untuk mendestabilkan
negara-bangsa. Karena memang terdapat perbedaan dalam orientasi dan cara
memandang kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut
masing-masing juga berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat (inherent)
potensi pertentangan, suatu konflik yang tersembunyi (covert conflict). Namun
demikian, potensi itu tidak akan manifes untuk menjadi konflik terbuka bila
faktor-faktor lain tidak ikut memicunya. Dan dalam konteks persoalan itu
nampaknya faktor ekonomi dan politik sangat signifikan dalam mendorong
termanifestasinya konflik yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka.
Furnivall sendiri
sudah mensinyalir bahwa konflik pada masyarakat majemuk Indonesia menemukan
sifatnya yang sangat tajam, karena di samping berbeda secara horisontal,
kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal, menunjukkan adanya
polarisasi. Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok etnik agama
dan ras juga ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi dan
kekayaan. Ada ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan
kontrolnya pada sumber-sumber daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang
lainnya sangat kurang. Kemudian juga, akses dan kontrol pada sektor politik
yang bisa dijadikan instrumen untuk pemilikan dan penguasaan sumber-sumber daya
ekonomi, juga tidak menunjukkan adanya kesamaan bagi semua kelompok.
Di Kalimantan
Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama Islam setahap demi setahap
bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi. Demikian pula dengan
orang-orang Bugis-Makassar dan Buton yang umumnya beragama Islam di kawasan
Timur Indonesia telah membuat jaringan yang cukup luas dalam sektor ekonomi
ini. Termasuk dalam kasus ini adalah orang-orang Cina yang sebagian besar
beragama non-Islam yang menguasai sebagian besar sarana dan aset produksi serta
jaringan distribusi di kota-kota besar dan menengah Indonesia. Ketika Orde Baru
memegang tampuk pemerintahan tampaknya ketimpangan ekonomi dan politik antar
kelompok etnik dan ras ini tidak secara sungguh-sungguh dicoba untuk
dihapuskan. Malah pemihakan pada kelompok tertentu sangat kentara, sementara
kelompok yang lain mengalami proses marjinalisasi. Di sinilah polarisasi antar
kelompok masyarakat yang berbeda secara kultural dan agama itu menjadi semakin
tajam. Di samping itu, pemerintah dan masyarakat di daerah secara politik
betul-betul lemah, tidak memiliki saluran institusional yang memungkinkan
kepentingan dan kebutuhan mereka dapat diakomodasi. Di sini sentralisme adalah
ciri utama sistem politik negara Orde Baru.
Memang selama
rezim Orde Baru berkuasa konflik itu tidak banyak muncul, kalaupun terjadi
ledakannya tidak besar dan akan segera diredam secara represif. Namun
pendekatan keamanan itu tidak menghilangkan potensi konflik tersebut, karena
akar persoalannya tidak dipecahkan. Hubungan antar kelompok tetap dalam situasi
ketegangan, menunggu momen untuk meledak. Karena itu, ketika rezim Orde Baru
mulai kehilangan legitimasi dan kemudian jatuh, konflik yang tadinya laten
menjadi terbuka.
Hal ini
dikarenakan, bahwa pengkotakan masyarakat hanya mampu menekan eskalasi konflik
dan disharmoni sosial dalam masyarakat, namun ia tidak mampu menghilangkan
poensi-potensi konflik yang telah lama dan masih terpendam dalam masyarakat.
Konflik dan disharmoni sosial dapat muncul karena mereka, kelompok-kelompok
sosial tersebut tetap hidup berdampingan secara fisik dalam suatu komunitas
masyarakat. Pembenaran atas ketidaksamaan, pada hakekatnya adalah juga sebentuk
pembenaran terhadap adanya potensi potensi konflik dalam masyarakat yang
pluralis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah
masyarakat Indonesia majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam
bukunya Netherlands India : A Study of Plural Economy (1967), untuk
menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman
ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik.
Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang
unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Faktor yang
menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Keadaan
geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan.
b. Letak
Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara Benua
Asia.
c. Iklim
yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara ini
merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional.
Pengaruh
kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan agama, ras dan suku bangsa dapat
dibagi atas pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat
keanekaragaman budaya yang terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud
integrasi bangsa. Pengaruh negatif, munculnya sikap primordial (primordialisme)
yang berlebihan yang mewarnai interaksi sosial sehingga muncul disintegrasi
atau konflik sosial.
B. Saran
Di tengah
arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka idiom yang
harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus
berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam
satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini
berbeda-beda dalam satu kemajemukan.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
Maka,
Indonesia Baru yang kita ciptakan itu, hendaknya ditegakkan dengan menggeser
perbadaan yang ada dengan mengedepankan keBhinnekaan sebagai strategi integrasi
nasional. Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang
sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Ridwan
dan Elly Malihah. (2007) . Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi.
Bandung : Yasindo Multi Aspek
Hermawan,
Ruswandi dan Kanda Rukandi. (2007). Perspektif Sosial Budaya. Bandung: UPI
PRESS
Hermawan,
Ruswandi dkk. (2006) . perkembangan masyarakat dan Budaya. Bandung : UPI PRESS
Kuswanto dan
Bambang Siswanto. (2003). Sosiologi. Solo: Tiga Serangkai
0 komentar:
Posting Komentar