Pendekatan menurut
Edwar M.Anthoni, 1963 adalah seperangkat asumsi korelatif yang
menangani hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan pembelajaran
bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatik. Metode merupakan rencana keseluruhan
penyajian bahasa secara rapi, tertib, yang tidak ada bagian-bagiannya yang
berkontradiksi dan kesemuanya itu didasarkan pada pendekatan terpilih. Metode
bersifat prosedural. Di dalam satu pendekatan mungkin terdapat banyak
metode. Teknik merupakan suatu muslihat, tipu daya dalam menyajikan bahan.
Teknik harus sejalan dengan metode dan serasi dengan pendekatan. Teknik
bersifat implementasi.
Richards &
Rodgers,1986 menyempurnakan pendapat Anthoni. Mereka menambahkan peran guru,
siswa bahan, tujuan silabus dan tipe kegiatan dan pengajaran pada segi metode,
sehingga muncul istilah desain atau rancang-bangun.istilah teknik diganti
dengan istilah prosedur.
Pendekatan menurut Kosadi, dkk
(1979) adalah seperangakat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan
proses belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989) Pendekatan
adalah seperangkat korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan
bahasa. Sedangkan menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian
asumsi yang bersifat hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa.
Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (teacher centered approach).
2.2 Jenis-jenis pendekatan
Berikut merupakan macam- macam pendekatan
pengajaran bahasa, di antaranya adalah:
2.2.1
Pendekatan tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran, bahwa
dalam setiap kegiatan belajar mengajar yang harus dipikirkan dan ditetapkan
lebih dahulu adalah tujuan yang hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan
yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan
teknik pengajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan pembelajaran
tersebut dapat dicapai. Jadi, proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan
yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri. Misalnya untuk pokok
bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan ialah “Siswa mampu
membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”.
Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting ialah tercapainya
tujuan yakni siswa memiliki kemampuan mengarang.
Penerapan
pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”. Dengan
“cara belajar tuntas”, berarti suatu kegiatan belajar mengajar dianggap
berhasil, apabila sedikit-dikitnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti
pelajaranitu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru.
Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif. Jika
sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab
dengan betul minimal 75% dari soal yang diberikan guru maka pembelajaran dapat
dianggap berhasil.
2.2.2
Pendekatan
struktural
Pendekatan Struktural merupakan salah
satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang
menganggap bahasa sebagai kaidah. Atas dasar anggapan tersebut timbul pemikiran
bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa
atau tata bahasa. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan
pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercakup dalam fonologi, mofologi,
dan sintaksis.
Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola
kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Dengan struktural,
siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami
kaidah-kaidahnya. Misalnya saja,
mereka mungkin tidak akan membuat kesalahan seperti di bawah ini.
“Bajunya
anak itu baru.”
“Di sekolahan kami mengadakan pertandingan sepak bola.”
“Anak-anak
itu lari-lari di halaman.”
2.2.3
Pendekatan ketrampilan proses
Pendekatan
keterampilan proses adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang
berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan
hasil belajar. Keterampilan proses meliputi keterampilan intelektual,
keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Keterampilan proses berfungsi
sebagai alat menemukan dan mengembangkan konsep.
Konsep yang
telah ditemukan atau dikembangkan berfungsi pula sebagai penunjang keterampilan
proses. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan pengembangan
konsep dalam proses belajar mengajar menghasilkan sikap dan nilai dalam diri
siswa. Tanda-tandanya terlihat pada diri siswa seperti teliti, kreatif, kritis,
objektif, tenggang rasa, bertanggung jawab, jujur, terbuka, dapat bekerja sama,
rajin, dan sebagainya.
Keterampilan
proses dibangun sejumlah keterampilan-keterampilan. Karena itu pencapainnya
atau pengembangannya dilaksanakan dalam setiap proses belajar mengajar dalam
semua mata pelajaran. Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik sendiri.
Karena itu dalam penjabaran keterampilan proses dapat berbeda pada setiap mata
pelajaran.
Pendekatan ini
merupakan pemberian/menumbuhkan kemampuan-kemampuan dasar untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang meliputi beberapa kemampuan
seperti:
a. Kemampuan
mengamati
b. Kemampuan
menghitung
c. Kemampuan
mengukur
d. Kemampuan
mengklasifikasi
e. Kemampuan
menemukan hubungan
f. Kemampuan
membuat prediksi
g. Kemampuan
melaksanakan penelitian
h. Kemampuan
mengumpulkan dan menganalisis data
i. Kemampuan
mengkomunikasikan hasil
Keterampilan
proses berkaitan dengan kemampuan. Oleh karena itu penerapan keterampilan
proses diletakkan dalam kompetensi dasar. Keterampilan proses juga dikenali
pada instruksi yang disampaikan oleh guru kepada siswa untuk mengerjakan
sesuatu.
Contoh:
Kompetensi
Dasar: Siswa dapat menyusun sebuah pengumuman sebagai sarana menyampaikan
informasi (keterampilan proses yang tersirat dalam kompetensi dasar adalah
mengkomunikasikan)
2.2.4
Pendekatan
whole language
Whole language adalah satu pendekatan pengajaran bahasa
yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah (Edelsky,
1991; Froese,1990; Goodman,1986; Weaver,1992). Whole language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang
bahasa, tentang pembelajaran, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam
pembelajaran. Whole language dimulai
dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan
keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan
secara terpadu.
Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada
delapan komponen:
. 1. Reading
Aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang
dilakukan oleh guru untuk siswanya. Manfaat yang didapat dari reading aloud
antara lain meningkatkan keterampilan menyimak,memperkaya kosakata, membantu
meningkatkan membaca pemahaman, dan menumbuhkan minat baca pada siswa.
2. Jurnal Writing
Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk
lancar mencurahkan gagasan dan menceritakan kejadian di sekitarnya, menggunakan
bahasa dalam bentuk tulisan. Banyak manfaat yang diperoleh dari menulis jurnal
antara lain:
a. Meningkatkan kemampuan menulis
b. Meningkatkan kemampuan membaca
c. Menumbuhkan keberanian menghadap risiko
d. Memberi kesempatan untuk membuat refleksi
e. Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi
f.
Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis
g. Meningkatkan kemampuan berpikir
h. Meningkatkan kesadaran akan peraturan
menulis
i. Menjadi alat evaluasi
j. Menjadi dokumen tertulis
3. Sustained Silent Reading
Sustained Silent Reading adalah kegiatan
membaca dalam hati yang dilakukan siswa. Siswa dibiarkan untuk memilih bacaan
yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan bacaan
tersebut. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang
menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih
materi bacaan. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini
adalah:
a. Membaca adalah kegiatan penting yang
menyenangkan
b. Membaca dapat dilakukan oleh siapapun
c. Membaca berarti kita berkomunikasi dengan
pengarang buku tersebut
d. Siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada
bacaannya dalam waktu yang cukup lama
e. Guru percaya bahwa siswa memahami apa yang
mereka baca
f. Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik
dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir
4. Shared Reading
Shared Reading adalah kegiatan membaca bersama
antara guru dan siswa, dimana setiap orang mempunyai buku yang sedang
dibacanya.
Ada
beberapa cara melakukan kegiatan ini:
a.
Guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk
kelas rendah)
b.
Guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat
bacaan yang tertera pada buku
c.
Siswa membaca bergiliran
Maksud kegiatan ini adalah:
a.
Sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan
untuk memperhatikan guru membaca sebagai model
b.
Memberikan kesempatan untuk memperlihatkan
keterampilan membacanya
c.
Siswa yang masih kurang terampil dalam membaca
mendapat contoh membaca yang benar
5. Guided Reading
Guided reading disebut juga membaca terbimbing,
guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam membaca
terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri,
tetapi lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca
dan mendiskusikan buku yang sama.
6. Guided Writing
Guided Writing atau menulis terbimbing, peran
guru adalah sebagai fasilitator, membantu siswa menemukan apa yang ingin
ditulisnya dan bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik.
7. Independent Reading
Independent Reading atau membaca bebas adalah kegiatan
membaca, dimana siswa berkesempatan untuk menentukan sendiri materi yang ingin
dibacanya. Membaca bebas merupakan
bagian integral dari whole language. Dalam independent reading, siswa
bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun
berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang
pengamat, fasilitator, dam pemberi respons.
8. Independent Writing
Independent Writing atau menulis bebas
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, kebiasaan menulis, dan
kemampuan berpikir kritis. Jenis menulis yang termasuk independent writing
antara lain menulis jurnal dan menulis respons.
Ciri-Ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole
language:
a.
Kelas yang menerapkan whole language penuh
dengan barang cetakan.
b. Siswa
belajar melalui model atau contoh
c.
Siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat
kemampuannya
d.
Siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran
e.
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran
f.
Siswa berani mengambil risiko dan bebas
bereksperimen
g.
Siswa mendapat balikan (feedback) positif baik
dari guru maupun temannya
Penilaian dalam kelas whole language
Di dalam kelas whole language, guru senantiasa
memperhatikan kegiatan yang dilakukan siswa. Secara informal selama pembbelajaran
berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan, berdiskusi baik
dalam kelompok ataupun diskusi kelas. Penilaian juga berlangsung ketika siswa
dan guru mengadakan konferensi, alat penilaiannya seperti observasi dan catatan
anecdote. Selain penilaian informal, penilaian dilakukan dengan portofolio.
Portofolio adalah kumpulan hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran.
Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik.
2.2.5 Pendekatan kontekstual
Hakikat pendekatan kontekstual adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pendekatan ini dilibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif
yaitu: konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, dan asesmen autentik.
Johnson (dalam Nurhadi, 2004:13-14)
mengungkapakan bahwa karakteristik pendekatan kontekstual memiliki delapan
komponen utama yaitu:
a. Memiliki hubungan yang bermakna
b. Melakukan kegiatan yang signifikan
c. Belajar yang diatur sendiri
d. Bekerja sama
e. Berfikir kritis dan kreatif
f. Mengasuh dan memelihara pribadi peserta
didik
g. Mencapai standar yang tinggi
h. Menggunakan penilaian autentik
Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Langkah-langkah
penerapan kontekstual di kelas yaitu sebagai berikut:
a.
Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik
akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bertanya (komponen
konstruktivisme)
b.
Melaksanakan kegiatan menemukan sendiri untuk
mencapai kompetensi yang diinginkan (komponen inkuiri)
c.
Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik
dengan bertanya (kompoonen bertanya)
d.
Menciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok
(komponen masyarakat belajar)
e.
Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
(komponen pemodelan)
f.
Melakukan refleksi di akhir pertemuan, agar
peserta didik merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen refleksi)
g. Melakukan
penilaian yang autentik dari berbagai sumber dan cara (komponen asesmen
autentik).
2.2.6
Pendekatan Komunikatif
Pada
bagian terdahulu sudah dikemukakan bahwa pandangan tentang bahasa dan
pembelajaran bahasa selalu mengalami perubahan, sejalan dengan perkembangan
pola pikir masyarakat. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia,
akhir-akhir ini sedang digalakkan penerapan pendekatan komunikatif dan pendekatan
terpadu. Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh
pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan
yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Tampak bahwa bahasa tidak hanya
dipandang sebagai seperangkat kaidah tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai
sarana untuk berkomunikasi. Ini berarti, bahasa ditempatkan sesuai dengan
fungsinya, yaitu fungsi komunikatif. Menurut Littlewood (1981) pemikiran
pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa:
1. Pendekatan komunikatif membuka diri
bagi pandangan yang lebih luas tentang bahasa. Hal ini terutama menyebabkan
orang melihat bahwa bahasa tidak terbatas pada tata bahasa dan kosakata, tetapi
juga pada fungsi komunikatif bahasa.
2. Pendekatan komunikatif membuka diri
bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal itu menimbulkan
kesadaran bahwa mengajarkan bahasa. tidak cukup dengan memberikan kepada siswa
bagaimana bentuk bentuk bahasa asing, tetapi siswa harus mampu mengembangkan
cara cara menerapkan bentuk bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai
sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Sehubungan
dengan pendapat itu, dia mengemukakan beberapa alternatif teknik pembelajaran
bahasa. Dalam kegiatan belajar mengajar, kepada siswa diberikan latihan, antara
lain seperti di bawah ini.
1. Memberikan informasi secara terbatas
Contoh:
a) Mengidentifikasi gambar
Dua orang siswa ditugasi mengadakan
percakapan (bertanya jawa tentang benda-benda yang terdapat di dalam gambar
yang disediakan oleh guru. Pertanyaan dapat mengenai warna, jumlah, bentuk, dan
sebagainya.
b) Menemukan/mencari pasangan yang
cocok
Guru memberikan gambar kepada
sekelompok siswa yang masing-masing mendapat sebuah gambar yang berbeda.
Seorang siswa yang lain (di luar kelompok) diberi duplikat salah satu gambar
yang telah dibagikan. Siswa ini harus mengajukan pertanyaan pertanyaan kepada
teman temannya yang membawa gambar, dengan tujuan untuk mengetahui identifikasi
atau ciri-ciri gambar yang mereka bawa. Dari hasil tanya jawab itu siswa
(pembawa duplikat) tersebut harus dapat menemukan siapa di antara
teman-temannya itu yang membawa gambar yang cocok dengan duplikat yang
dibawanya.
c) Menemukan informasi yang ditiadakan
Guru memberikan informasi tetapi ada
bagian-bagian yang sengaja ditiadakan. Siswa ditugasi mencari atau menemukan
bagian yang tidak ada itu. Kemudian A mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
B, sehingga is (A) dapat mengetahui gambar yang mana yang tidak ada pada gambar
milik B.
2. Memberikan informasi tanpa dibatasi
bebas (tak terbatas)
Contoh:
a) Mengomunikasikan contoh dan gambar
Siswa A membawa sebuah model
bentuk-bentuk yang diatur/disusun ke dalam (menjadi) sebuah contoh. Siswa B
juga membawa bentuk-bentuk yang sama. Mereka, A dan B, harus saling memberikan
informasi sehingga B dapat mengetahui contoh yang ada pada A dengan
setepat-tepatnya.
b) Menemukan perbedaan
Siswa A dan B masing-masing
mempunyai sebuah gambar yang sama, kecuali beberapa bagian. Para siswa harus
mendiskusikan gambar tersebut sehingga menemukan
perbedaannya.
c) Menyusun kembali bagian-bagian
cerita
Sebuah gambar cerita (tanpa dialog)
dipotong-potong. Setiap anggota kelompok memegang satu bagian tanpa mengetahui
bagian gambar yang dipegang oleh yang lain; kelompok itu harus menentukan
urutan aslinya, dan menyusun kembali cerita itu.
3. Mengumpulkan informasi untuk
memecahkan masalah
Contoh:
Siswa mempunyai rencana akan
mengunjungi sebuah kota yang menarik. B mempunyai daftar/jadwal bus. Mereka
harus merencanakan perjalanan yang akan dilakukan yang memungkinkan mereka
untuk mengunjungi beberapa tempat (misalnya 5 tempat) dalam satu hari, dan
menggunakan waktu sekurang-kurangnya setengah jam untuk tiap tempat. Siswa
harus memilih tempat yang paling menarik bagi mereka.
4. Menyusun informasi
Contoh:
Siswa diminta membayangkan bahwa
mereka akan mengadakan "camping" (berkemah) gunung selama tiga hari.
Tiap anggota hanya boleh membawa barang kira-kira seberat 11 kg.
Kelompok-kelompok itu harus menentukan apa saja yang akan mereka bawa, dengan
melihat daftar barang yang patut dibawa, yang diberikan oleh guru, dan
mempersiapkan pembelaan apabila mereka ditentang oleh kelompok lain.
Latihan-latihan
tersebut merupakan latihan penggunaan bahasa dalam aktivitas komunikasi yang
bersifat fungsional di dalam kelas. Di samping itu, juga terdapat tipe
aktivitas komunikatif yang lain, yakni aktivitas interaksi sosial, interaksi di
dalam masyarakat atau dalam pergaulan. Dalam hal ini latihan yang diberikan
kepada siswa antara lain dapat berupa:
1) Kelas sebagai konteks sosial
Contoh: Percakapan atau diskusi.
2) Simulasi dan bermain peran
Contoh:
a) Siswa diminta membayangkan dirinya
ada di dalam suatu situasi yang dapat terjadi di luar kelas. Ini dapat saja
berupa kejadian yang sederhana, misalnya, bertemu seorang teman di jalan;
tetapi dapat pula kejadian yang bersifat kompleks, seperti negosiasi di dalam
bisnis.
b) Mereka (siswa) diminta memilih peran
tertentu dalam suatu situasi. Dalam beberapakasus, mungkin mereka berlaku
sebagai dirinya sendiri; tetapi dalam kasus-kasus lain, mungkin mereka harus
memperagakan sesuatu di dalam simulasi.
c) Mereka diminta berbuat seperti kalau
situasi itu benar-benar terjadi sesuai dengan peran mereka masing-masing.
Permainan peran ini tidak selalu dalam bentuk akting tetapi dapat juga dalam
bentuk debat atau improvisasi
0 komentar:
Posting Komentar