Pembelajaran Membaca Permulaan
1.
Pembuka
1.1
Latar Belakang Masalah
Sebagaimana kita semua ketahui,
tujuan akhir kita dari pengajaran Bahasa Indonesia adalah siswa terampil
berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan berbahasa tercermin dalam
empat aspek keterampilan berbahasa, yakni berbicara, membaca, menulis, dan
menyimak. Pemerolehan keterampilan berbahasa selalu saling terkait, artinya
pemerolehan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan
lainnya.
Membaca merupakan
salah satu jenis kemampuan berbahsa tulis yang reseptif. Semua yang diperoleh
melalui bacaan itu akan memungkinnkan orang tersebut mampu mempertinggi daya
pikirannya, mempertajam pandangannya dan memperluas wawsannya. Dengan demikian
maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapa pun
yang ingin maju da meningkatkan diri. Pembelajaran di kelas I dan kelas II
merupakan pembealajaran tahap awal, kemamapuan membaca siswa diperoleh di kelas
I dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca dikelas
berikutnya. Oleh sebab itu, pembelajaran membaca di sekolah mempunyai peranan
yang penting.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah pengertian membaca
permulaan?
1.2.2
Bagaimanakah tujuan membaca
permulaan?
1.2.3
Apa sajakah metode yang digunakan
dalam pembelajaran membaca permulaan?
1.2.4
Faktor-faktor apa sajakah yang
menyebabkan anak mengalami kesulitan membaca permulaan?
1.2.5
Apa sajakah kesulitan yang dihadapi
anak dalam membaca permulaan?
1.2.6
Bimbingan apa sajakah yang
dilakukan guru dalam mengatasi anak yang megalami kesulitan membaca permulaan?
1.3 Tujuan
1.3.1
Menjelaskan pengertian membaca permulaan.
1.3.2
Menjelaskan tujuan membaca permulaan.
1.3.3
Menjelaskan metode yang digunakan
dalam pembelajaran membaca permulaan.
1.3.4
Menyebutkan faktor-faktor yang
menyebabkan anak mengalami kesulitan membaca permulaan.
1.3.5
Menyebutkan kesulitan yang
dihadapi anak dalam membaca permulaan.
1.3.6
Mengetahui bimbingan yang
dilakukan guru dalam mengatasi anak yang megalami kesulitan membaca permulaan.
2. Pembahasan
2.1 Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan
tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa
belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan
menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang
pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca
sebagai suatu yang menyenangkan.
Pada tingkatan membaca permulaan,
pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi
masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan membaca.
Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis.
Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi
bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat,
yaitu kemampuan membunyikan:
1)
Lambang-lambang tulis.
2)
Penguasaan kosakata untuk memberi
arti.
3)
Memasukkan makna dalam kemahiran
bahasa.
Membaca Permulaan merupakan suatu
proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan
dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada
penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu
kata atau kalimat (Nuryati, 2007).
2.2 Tujuan Membaca Permulaan
Pembelajaran membaca permulaan
diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan
memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar
untuk dapat membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam
(Depdikbud, 1994:4) yaitu agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat
sederhana dengan lancar dan tepat”.
Pelaksanaan membaca permulaan di
kelas I Sekolah Dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa
buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku
dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain
buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartu kalimat.
Pembelajaran membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan
buku sebagai bahan pelajaran.
Dalam teori pendidikan klasik,
mendidik anak-anak pra-sekolah dan kelas-kelas rendah belum memberi pengetahuan
intelektual. Pendidikan lebih ditekankan pada usaha menyempurnakan rasa. Yang
harus dikembangkan adalah kecerdasan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
dan pengendalian emosinya. Pendidikan pra-sekolah sesungguhnya ditekankan pada
bagaimana menumbuhkan perasaan senang berimajinasi, menggunggah dan menggali
hal-hal kecil di sekitarnya. Jika anak sudah senang terhadap hal-hal tersebut,
dengan sendirinya minat dan potensi akademiknya akan tumbuh tepat pada
waktunya, yaitu ketika tantangan dan tuntutan hidupnya semakin besar.
Pembelajaran bahasa yang utama ialah sebagai alat komunikasi. Seorang anak
belajar bahasa karena di desak oleh kebutuhan untuk berkomunikasi dengan
orang-orang di lingkungan sekitar. Oleh karena itu sejak dini anak-anak
diarahkan agar mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk
berkomunikasi dalam berbagai situasi yaitu, mampu menyapa, mengajukan
pertanyaan, menjawab, menyebutkan pendapat dan perasaan melalui bahasa (Thahir,
1993:2 dalam http://digilib.unnes.ac.id).
2.3 Metode yang Digunakan dalam
Pembelajaran Membaca
Dalam Pembelajaran Permulaan ada
beberapa metode yang digunakan antara lain:
1)
Metode Eja
Pembelajaran membaca permulaan
dengan metode ini memulai pengajarannya dengan mengenalkan huruf-huruf secara
alpabetis. Huruf-huruf tersebut dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad.
Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku
kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.
Misalnya: b, a – ba (dibaca be.a – ba)
d,
u – du (dibaca de.u – du)
ba-du
dilafalkan badu
2)
Metode Bunyi dan Abjad
Proses pembelajaran membaca permulaan
dengan metode bunyi hampir sama dengan metode eja, hanya saja perbedaannya
terletak pada sistem pelafalan abjad atau huruf.
Misalnya: huruf b dilafalkan /beh/
d
dilafalkan /deh/
c
dilafalkan /ceh/dan sebagainya.
Pemisalan selanjutnya kata “nani”
dieja menjadi:
En.a – na
En.i – ni – dibaca – na-ni
Metode ini sebenarnya merupakan
bagian dari metode eja. Prinsip dasar proses pembelajarannya tidak jauh berbeda
dengan metode eja/abjad. Perbedaannya hanya terletak pada cara atau sistem
pembacaan (pelafalan) abjad. Beda antara metode abjad, huruf diucapkan sebagai
abjad, sedangkan pada metode bunyi huruf diucapkan sebagai bunyi.
3)
Metode Suku Kata dan Metode Kata
Prose pembelajaran membaca permulaan
dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata seperti ba, bi, bu, be,
bo, ca, ci, cu, ce, co, da, di, du, de, do, dan seterusnya. Suku-suku kata
tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari
daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi pada suku kata
menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar membaca dan menulis permulaan,
kata-kata tadi misalnya:
ba-bi cu-ci da-da ka-ki
bi-bi ci-ca da-du ka-ku
ba-ca ka-ca du-ka ku-da
Kegiatan ini dapat dilanjutkan
dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh perangkaian
kata menjadi kalimat dimaksud seperti pada contoh dibawah ini:
ka-ki ku-da
ba-ca bu-ku
cu-ci ka-ki (dan sebagainya).
4)
Metode Global
Sebagai contoh, di bawah ini
merupakan bahan ajar untuk membaca dan menulis permulaan yang menggunakan
metode global.
1.
memperkenalkan gambar dan kalimat
2.
menguraikan salah satu kalimat
menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata menjadi huruf-huruf.
Misalnya: ini mama
ini mama
i-n-i ma-ma
i-n-i m-a-m-a
5)
Metode SAS (Struktural Analitik
Sintetik)
SAS merupakan salah satu jenis
metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis
permulaan bagi siswa pemula. Dalam hal ini Momo (1979) mengungkapkan
beberapa cara, metode ini dibagi menjadi dua tahap, yakni: tanpa buku dan
menggunakan buku.
1.
Tahap tanpa buku, dengan cara:
1)
Merekam bahasa siswa, bahasa yang
digunakan oleh siswa dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan sebagai
bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bahan bacaan adalah bahasa
siswa sendiri maka siswa tidak mengalami kesulitan.
2)
Menampilkan gambar sambil
bercerita. Dalam hal ini guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil
bercerita seperti gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam
bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan bacaan.
Contoh: guru memperlihatkan
gambar seorang anak yang sedang menulis sambil bercerita, misalnya : ini Adi,
Adi sedang duduk dikursi.
Kalimat-kalimat guru tersebut dituliskan
dipapan tulis, dan digunakan sebagai bahan bacaan.
3)
Membaca gambar.
Contoh: guru memperlihatkan
gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat “ini
ibu”. Siswa melanjutkan bacaan tersebut dengan bimbingan guru.
4)
Membaca gambar dengan kartu
kalimat.
Setelah
siswa dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat gambar
dibawah. Untuk memudahkan pelaksanaan dapat digunakan media papan slip atau
papan flanel, kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf, kartu gambar. Dengan
menggunakan media seperti itu untuk menguraikan dan menggabungkan kembali akan
lebih mudah.
5)
Membaca kalimat secara struktural
(S).
Setelah siswa dapat membaca
tulisan di bawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi sehingga ahirnya
mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. Dalam kegiatan ini yang digunakan
kartu-kartu kalimat serta papan slip atau flanel. Dengan dihilangkan gambar
maka yang dibaca siswa adalah kalimat. Misalnya: ini bola, ini bola Adi
6)
Proses Analitik (A).
Sesudah siswa dapat membaca
kalimat, mulailah menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata menjadi suku,
suku menjadi huruf.
Misalnya: Ini bola
Ini bola
I ni bo la
I n i b o l a
7)
Proses Sintetik (S).
Setelah siswa mengenal
huruf-huruf dalam kalimat yang digunakan, huruf-huruf itu dirangkai lagi
menjadi suku kata dan kata menjadi kalimat.
Misalnya: I n i b o l a
I ni bo la
Ini bola
2.
Tahap dengan buku, dengan cara :
1)
Membaca buku pelajaran.
2)
Membaca majalah bergambar.
3)
Membaca bacaan yang disusun oleh
guru dan siswa.
4)
Membaca bacaan yang disusun oleh
siswa secara berkelompok.
5)
Membaca bacaan yang disusun siswa
secara individual.
Kelemahan
Metode SAS yaitu:
1.
Kurang praktis.
2.
Membutuhkan banyak waktu.
3.
Membutuhkan alat peraga.
2.4 Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Anak Mengalami Kesulitan Membaca Permulaan
1)
Faktor Internal
1.
Minat baca
Minat merupakan kegiatan siswa
dengan penuh kesadaran terhadap suatu objek, oleh karena itu minat perlu
dikembangkan dan dilatih dengan pembiasaan- pembiasaan terus menerus. Jika
minat baca anak rendah maka tingkat keberhasilan anak dalam membaca akan sulit
tercapai. Minat baca anak harus ditumbuhkembangkan sejak dini. Dan untuk
membangkitkan minat baca siswa, guru harus memberikan motivasi dan bimbingan
pada diri siswa.
2.
Motivasi
Kegiatan pembelajaran akan
berhasil dan tercapai tujuannya jika dalam diri siswa tertanam motivasi.
Motivasi dalam proses pembelajaran berfungsi untuk: membangkitkan (arousal
function) yaitu mengajak siswa belajar, harapan (expectasi function) yaitu apa
yang harus bisa dilakukan setelah berakhirnya pengajaran, intensif (incentive
function) yaitu memberikan hadiah pada prestasi yang akan datang, disiplin
(disciplinary function) yaitu menggunakan hadiah dan hukuman untuk mengontrol
tingkah laku yang menyimpang (Abd. Rachman, 1993:115 dalam http://digilib.unnes.ac.id)
3.
Kepemilikan Kompetensi Membaca
Keterampilan berbahasa ada empat,
yaitu: keterampilan membaca, berbicara, menyimak, dan menulis. Keterampilan dalam
membaca diperlukan latihan-latihan tahap demi tahap. Kegiatan membaca terkait
dengan pengenalan huruf, bunyi dan huruf atau rangkaian kata, makna atau maksud
dan pemahaman terhadap makna atau maksud. Jika kegiatan membaca tidak dilakukan
secara teratur maka keterampilan membaca yang dimiliki anak akan berkurang
dengan sendirinya.
2)
Faktor Eksternal
Faktor
eksternal ini meliputi unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca. Dalam hal
ini sekolah sebagai pusat kebudayaan harus menciptakan siswa yang gemar membaca
melalui perpustakaan sekolah. Sekolah harus dapat menciptakan suasana perpustakaan
yang menyenangkan dan memberi kenyamanan siswa dalam belajar. Lingkungan baca
sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan membaca anak. Lingkungan baca anak
yang menyenangkan akan memberi kenyamanan bagi si pembaca dan mempermudah anak
dalam membaca.
2.5 Kesulitan yang Dihadapi Anak dalam
Membaca Permulaan
1)
Kurang mengenali huruf
Ketidakmampuan anak dalam
mengenal huruf-huruf alfabetis seringkali dijumpai oleh guru yang sulit
membedakan huruf kapital dan huruf kecil.
2)
Membaca kata demi kata
Jenis kesulitan ini biasanya
berhenti membaca setelah membaca sebuah kata, tidak segera diikuti dengan kata
berikutnya. Hal ini disebabkan:
1.
gagal menguasai keterampilan
pemecahan kode (decoding)
2.
gagal memahami makna kata
3.
kurang lancar membaca.
3)
Pemparafase yang salah
Dalam membaca anak seringkali
melakukan pemenggalan (berhenti membaca) pada tempat yang tidak tepat atau
tidak memperhatikan tanda baca, khususnya tanda koma.
4)
Miskin pelafalan
Ketidak tepatan pelafalan kata
disebabkan anak tidak menguasai bunyi-bunyi bahasa (fonem).
5)
Penghilangan
Penghilangan yang dimaksud adalah
menghilangkan (tidak dibaca) kata atau frasa dari teks yang dibacanya. Biasanya
disebabkan ketidakmampuan anak mengucapkan huruf-huruf yang membentuk kata.
6)
Pengulangan
Kebiasaan anak mengulangi kata
atau frasa dalam membaca disebabakan oleh faktor tidak mengenali kata, kurang
menguasai huruf, bunyi, atau rendah keterampilannya.
7)
Pembalikan
Beberapa anak melakukan kegiatan
membaca dengan menggunakan orientasi dari kanan ke kiri. Kata nasi dibaca isan.
Selain itu, pembalikan juga dapat terjadi dalam membunyikan huruf-huruf, misal
huruf b dibaca d, huruf p dibaca g. Kesulitan ini biasanya dialami oleh
anak-anak kidal yang memiliki kecenderungan menggunakan orientasi dari kanan ke
kiri dalam membaca dan menulis.
8)
Penyisipan
Kebiasaan anak untuk menambahkan
kata atau frase dalam kalimat yang dibaca juga dipandang sebagai hambatan dalam
membaca, misalnya, anak menambah kata seorang dalam kalimat “anak sedang
bermain”.
9)
Penggantian
Kebiasaan
mengganti suatu kata dengan kata lain disebabkan ketidakmampuan anak membaca
suatu kata, tetapi dia tahu dari makna kata tersebut. Misalnya, karena anak
tidak bisa membaca kata mengunyah maka dia menggantinya dengan kata makan.
10)
Menggunakan gerak bibir, jari
telunjuk, dan menggerakkan kepala
Kebiasaan anak menggerakkan
bibir, menggunakan telunjuk, dan menggerakan kepala sewaktu membaca dapat
menghambat perkembangan anak dalam membaca.
11)
Kesulitan konsonan
Kesulitan dalam mengucapkan bunyi
konsonan tertentu dan huruf yang melambangkan konsonan tersebut.
12)
Kesulitan vokal
Dalam bahasa Indonesia, beberapa
vokal dilambangkan dalam satu huruf, misalnya e selain melambangkan bunyi e
juga melambangkan bunyi é (dalam kata keras, kepala, kerang, telah dan sebagainya)
huruf-huruf yang melambangkan beberapa bunyi seringkali menjadi sumber
kesulitan anak dalam membaca.
13)
Kesulitan kluster, diftong, dan
digraf
Dalam bahasa Indonesia dapat
dijumpai adanya kluster (gabungan dua konsonan atau lebih), diftong (gabungan
dua vokal), dan digraf (dua huruf yang melambangkan satu bunyi). Ketiga hal
tersebut merupakan sumber kesulitan anak yang sedang belajar membaca.
14)
Kesulitan menganalisis struktur
kata
Anak seringkali mengalami
kesulitan dalam mengenali suku kata yang membangun suatu kata. Akibatnya anak
tidak dapat mengucapkan kata yang dibacanya.
15)
Tidak mengenali makna kata dalam
kalimat dan cara mengucapkannya
Hal ini disebabkan kurangnya
penguasaan kosakata, kurangnya penguasaan struktur kata dan penguasaan unsur
konteks (kalimat dan hubungan antar kalimat) (http://digilib.unnes.ac.id).
2.6 Bimbingan yang Dilakukan Guru dalam
Mengatasi Anak yang Megalami Kesulitan Membaca Permulaan
1)
Bimbingan terhadap anak yang
kurang mengenali huruf
1.
Huruf dijadikan bahan nyanyian.
2.
Menampilkan huruf dan
mendiskusikan bentuk (karakteristiknya) khususnya huruf-huruf yang memiliki
kemiripan bentuk (misalnya p, b, dan d).
2)
Bimbingan terhadap anak yang
membaca kata demi kata
1.
Menggunakan bacaan yang tingkat
kesulitannya rendah.
2.
Anak disuruh menulis kalimat dan
membacanya dengan keras.
3.
Jika kesulitan ini disebabkan
oleh kurangnya penguasaan kosakata, maka perlu pengayaan kosakata.
4.
Jika anak tidak menyadari bahwa
dia membaca kata demi kata, rekamlah kegiatan anak membaca dan putarlah hasil
rekaman tersebut.
3)
Bimbingan terhadap anak yang
salah memparafrase
1.
Jika kesalahan disebabkan
ketidaktahuan anak terhadap makna kelompok kata (frasa), sajikan sejumlah
kelompok kata dan latihkan cara membacanya.
2.
Jika kesalahan disebabkan oleh
ketidaktahuan anak tentang tanda baca, perkenalkan fungsi tanda baca dan cara
membacanya.
3.
Memberikan paragraf tanpa tanda
baca, suruhlah anak untuk membacanya.
4.
Selanjutnya mengajak anak untuk
menuliskan tanda baca pada paragraf tersebut.
4)
Bimbingan terhadap anak yang
miskin pelafalan
1.
Bunyi-bunyi yang sulit diucapkan
perlu diajarkan secara tersendiri.
2.
Bagi anak yang tidak dapat
mengucapkan kata secara tepat berikan latihan khusus pengucapan kata-kata
tertentu yang dipandang sulit.
5)
Bimbingan terhadap anak yang
mengalami penghilangan kata
1.
Anak disuruh membaca ulang.
2.
Kenali jenis kata atau frasa yang
dihilangkan.
3.
Memberikan latihan membaca kata
atau frasa.
6)
Bimbingan terhadap anak yang sering
mengulangi kata
1.
Anak perlu disadarkan bahwa
mengulang kata dalam membaca merupakan kebiasaan buruk.
2.
Kenali jenis kata yang sering
diulang.
3.
Menyiapkan kata atau frasa jenis
untuk dilatihkan.
7)
Bimbingan terhadap anak yang
sering melakukan pembalikan kata
1.
Anak perlu disadarkan bahwa
membaca (dalam bahan yang menggunakan sistem alfabetis) menggunakan orientasi
dari kiri ke kanan.
2.
Bagi anak yang kurang menguasai
hubungan huruf-bunyi, siapkan kata-kata yang memiliki bentuk serupa untuk
dilatihkan.
3.
Latihan hendaknya dilakukan dalam
bentuk kata yang bermakna, misalnya: huruf p dan b dilatihkan dengan
menggunakan kata pagi dan bagi.
8)
Bimbingan terhadap anak yang
memiliki kebiasaan menyisipkan kata
Untuk mengatasi hal ini,
bimbinglah anak dengan menyuruh anak membaca dengan pelan-pelan dan
mengingatkan bahwa dia telah menambahkan kata dalam membaca.
9)
Bimbingan terhadap anak yang
memiliki kebiasaan mengganti suku kata
1.
Menggunakan bahan bacaan yang
teramsuk kategori mudah.
2.
Mengidentifikasi kata-kata yang
sulit diucapkan oleh anak.
3.
Melatih cara mengucapkan
kata-kata tersebut.
10)
Bimbingan terhadap anak yang
memiliki kebiasaan menggunakan gerak bibir, jari telunjuk, dan menggerakan
kepala
Untuk mengubah kebiasaan anak
yang selalu menggerakkan bibir sewaktu membaca dalam hati, dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1.
Anak disuruh mengumumkan suatu
kalimat, selanjutnya suruh anak untuk
mengulangi membaca kalimat tersebut tanpa mengunyam.
2.
Menjelaskan pada anak bahwa
membaca mengunyam dapat menghambat keefektifan membaca.
Sedangkan untuk menghadapi anak
yang menggunakan jari telunjuk dalam membaca, dapat dilakukan kegiatan berikut.
1.
Perhatikan apakah anak mengalami
gangguan mata.
2.
Menggunakan bacaan yang
cetakannya besar dan jelas.
3.
Latihkan teknik membaca prosa.
4.
Memperingkatkan anak untuk tidak
menggunakan jari telunjuk dalam membaca.
11)
Bimbingan terhadap anak yang
kesulitan mengucapkan bunyi konsonan
1.
Mengembangkan anak dalam
mendengarkan konsonan yang sulit misalnya tuliskan kata-kata yang dimulai
dengan konsonan (depan, adat, dapat, diri dan sebagainya).
2.
Menyuruh anak mencari dan
mengumpulkan kata yang didalamnya terkandung konsonan tersebut.
3.
Latihkan anak mengucapkan
kata-kata yang didalamnya terkandung konsonan.
12)
Bimbingan terhadap anak yang
mengalami kesulitan vokal
1.
Menanamkan pengertian pada diri
anak bahwa huruf-huruf tertentu dalam melambangkan lebih dari satu bunyi
misalnya: huruf e dapat melambangkan bunyi e dan é.
2.
Memberikan contoh huruf e yang
melambangkan bunyi e dan é dalam kata-kata.
3.
Mengajak anak mengumpulkan kata
yang didalamnya terkandung huruf tersebut.
13)
Bimbingan terhadap anak yang
mengalami kesulitan kluster, diftong, dan digraf
1.
Kenalkan kluster (misalnya st,
kl, gr, pr, sw), diftong (misalnya ai, oi, ui), dan digraf (misalnya sy, ng,
kh, dan ny) dalam kata atau kalimat.
2.
Menuliskan kata atau kalimat yang
mengandung kluster, diftong, dan digraf.
3.
Meminta anak untuk mengumpulkan
kata-kata yang didalamnya terkandung kluster, diftong, dan digraf.
4.
Perintahkan anak membacakan
kata-kata yang telah dikumpulkan.
14)
Bimbingan terhadap anak yang
kesulitan menganalisis struktur kata
1.
Mencatat kata-kata yang
seringkali dipandang sulit untuk diucapkan oleh anak.
2.
Memerkenalkan kata-kata yang
seringkali dipandang sulit untuk diucapkan oleh anak.
3.
Memperkenalkan kata-kata tersebut
kepada anak dengan memanfaatkan metode yang ada.
4.
Menyuruh anak mencari kata-kata
lain yang sejenis dan membacanya.
15)
Bimbingan terhadap anak yang
sulit mengenali makna kata dalam kalimat dan cara mengucapkannya
1.
Mengambil satu kata dan daftarkan
kata turunannya (misalnya kata: membaca, membacakan, dibaca, dibacakan, bacaan,
dan terbaca).
2.
Membimbing anak untuk mengenali
kata baca dan turunannya yang terdapat dalam bacaan tersebut.
3.
Mengalihkan pada kata lain
(misalnya kata tulis, gambar, makan, lari dan sebagainya).
3. Penutup
3.1 Simpulan
Membaca permulaan merupakan
tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa
belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan
menangkap isi bacaan dengan baik.
Untuk memperoleh kemampuan membaca
diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan:
1)
Lambang-lambang tulis.
2)
Penguasaan kosakata untuk memberi
arti.
3)
Memasukkan makna dalam kemahiran
bahasa.
Pembelajaran membaca permulaan
diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan
memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar
untuk dapat membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam
(Depdikbud, 1994:4) yaitu agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat
sederhana dengan lancar dan tepat”.
3.2 Saran
Sebagai seorang calon guru SD, kita diharapkan dapat memahami
pembelajaran membaca permulaan sehingga dapat menerapkan dalam pembelajaran
bahasa dengan baik. Selain itu, mengingat keterbatasan sumber literatur
penyusun, maka untuk keakuratan data tentang materi “Pembelajaran Membaca
Permulaan” yang diperoleh, disarankan kepada pembaca juga memiliki sumber buku
lain dan sumber literatur lain yang lebih valid, diluar sumber bacaan dari
internet yang belum dapat divalidasi seluruhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. 1991. Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Djago, Tarigan. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.
Mardiati. 2013. Membaca
Permulaan, online (https://mardiatiaceh.wordpress.com/ 2013/05/11/membaca-permulaan.html). Diakses
pada 10 Oktober 2015.
Zuchdi,
Darmiyati. dan Budiasih.1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah.
Jakarta: Depdikbud.
0 komentar:
Posting Komentar