Kamis, 09 Juni 2016

Pendekatan Pembelajaran



2.1 Pengertian pendekatan pembelajaran
Pendekatan menurut Edwar M.Anthoni, 1963 adalah seperangkat asumsi korelatif yang menangani hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan pembelajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatik. Metode merupakan rencana keseluruhan penyajian bahasa secara rapi, tertib, yang tidak ada bagian-bagiannya yang berkontradiksi dan kesemuanya itu didasarkan pada pendekatan terpilih. Metode bersifat prosedural. Di dalam satu pendekatan mungkin terdapat banyak metode. Teknik merupakan suatu muslihat, tipu daya dalam menyajikan bahan. Teknik harus sejalan dengan metode dan serasi dengan pendekatan. Teknik bersifat implementasi.
Richards & Rodgers,1986 menyempurnakan pendapat Anthoni. Mereka menambahkan peran guru, siswa bahan, tujuan silabus dan tipe kegiatan dan pengajaran pada segi metode, sehingga muncul istilah desain atau rancang-bangun.istilah teknik diganti dengan istilah prosedur.
Pendekatan menurut Kosadi, dkk (1979) adalah seperangakat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989) Pendekatan adalah seperangkat korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
2.2      Jenis-jenis pendekatan
Berikut merupakan macam- macam pendekatan pengajaran bahasa, di antaranya adalah:
2.2.1        Pendekatan tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran, bahwa dalam setiap kegiatan belajar mengajar yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu adalah tujuan yang hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pengajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi, proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri. Misalnya untuk pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan ialah “Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”. Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting ialah tercapainya tujuan yakni siswa memiliki kemampuan mengarang.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”. Dengan “cara belajar tuntas”, berarti suatu kegiatan belajar mengajar dianggap berhasil, apabila sedikit-dikitnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti pelajaranitu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif. Jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan betul minimal 75% dari soal yang diberikan guru maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.

2.2.2        Pendekatan struktural
Pendekatan Struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai kaidah. Atas dasar anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercakup dalam fonologi, mofologi, dan sintaksis.
 Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Dengan struktural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami kaidah-kaidahnya. Misalnya saja, mereka mungkin tidak akan membuat kesalahan seperti di bawah ini.
“Bajunya anak itu baru.”
Di sekolahan kami mengadakan pertandingan sepak bola.”
Anak-anak itu lari-lari di halaman.”

2.2.3        Pendekatan ketrampilan proses
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil belajar. Keterampilan proses meliputi keterampilan intelektual, keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Keterampilan proses berfungsi sebagai alat menemukan dan mengembangkan konsep.
Konsep yang telah ditemukan atau dikembangkan berfungsi pula sebagai penunjang keterampilan proses. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan pengembangan konsep dalam proses belajar mengajar menghasilkan sikap dan nilai dalam diri siswa. Tanda-tandanya terlihat pada diri siswa seperti teliti, kreatif, kritis, objektif, tenggang rasa, bertanggung jawab, jujur, terbuka, dapat bekerja sama, rajin, dan sebagainya.
Keterampilan proses dibangun sejumlah keterampilan-keterampilan. Karena itu pencapainnya atau pengembangannya dilaksanakan dalam setiap proses belajar mengajar dalam semua mata pelajaran. Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik sendiri. Karena itu dalam penjabaran keterampilan proses dapat berbeda pada setiap mata pelajaran.
Pendekatan ini merupakan pemberian/menumbuhkan kemampuan-kemampuan dasar untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang meliputi beberapa kemampuan seperti:
a. Kemampuan mengamati
b. Kemampuan menghitung
c. Kemampuan mengukur
d. Kemampuan mengklasifikasi
e. Kemampuan menemukan hubungan
f. Kemampuan membuat prediksi
g. Kemampuan melaksanakan penelitian
h. Kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data
i. Kemampuan mengkomunikasikan hasil
Keterampilan proses berkaitan dengan kemampuan. Oleh karena itu penerapan keterampilan proses diletakkan dalam kompetensi dasar. Keterampilan proses juga dikenali pada instruksi yang disampaikan oleh guru kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu.
Contoh:
Kompetensi Dasar: Siswa dapat menyusun sebuah pengumuman sebagai sarana menyampaikan informasi (keterampilan proses yang tersirat dalam kompetensi dasar adalah mengkomunikasikan)
2.2.4        Pendekatan whole language
Whole language adalah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah (Edelsky, 1991; Froese,1990; Goodman,1986; Weaver,1992). Whole language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran. Whole language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu.
Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen:
.                               1. Reading Aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Manfaat yang didapat dari reading aloud antara lain meningkatkan keterampilan menyimak,memperkaya kosakata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan menumbuhkan minat baca pada siswa.
2. Jurnal Writing
Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk lancar mencurahkan gagasan dan menceritakan kejadian di sekitarnya, menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Banyak manfaat yang diperoleh dari menulis jurnal antara lain:
a. Meningkatkan kemampuan menulis
b. Meningkatkan kemampuan membaca
c. Menumbuhkan keberanian menghadap risiko
d. Memberi kesempatan untuk membuat refleksi
e. Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi
f. Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis
g. Meningkatkan kemampuan berpikir
h. Meningkatkan kesadaran akan peraturan menulis
i. Menjadi alat evaluasi
j. Menjadi dokumen tertulis
3. Sustained Silent Reading
Sustained Silent Reading adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan siswa. Siswa dibiarkan untuk memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan bacaan tersebut. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah:
a. Membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan
b. Membaca dapat dilakukan oleh siapapun
c. Membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut
d. Siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama
e. Guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca
f. Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir
4. Shared Reading
Shared Reading adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa, dimana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya.
Ada beberapa cara melakukan kegiatan ini:
a.       Guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk kelas rendah)
b.      Guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku
c.       Siswa membaca bergiliran
Maksud kegiatan ini adalah:
a.       Sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai model
b.      Memberikan kesempatan untuk memperlihatkan keterampilan membacanya
c.       Siswa yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar
5. Guided Reading
Guided reading disebut juga membaca terbimbing, guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam membaca terbimbing    penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri, tetapi lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama.
6. Guided Writing
Guided Writing atau menulis terbimbing, peran guru adalah sebagai fasilitator, membantu siswa menemukan apa yang ingin ditulisnya dan bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik.
7. Independent Reading
Independent Reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca, dimana siswa berkesempatan untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading, siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dam pemberi respons.



8. Independent Writing
Independent Writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, kebiasaan menulis, dan kemampuan berpikir kritis. Jenis menulis yang termasuk independent writing antara lain menulis jurnal dan menulis respons.
Ciri-Ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language:
a.       Kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan.
b.      Siswa belajar melalui model atau contoh
c.       Siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
d.      Siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran
e.       Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran
f.       Siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen
g.      Siswa mendapat balikan (feedback) positif baik dari guru maupun temannya

Penilaian dalam kelas whole language
Di dalam kelas whole language, guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan siswa. Secara informal selama pembbelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan, berdiskusi baik dalam kelompok ataupun diskusi kelas. Penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi, alat penilaiannya seperti observasi dan catatan anecdote. Selain penilaian informal, penilaian dilakukan dengan portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik.



2.2.5  Pendekatan kontekstual
Hakikat pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendekatan ini dilibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu: konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan asesmen autentik.
Johnson (dalam Nurhadi, 2004:13-14) mengungkapakan bahwa karakteristik pendekatan kontekstual memiliki delapan komponen utama yaitu:
a. Memiliki hubungan yang bermakna
b. Melakukan kegiatan yang signifikan
c. Belajar yang diatur sendiri
d. Bekerja sama
e. Berfikir kritis dan kreatif
f. Mengasuh dan memelihara pribadi peserta didik
g. Mencapai standar yang tinggi
h. Menggunakan penilaian autentik
Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Langkah-langkah penerapan kontekstual di kelas yaitu sebagai berikut:
a.       Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bertanya (komponen konstruktivisme)
b.      Melaksanakan kegiatan menemukan sendiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan (komponen inkuiri)
c.       Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya (kompoonen bertanya)
d.      Menciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen masyarakat belajar)
e.       Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran (komponen pemodelan)
f.       Melakukan refleksi di akhir pertemuan, agar peserta didik merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen refleksi)
g.      Melakukan penilaian yang autentik dari berbagai sumber dan cara (komponen asesmen autentik).
2.2.6 Pendekatan Komunikatif
Pada bagian terdahulu sudah dikemukakan bahwa pandangan tentang bahasa dan pembelajaran bahasa selalu mengalami perubahan, sejalan dengan perkembangan pola pikir masyarakat. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, akhir-akhir ini sedang digalakkan penerapan pendekatan komunikatif dan pendekatan terpadu. Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Tampak bahwa bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana untuk berkomunikasi. Ini berarti, bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yaitu fungsi komunikatif. Menurut Littlewood (1981) pemikiran pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa:
1.      Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang lebih luas tentang bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa tidak terbatas pada tata bahasa dan kosakata, tetapi juga pada fungsi komunikatif bahasa.
2.      Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal itu menimbulkan kesadaran bahwa mengajarkan bahasa. tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana bentuk bentuk bahasa asing, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara cara menerapkan bentuk bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Sehubungan dengan pendapat itu, dia mengemukakan beberapa alternatif teknik pembelajaran bahasa. Dalam kegiatan belajar mengajar, kepada siswa diberikan latihan, antara lain seperti di bawah ini.
1.      Memberikan informasi secara terbatas
Contoh:
a)      Mengidentifikasi gambar
Dua orang siswa ditugasi mengadakan percakapan (bertanya jawa tentang benda-benda yang terdapat di dalam gambar yang disediakan oleh guru. Pertanyaan dapat mengenai warna, jumlah, bentuk, dan sebagainya.
b)      Menemukan/mencari pasangan yang cocok
Guru memberikan gambar kepada sekelompok siswa yang masing-masing mendapat sebuah gambar yang berbeda. Seorang siswa yang lain (di luar kelompok) diberi duplikat salah satu gambar yang telah dibagikan. Siswa ini harus mengajukan pertanyaan pertanyaan kepada teman temannya yang membawa gambar, dengan tujuan untuk mengetahui identifikasi atau ciri-ciri gambar yang mereka bawa. Dari hasil tanya jawab itu siswa (pembawa duplikat) tersebut harus dapat menemukan siapa di antara teman-temannya itu yang membawa gambar yang cocok dengan duplikat yang dibawanya.
c)      Menemukan informasi yang ditiadakan
Guru memberikan informasi tetapi ada bagian-bagian yang sengaja ditiadakan. Siswa ditugasi mencari atau menemukan bagian yang tidak ada itu. Kemudian A mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada B, sehingga is (A) dapat mengetahui gambar yang mana yang tidak ada pada gambar milik B.
2.      Memberikan informasi tanpa dibatasi bebas (tak terbatas)
Contoh:
a)      Mengomunikasikan contoh dan gambar
Siswa A membawa sebuah model bentuk-bentuk yang diatur/disusun ke dalam (menjadi) sebuah contoh. Siswa B juga membawa bentuk-bentuk yang sama. Mereka, A dan B, harus saling memberikan informasi sehingga B dapat mengetahui contoh yang ada pada A dengan setepat-tepatnya.
b)      Menemukan perbedaan
Siswa A dan B masing-masing mempunyai sebuah gambar yang sama, kecuali beberapa bagian. Para siswa harus mendiskusikan gambar tersebut sehingga  menemukan perbedaannya.
c)      Menyusun kembali bagian-bagian cerita
Sebuah gambar cerita (tanpa dialog) dipotong-potong. Setiap anggota kelompok memegang satu bagian tanpa mengetahui bagian gambar yang dipegang oleh yang lain; kelompok itu harus menentukan urutan aslinya, dan menyusun kembali cerita itu.
3.      Mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah
Contoh:
Siswa mempunyai rencana akan mengunjungi sebuah kota yang menarik. B mempunyai daftar/jadwal bus. Mereka harus merencanakan perjalanan yang akan dilakukan yang memungkinkan mereka untuk mengunjungi beberapa tempat (misalnya 5 tempat) dalam satu hari, dan menggunakan waktu sekurang-kurangnya setengah jam untuk tiap tempat. Siswa harus memilih tempat yang paling menarik bagi mereka.
4.      Menyusun informasi
Contoh:
Siswa diminta membayangkan bahwa mereka akan mengadakan "camping" (berkemah) gunung selama tiga hari. Tiap anggota hanya boleh membawa barang kira-kira seberat 11 kg. Kelompok-kelompok itu harus menentukan apa saja yang akan mereka bawa, dengan melihat daftar barang yang patut dibawa, yang diberikan oleh guru, dan mempersiapkan pembelaan apabila mereka ditentang oleh kelompok lain.
Latihan-latihan tersebut merupakan latihan penggunaan bahasa dalam aktivitas komunikasi yang bersifat fungsional di dalam kelas. Di samping itu, juga terdapat tipe aktivitas komunikatif yang lain, yakni aktivitas interaksi sosial, interaksi di dalam masyarakat atau dalam pergaulan. Dalam hal ini latihan yang diberikan kepada siswa antara lain dapat berupa:
1)      Kelas sebagai konteks sosial
Contoh: Percakapan atau diskusi.
2)      Simulasi dan bermain peran
Contoh:
a)      Siswa diminta membayangkan dirinya ada di dalam suatu situasi yang dapat terjadi di luar kelas. Ini dapat saja berupa kejadian yang sederhana, misalnya, bertemu seorang teman di jalan; tetapi dapat pula kejadian yang bersifat kompleks, seperti negosiasi di dalam bisnis.
b)      Mereka (siswa) diminta memilih peran tertentu dalam suatu situasi. Dalam beberapakasus, mungkin mereka berlaku sebagai dirinya sendiri; tetapi dalam kasus-kasus lain, mungkin mereka harus memperagakan sesuatu di dalam simulasi.
c)      Mereka diminta berbuat seperti kalau situasi itu benar-benar terjadi sesuai dengan peran mereka masing-masing. Permainan peran ini tidak selalu dalam bentuk akting tetapi dapat juga dalam bentuk debat atau improvisasi

0 komentar:

Posting Komentar

 
;