Kamis, 09 Juni 2016

Pembelajaran Membaca Permulaan



Pembelajaran Membaca Permulaan

1.      Pembuka
1.1    Latar Belakang Masalah
              Sebagaimana kita semua ketahui, tujuan akhir kita dari pengajaran Bahasa Indonesia adalah siswa terampil berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan berbahasa tercermin dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yakni berbicara, membaca, menulis, dan menyimak. Pemerolehan keterampilan berbahasa selalu saling terkait, artinya pemerolehan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya.
              Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahsa tulis yang reseptif. Semua yang diperoleh melalui bacaan itu akan memungkinnkan orang tersebut mampu mempertinggi daya pikirannya, mempertajam pandangannya dan memperluas wawsannya. Dengan demikian maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapa pun yang ingin maju da meningkatkan diri. Pembelajaran di kelas I dan kelas II merupakan pembealajaran tahap awal, kemamapuan membaca siswa diperoleh di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca dikelas berikutnya. Oleh sebab itu, pembelajaran membaca di sekolah mempunyai peranan yang penting.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1      Apakah pengertian membaca permulaan?
1.2.2      Bagaimanakah tujuan membaca permulaan?
1.2.3      Apa sajakah metode yang digunakan dalam pembelajaran  membaca permulaan?
1.2.4      Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan anak mengalami kesulitan membaca permulaan?
1.2.5      Apa sajakah kesulitan yang dihadapi anak dalam membaca permulaan?
1.2.6      Bimbingan apa sajakah yang dilakukan guru dalam mengatasi anak yang megalami kesulitan membaca permulaan?
1.3    Tujuan
1.3.1      Menjelaskan pengertian membaca permulaan.
1.3.2      Menjelaskan tujuan membaca permulaan.
1.3.3      Menjelaskan metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan.
1.3.4      Menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan membaca permulaan.
1.3.5      Menyebutkan kesulitan yang dihadapi anak dalam membaca permulaan.
1.3.6      Mengetahui bimbingan yang dilakukan guru dalam mengatasi anak yang megalami kesulitan membaca permulaan.



2.      Pembahasan
2.1    Pengertian Membaca Permulaan
              Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
              Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan:
1)        Lambang-lambang tulis.
2)        Penguasaan kosakata untuk memberi arti.
3)        Memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
              Membaca Permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat (Nuryati, 2007).

2.2    Tujuan Membaca Permulaan
              Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam (Depdikbud, 1994:4) yaitu agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat”.
              Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I Sekolah Dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartu kalimat. Pembelajaran membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran.
              Dalam teori pendidikan klasik, mendidik anak-anak pra-sekolah dan kelas-kelas rendah belum memberi pengetahuan intelektual. Pendidikan lebih ditekankan pada usaha menyempurnakan rasa. Yang harus dikembangkan adalah kecerdasan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan pengendalian emosinya. Pendidikan pra-sekolah sesungguhnya ditekankan pada bagaimana menumbuhkan perasaan senang berimajinasi, menggunggah dan menggali hal-hal kecil di sekitarnya. Jika anak sudah senang terhadap hal-hal tersebut, dengan sendirinya minat dan potensi akademiknya akan tumbuh tepat pada waktunya, yaitu ketika tantangan dan tuntutan hidupnya semakin besar. Pembelajaran bahasa yang utama ialah sebagai alat komunikasi. Seorang anak belajar bahasa karena di desak oleh kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Oleh karena itu sejak dini anak-anak diarahkan agar mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk berkomunikasi dalam berbagai situasi yaitu, mampu menyapa, mengajukan pertanyaan, menjawab, menyebutkan pendapat dan perasaan melalui bahasa (Thahir, 1993:2 dalam http://digilib.unnes.ac.id).

2.3    Metode yang Digunakan dalam Pembelajaran Membaca
Dalam Pembelajaran Permulaan ada beberapa metode yang digunakan antara lain:
1)        Metode Eja
            Pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan mengenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad. Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.
Misalnya:      b, a – ba (dibaca be.a – ba)
                      d, u – du (dibaca de.u – du)
                      ba-du dilafalkan badu

2)        Metode Bunyi dan Abjad
            Proses pembelajaran membaca permulaan dengan metode bunyi hampir sama dengan metode eja, hanya saja perbedaannya terletak pada sistem pelafalan abjad atau huruf.
Misalnya:      huruf b dilafalkan /beh/
                      d dilafalkan /deh/
                      c dilafalkan /ceh/dan sebagainya.
Pemisalan selanjutnya kata “nani” dieja menjadi:
En.a – na
En.i – ni – dibaca – na-ni
            Metode ini sebenarnya merupakan bagian dari metode eja. Prinsip dasar proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad. Perbedaannya hanya terletak pada cara atau sistem pembacaan (pelafalan) abjad. Beda antara metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad, sedangkan pada metode bunyi huruf diucapkan sebagai bunyi.

3)        Metode Suku Kata dan Metode Kata
            Prose pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata seperti ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co, da, di, du, de, do, dan seterusnya. Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi pada suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar membaca dan menulis permulaan, kata-kata tadi misalnya:
ba-bi cu-ci da-da ka-ki
bi-bi ci-ca da-du ka-ku
ba-ca ka-ca du-ka ku-da
            Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat dimaksud seperti pada contoh dibawah ini:
ka-ki ku-da
ba-ca bu-ku
cu-ci ka-ki (dan sebagainya).

4)        Metode Global
            Sebagai contoh, di bawah ini merupakan bahan ajar untuk membaca dan menulis permulaan yang menggunakan metode global.
1.        memperkenalkan gambar dan kalimat
2.        menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata menjadi huruf-huruf.
Misalnya: ini mama
ini mama
i-n-i ma-ma
i-n-i m-a-m-a

5)        Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)
            SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula.  Dalam hal ini Momo (1979) mengungkapkan beberapa cara, metode ini dibagi menjadi dua tahap, yakni: tanpa buku dan menggunakan buku.
1.    Tahap tanpa buku, dengan cara:
1)        Merekam bahasa siswa, bahasa yang digunakan oleh siswa dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bahan bacaan adalah bahasa siswa sendiri maka siswa tidak mengalami kesulitan.
2)        Menampilkan gambar sambil bercerita. Dalam hal ini guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita seperti gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan bacaan.
Contoh: guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis sambil bercerita, misalnya : ini Adi, Adi sedang duduk dikursi.
Kalimat-kalimat guru tersebut dituliskan dipapan tulis, dan digunakan sebagai bahan bacaan.
3)        Membaca gambar.
Contoh: guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat “ini ibu”. Siswa melanjutkan bacaan tersebut dengan bimbingan guru.
4)        Membaca gambar dengan kartu kalimat.
Setelah siswa dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat gambar dibawah. Untuk memudahkan pelaksanaan dapat digunakan media papan slip atau papan flanel, kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf, kartu gambar. Dengan menggunakan media seperti itu untuk menguraikan dan menggabungkan kembali akan lebih mudah.
5)        Membaca kalimat secara struktural (S).
Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi sehingga ahirnya mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. Dalam kegiatan ini yang digunakan kartu-kartu kalimat serta papan slip atau flanel. Dengan dihilangkan gambar maka yang dibaca siswa adalah kalimat. Misalnya: ini bola, ini bola Adi


6)        Proses Analitik (A).
Sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata menjadi suku, suku menjadi huruf.
Misalnya:       Ini bola
                                         Ini        bola
                                         I           ni         bo        la
                                         I           n          i           b          o          l           a
7)        Proses Sintetik (S).
Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam kalimat yang digunakan, huruf-huruf itu dirangkai lagi menjadi suku kata dan kata menjadi kalimat.
Misalnya:       I           n          i           b          o          l           a
                      I           ni         bo        la
                      Ini        bola
2.    Tahap dengan buku, dengan cara :
1)        Membaca buku pelajaran.
2)        Membaca majalah bergambar.
3)        Membaca bacaan yang disusun oleh guru dan siswa.
4)        Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara berkelompok.
5)        Membaca bacaan yang disusun siswa secara individual.
Kelemahan Metode SAS yaitu:
1.    Kurang praktis.
2.    Membutuhkan banyak waktu.
3.    Membutuhkan alat peraga.

2.4    Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Mengalami Kesulitan Membaca Permulaan
1)        Faktor Internal
1.    Minat baca
Minat merupakan kegiatan siswa dengan penuh kesadaran terhadap suatu objek, oleh karena itu minat perlu dikembangkan dan dilatih dengan pembiasaan- pembiasaan terus menerus. Jika minat baca anak rendah maka tingkat keberhasilan anak dalam membaca akan sulit tercapai. Minat baca anak harus ditumbuhkembangkan sejak dini. Dan untuk membangkitkan minat baca siswa, guru harus memberikan motivasi dan bimbingan pada diri siswa.
2.    Motivasi
Kegiatan pembelajaran akan berhasil dan tercapai tujuannya jika dalam diri siswa tertanam motivasi. Motivasi dalam proses pembelajaran berfungsi untuk: membangkitkan (arousal function) yaitu mengajak siswa belajar, harapan (expectasi function) yaitu apa yang harus bisa dilakukan setelah berakhirnya pengajaran, intensif (incentive function) yaitu memberikan hadiah pada prestasi yang akan datang, disiplin (disciplinary function) yaitu menggunakan hadiah dan hukuman untuk mengontrol tingkah laku yang menyimpang (Abd. Rachman, 1993:115 dalam http://digilib.unnes.ac.id)
3.    Kepemilikan Kompetensi Membaca
Keterampilan berbahasa ada empat, yaitu: keterampilan membaca, berbicara, menyimak, dan menulis. Keterampilan dalam membaca diperlukan latihan-latihan tahap demi tahap. Kegiatan membaca terkait dengan pengenalan huruf, bunyi dan huruf atau rangkaian kata, makna atau maksud dan pemahaman terhadap makna atau maksud. Jika kegiatan membaca tidak dilakukan secara teratur maka keterampilan membaca yang dimiliki anak akan berkurang dengan sendirinya.
2)        Faktor Eksternal
          Faktor eksternal ini meliputi unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca. Dalam hal ini sekolah sebagai pusat kebudayaan harus menciptakan siswa yang gemar membaca melalui perpustakaan sekolah. Sekolah harus dapat menciptakan suasana perpustakaan yang menyenangkan dan memberi kenyamanan siswa dalam belajar. Lingkungan baca sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan membaca anak. Lingkungan baca anak yang menyenangkan akan memberi kenyamanan bagi si pembaca dan mempermudah anak dalam membaca.

2.5    Kesulitan yang Dihadapi Anak dalam Membaca Permulaan
1)        Kurang mengenali huruf
Ketidakmampuan anak dalam mengenal huruf-huruf alfabetis seringkali dijumpai oleh guru yang sulit membedakan huruf kapital dan huruf kecil.
2)        Membaca kata demi kata
Jenis kesulitan ini biasanya berhenti membaca setelah membaca sebuah kata, tidak segera diikuti dengan kata berikutnya. Hal ini disebabkan:
1.        gagal menguasai keterampilan pemecahan kode (decoding)
2.        gagal memahami makna kata
3.        kurang lancar membaca.
3)        Pemparafase yang salah
Dalam membaca anak seringkali melakukan pemenggalan (berhenti membaca) pada tempat yang tidak tepat atau tidak memperhatikan tanda baca, khususnya tanda koma.
4)        Miskin pelafalan
Ketidak tepatan pelafalan kata disebabkan anak tidak menguasai bunyi-bunyi bahasa (fonem).
5)        Penghilangan
Penghilangan yang dimaksud adalah menghilangkan (tidak dibaca) kata atau frasa dari teks yang dibacanya. Biasanya disebabkan ketidakmampuan anak mengucapkan huruf-huruf yang membentuk kata.
6)        Pengulangan
Kebiasaan anak mengulangi kata atau frasa dalam membaca disebabakan oleh faktor tidak mengenali kata, kurang menguasai huruf, bunyi, atau rendah keterampilannya.
7)        Pembalikan
Beberapa anak melakukan kegiatan membaca dengan menggunakan orientasi dari kanan ke kiri. Kata nasi dibaca isan. Selain itu, pembalikan juga dapat terjadi dalam membunyikan huruf-huruf, misal huruf b dibaca d, huruf p dibaca g. Kesulitan ini biasanya dialami oleh anak-anak kidal yang memiliki kecenderungan menggunakan orientasi dari kanan ke kiri dalam membaca dan menulis.
8)        Penyisipan
Kebiasaan anak untuk menambahkan kata atau frase dalam kalimat yang dibaca juga dipandang sebagai hambatan dalam membaca, misalnya, anak menambah kata seorang dalam kalimat “anak sedang bermain”.
9)        Penggantian
Kebiasaan mengganti suatu kata dengan kata lain disebabkan ketidakmampuan anak membaca suatu kata, tetapi dia tahu dari makna kata tersebut. Misalnya, karena anak tidak bisa membaca kata mengunyah maka dia menggantinya dengan kata makan.
10)    Menggunakan gerak bibir, jari telunjuk, dan menggerakkan kepala
Kebiasaan anak menggerakkan bibir, menggunakan telunjuk, dan menggerakan kepala sewaktu membaca dapat menghambat perkembangan anak dalam membaca.
11)    Kesulitan konsonan
Kesulitan dalam mengucapkan bunyi konsonan tertentu dan huruf yang melambangkan konsonan tersebut.
12)    Kesulitan vokal
Dalam bahasa Indonesia, beberapa vokal dilambangkan dalam satu huruf, misalnya e selain melambangkan bunyi e juga melambangkan bunyi é (dalam kata keras, kepala, kerang, telah dan sebagainya) huruf-huruf yang melambangkan beberapa bunyi seringkali menjadi sumber kesulitan anak dalam membaca.
13)    Kesulitan kluster, diftong, dan digraf
Dalam bahasa Indonesia dapat dijumpai adanya kluster (gabungan dua konsonan atau lebih), diftong (gabungan dua vokal), dan digraf (dua huruf yang melambangkan satu bunyi). Ketiga hal tersebut merupakan sumber kesulitan anak yang sedang belajar membaca.
14)    Kesulitan menganalisis struktur kata
Anak seringkali mengalami kesulitan dalam mengenali suku kata yang membangun suatu kata. Akibatnya anak tidak dapat mengucapkan kata yang dibacanya.
15)    Tidak mengenali makna kata dalam kalimat dan cara mengucapkannya
Hal ini disebabkan kurangnya penguasaan kosakata, kurangnya penguasaan struktur kata dan penguasaan unsur konteks (kalimat dan hubungan antar kalimat) (http://digilib.unnes.ac.id).

2.6    Bimbingan yang Dilakukan Guru dalam Mengatasi Anak yang Megalami Kesulitan Membaca Permulaan
1)        Bimbingan terhadap anak yang kurang mengenali huruf
1.        Huruf dijadikan bahan nyanyian.
2.        Menampilkan huruf dan mendiskusikan bentuk (karakteristiknya) khususnya huruf-huruf yang memiliki kemiripan bentuk (misalnya p, b, dan d).
2)        Bimbingan terhadap anak yang membaca kata demi kata
1.        Menggunakan bacaan yang tingkat kesulitannya rendah.
2.        Anak disuruh menulis kalimat dan membacanya dengan keras.
3.        Jika kesulitan ini disebabkan oleh kurangnya penguasaan kosakata, maka perlu pengayaan kosakata.
4.        Jika anak tidak menyadari bahwa dia membaca kata demi kata, rekamlah kegiatan anak membaca dan putarlah hasil rekaman tersebut.
3)        Bimbingan terhadap anak yang salah memparafrase
1.        Jika kesalahan disebabkan ketidaktahuan anak terhadap makna kelompok kata (frasa), sajikan sejumlah kelompok kata dan latihkan cara membacanya.
2.        Jika kesalahan disebabkan oleh ketidaktahuan anak tentang tanda baca, perkenalkan fungsi tanda baca dan cara membacanya.
3.        Memberikan paragraf tanpa tanda baca, suruhlah anak untuk membacanya.
4.        Selanjutnya mengajak anak untuk menuliskan tanda baca pada paragraf tersebut.
4)        Bimbingan terhadap anak yang miskin pelafalan
1.        Bunyi-bunyi yang sulit diucapkan perlu diajarkan secara tersendiri.
2.        Bagi anak yang tidak dapat mengucapkan kata secara tepat berikan latihan khusus pengucapan kata-kata tertentu yang dipandang sulit.
5)        Bimbingan terhadap anak yang mengalami penghilangan kata
1.        Anak disuruh membaca ulang.
2.        Kenali jenis kata atau frasa yang dihilangkan.
3.        Memberikan latihan membaca kata atau frasa.
6)        Bimbingan terhadap anak yang sering mengulangi kata
1.        Anak perlu disadarkan bahwa mengulang kata dalam membaca merupakan kebiasaan buruk.
2.        Kenali jenis kata yang sering diulang.
3.        Menyiapkan kata atau frasa jenis untuk dilatihkan.
7)        Bimbingan terhadap anak yang sering melakukan pembalikan kata
1.        Anak perlu disadarkan bahwa membaca (dalam bahan yang menggunakan sistem alfabetis) menggunakan orientasi dari kiri ke kanan.
2.        Bagi anak yang kurang menguasai hubungan huruf-bunyi, siapkan kata-kata yang memiliki bentuk serupa untuk dilatihkan.
3.        Latihan hendaknya dilakukan dalam bentuk kata yang bermakna, misalnya: huruf p dan b dilatihkan dengan menggunakan kata pagi dan bagi.
8)        Bimbingan terhadap anak yang memiliki kebiasaan menyisipkan kata
Untuk mengatasi hal ini, bimbinglah anak dengan menyuruh anak membaca dengan pelan-pelan dan mengingatkan bahwa dia telah menambahkan kata dalam membaca.



9)        Bimbingan terhadap anak yang memiliki kebiasaan mengganti suku kata
1.        Menggunakan bahan bacaan yang teramsuk kategori mudah.
2.        Mengidentifikasi kata-kata yang sulit diucapkan oleh anak.
3.        Melatih cara mengucapkan kata-kata tersebut.
10)    Bimbingan terhadap anak yang memiliki kebiasaan menggunakan gerak bibir, jari telunjuk, dan menggerakan kepala
Untuk mengubah kebiasaan anak yang selalu menggerakkan bibir sewaktu membaca dalam hati, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.        Anak disuruh mengumumkan suatu kalimat, selanjutnya suruh anak   untuk mengulangi membaca kalimat tersebut tanpa mengunyam.
2.        Menjelaskan pada anak bahwa membaca mengunyam dapat    menghambat    keefektifan membaca.
Sedangkan untuk menghadapi anak yang menggunakan jari telunjuk dalam membaca, dapat dilakukan kegiatan berikut.
1.        Perhatikan apakah anak mengalami gangguan mata.
2.        Menggunakan bacaan yang cetakannya besar dan jelas.
3.        Latihkan teknik membaca prosa.
4.        Memperingkatkan anak untuk tidak menggunakan jari telunjuk dalam membaca.
11)    Bimbingan terhadap anak yang kesulitan mengucapkan bunyi konsonan
1.        Mengembangkan anak dalam mendengarkan konsonan yang sulit misalnya tuliskan kata-kata yang dimulai dengan konsonan (depan, adat, dapat, diri dan sebagainya).
2.        Menyuruh anak mencari dan mengumpulkan kata yang didalamnya terkandung konsonan tersebut.
3.        Latihkan anak mengucapkan kata-kata yang didalamnya terkandung konsonan.



12)    Bimbingan terhadap anak yang mengalami kesulitan vokal
1.        Menanamkan pengertian pada diri anak bahwa huruf-huruf tertentu dalam melambangkan lebih dari satu bunyi misalnya: huruf e dapat melambangkan bunyi e dan é.
2.        Memberikan contoh huruf e yang melambangkan bunyi e dan é dalam kata-kata.
3.        Mengajak anak mengumpulkan kata yang didalamnya terkandung huruf tersebut.
13)    Bimbingan terhadap anak yang mengalami kesulitan kluster, diftong, dan digraf
1.        Kenalkan kluster (misalnya st, kl, gr, pr, sw), diftong (misalnya ai, oi, ui), dan digraf (misalnya sy, ng, kh, dan ny) dalam kata atau kalimat.
2.        Menuliskan kata atau kalimat yang mengandung kluster, diftong, dan digraf.
3.        Meminta anak untuk mengumpulkan kata-kata yang didalamnya terkandung kluster, diftong, dan digraf.
4.        Perintahkan anak membacakan kata-kata yang telah dikumpulkan.
14)    Bimbingan terhadap anak yang kesulitan menganalisis struktur kata
1.        Mencatat kata-kata yang seringkali dipandang sulit untuk diucapkan oleh anak.
2.        Memerkenalkan kata-kata yang seringkali dipandang sulit untuk diucapkan oleh anak.
3.        Memperkenalkan kata-kata tersebut kepada anak dengan memanfaatkan metode yang ada.
4.        Menyuruh anak mencari kata-kata lain yang sejenis dan membacanya.
15)    Bimbingan terhadap anak yang sulit mengenali makna kata dalam kalimat dan cara mengucapkannya
1.        Mengambil satu kata dan daftarkan kata turunannya (misalnya kata: membaca, membacakan, dibaca, dibacakan, bacaan, dan terbaca).
2.        Membimbing anak untuk mengenali kata baca dan turunannya yang terdapat dalam bacaan tersebut.
3.        Mengalihkan pada kata lain (misalnya kata tulis, gambar, makan, lari dan sebagainya).



3.    Penutup
3.1    Simpulan
              Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik.
              Untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan:
1)        Lambang-lambang tulis.
2)        Penguasaan kosakata untuk memberi arti.
3)        Memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
              Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam (Depdikbud, 1994:4) yaitu agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat”.

3.2    Saran
Sebagai seorang calon guru SD, kita diharapkan dapat memahami pembelajaran membaca permulaan sehingga dapat menerapkan dalam pembelajaran bahasa dengan baik. Selain itu, mengingat keterbatasan sumber literatur penyusun, maka untuk keakuratan data tentang materi “Pembelajaran Membaca Permulaan” yang diperoleh, disarankan kepada pembaca juga memiliki sumber buku lain dan sumber literatur lain yang lebih valid, diluar sumber bacaan dari internet yang belum dapat divalidasi seluruhnya.



DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. 1991. Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
                   

Djago, Tarigan. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.


Mardiati. 2013. Membaca Permulaan, online (https://mardiatiaceh.wordpress.com/ 2013/05/11/membaca-permulaan.html). Diakses pada  10 Oktober 2015.


Zuchdi, Darmiyati. dan Budiasih.1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.


0 komentar:

Posting Komentar

 
;