BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Beberapa
penelitian yang dilakukan pada siswa Sekolah Dasar dan Menengah dari beberapa
Negara bagian di USA, menunjukkan sekitar 9 % dari seluruh siswa tersebut
diidentifikasi mengalami hambatan perkembangan belajar. Di Indonesia kasus ini
jumlahnya lebih banyak, yaitu sekitar 10 – 15 % dari seluruh siswa SD dan SMP
(Depdiknas, Badan Penelitian dan Pengembangan, 2003). Pada waktu itu, hambatan
perkembangan belajar masih kurang dipahami dan banyak diperdebatkan, karena
dianggap sebagai kondisi ketidakmampuan fisik dan lingkungan yang mempengaruhi
siswa.
Hambatan
ini yang sering terjadi antara lain kurangnya keterampilan sosial dan gangguan
emosi atau perilaku seperti hambatan pemusatan perhatian (ADD/Attention
Deficit Disorder). Suatu bagian yang penting dari definisi hambatan perkembangan belajar menurut
the IDEA (the
Individuals with Disabilities Education Act) adalah bukan termasuk atau
tidak dapat dihubungkan terutama dengan tunagrahita (Mentally Retarded),
gangguan emosi dan perilaku (tunalaras), perbedaan budaya, atau kondisi
lingkungan atau ekonomi yang tidak menguntungkan. Dalam hal ini, konsep hambatan perkembangan belajar itu
fokus pada ketidaksesuaian antara prestasi akademik seorang anak dengan
kemampuan dia yang kelihatan dan aktivitasnya dalam belajar. Diperjelas oleh
hasil penelitian Zigmond (2003: 72), bahwa “hambatan ini merupakan refleksi
masalah belajar yang tidak terduga dalam suatu kemampuan anak yang nampak.”
B.
Rumusan masalah
1. Bagaimana perkembangan emosi dalam
kehidupan anak?
2. Bagaimana perkembangan sosial dalam
kehidupan anak?
3. Apakah pengertian dari masalah?
4. Apa saja ciri – ciri masalah?
5. Apa saja jenis – jenis masalah siswa
di Sekolah Dasar?
6. Apa saja permasalahan belajar karena gangguan sosio-emosional anak?
7. Bagaimana cara mengatasi
permasalahan belajar karena gangguan sosio emosional anak?
C.
Tujuan
1. Mengetahui perkembangan emosi dalam
kehidupan anak.
2. Mengetahui perkembangan sosial dalam
kehidupan anak.
3. Mengetahui pengertian masalah.
4. Mengetahui ciri – ciri dari masalah.
5. Mengetahui jenis – jenis masalah
yang dihadapi siswa di Sekolah Dasar.
6. Mengetahui permasalahan belajar
karena gangguan sosio emosional
7. Mengetahui cara mengatasi
permasalahan belajar karena gangguan sosio emosional
BAB II
ISI
A.
Perkembangan emosi
1.
Emosi dalam kehidupan
Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering
mendengar kata emosional. Emosi-emosi apa yang ada dalam diri seseorang?
Bagaimana peranan emosi dalam kehidupan? Bagaimana berkembangnya emosi itu?
Emosi
memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan anak. Dari pengalaman
masa kecil emosi memberi warna atau menambah kesenangan terhadap pengalaman
sehari-hari dan juga merupakan motivasi terhadap tindakan atau perbuatan kita.
Ada kalanya kita menyadari bahwa emosi itu dapat menjadi penghambat atau
rintangan. Pengaruh emosi terhadap keadaan fisik anak bisa berakibat sangat
merugikan terutama bila emosi itu amat kuat dan sering dialami. Ketegangan
emosi dapat mengganggu pencernaan dan tidur yang berakibat pula terhadap
kerusakan pola pertumbuhan fisik. Prestasi si anak akan menurun bila terjadi
ketegangan emosional oleh karena kemampuannya untuk memusatkan perhatian
terganggu.
Terlalu
sering mengalami peledakan emosi yang sangat kuat akan merugikan bagi
penyesuaian sosial anak. Dan anak yang penyesuaian sosialnya kurang baik akan
mengalami ketidak senangan, rasa berkekurangan dan rasa rendah diri. Yang
semuanya ini akan memperkuat lagi ketegangan emosional yang telah ada dalam
dirinya. Perasaan-perasaan ini merugikan pula terhadap konsep si anak mengenai
dirinya sendiri yang akan membebaskan dalam perkembangan kepribadiannya.
Keberhasilan atau kegagalan anak dalam penyesuaian dirinya terhadap kehidupan
sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman emosionalnya pada masa
kanak-kanak.
Emosi-emosi
tertentu seperti rasa takut, marah dan cemburu yang sering disebut sebagai
“emosi anak yang tidak menyenangkan” adalah merugikan atau berbahaya bagi
perkembangan anak. Sedangkan “emosi yang menyenangkan” seperti kasih sayang,
kebahagiaan, kegembiraan, dan ingin tahu, tidak hanya menguntungkan akan tetapi
sangat penting bagi perkembangan yang normal pada masa kanak-kanak. Anak yang
selalu mengalami frustasi dalam setiap usahanya untuk rasa ingin tahunya
melalui eksplorasi langsung atau dengan jalan mengajukan pertanyaan, tidaka
akan mencapai tingkat perkembangan mental yang sesuai dengan kemampuannya.
Demikian pula kurangnya kesempatan untuk mengalami kebahagiaan dan kegembiraan
akan merusak pola kepribadian anak.
2.
Perkembangan emosi
Emosi
akan terus berkembang dan dikembangkan. Perkembangan emosional oleh dua faktor
yaitu kematangan dan belajar. Jadi oleh kedua-duanya, bukan hanya oleh satu
dari padanya. Kenyataan bahwa reaksi emosional tertentu tidak muncul sejak awal
kehidupan tidak berarti bahwa itu tidak dibawa lahir.
Pertumbuhan
dan perkembangan membuat anak bersifat berbeda terhadap situasi-situasi yang
khas. Apa yang menakutkan baginya pada usia tertentu mungkin akan menimbulkan
rasa ingin tahunya pada usia yang lain, dan mungkin sekali dikemudian hari
tidak menimbulkan reaksi emosional sama sekali. Demikian pula rangsangan atau
stimulus yang dulunya tidak menimbulkan respon emosional dikemudian hari akan
menimbulkan emosional dengan bernagai tingkat intensitas.
3.
Ciri emosi pada anak
a.
Berlangsung
singkat dan berakhir dengan tiba-tiba.
b. Terlihat lebih hebat/kuat.
c.
Bersifat
sementara atau dangkal.
d. Lebih sering terjadi
e.
Dapat
diketahui dari tingkah lakunya.
4.
Jenis-jenis emosi pada masa
kanak-kanak
a.
Takut
Adanya rasa takut pada anak-anak adalah baik selama rasa
takut itu tidak terlalu kuat dan hanya merupakan peringatan terhadap bahaya.
Sayangnya, kebanyakan anak-anak belajar takut terhadap hal-hal yang tidak
berbahaya, dan rasa takut itu menjadi penghambat terhadap tindakan yang mungkin
sekali sangat berguna ataupun menyenangkan.
Diharapkan anak akan menjadi takut dan apa yang menimbulkan
rasa takutnya tidaklah mudah. Rasa takut itu hanya brepengaruhpada satu
stimulus atau perangsang tertentu saja, seperti suara yang keras, wajah yang
asing, atau binatang, tetapi juga oleh keadaan lingkungan sekitar, cara
terjadinya stimulus,
b.
Cemas
Suatu bentuk rasa takut yang bersifat khayalan. Jadi, bukan
rasa takut yang disebabkan stimulus dari lingkungan si anak. Kecemasan ini
mungkin datangnya dari situasi-situasi yang dihayalkan/ diimajinasikan akan
terjadi. Tapi fdapat pula asalnya dari buku-buku, film, komik, radio, ataupun
cara-cara rekreasi populer lainnya.
Jadi jelaslah bhahwa rasa cemas itu biasanya hanya merupakan
suatu yang tidak masuk akal dan yang dibesar-besarkan tentang apa mungkin
barang kali yang terjadi. Akan tetapi hal ini mungkin merupakan hal yang wajar
dalam perkembangan anak.
c.
Marah
Terjadi pada masa kana-kanakoleh karena (1) lebih banyak
stimulus yang menimbulkan kemarahan dalam kehidupan anak dari pada stimulus
yang menimbulkan rasa takut dan (2) banyak anak-anak yang pada usia muda telah
menemukan bahwa marah merupakan cara yang baik untuk mendapat kan perhatian
atau memuaskan keinginan-keinginanya.
d.
Cemburu
Cemburu merupakan respons yang normal terhadap kehilangan
nyata ataupun ancaman terhadap kehilangan kasih sayang. Cemburu adalah
kelanjutan dari marah yang menimbulkan sifat benci atau dendam yang ditujukan
terhadap orang, diri sendiri atau benda-benda. Dalam cemburu sering terdapat
kombinasi antara marah dan takut. Apa yang menyebabkan orang cemburu dan
bagaimana bentuk kecemburuannya banyak dipengaruhi oleh pendidikan dan
perlakuan yang diperoleh dari orang lain.
Cemburu diikuti oleh ketegangan dan ketegangan biasanya
diredakan oleh berbagai variasi dan reaksi antara lain yang umumnya ialah
1.
Agresif
atau persaingan
2.
Identifikasi
dengan saingan
3.
Menjauhkan
diri dari orang yang dicintai
4.
Penekanan
terutama bersikap saya tidak peduli
5.
Sublimasi
dan kompetisi yang kratif
e. Kegembiraan
Kesenangan dan kenikmatan.kegembiraan dalam bentuknya yang
lebih lunak dikenal sebagai kesenangan, kenikmatan atau kebahagiaan merupakan
emosi yang positif karena individu yang mengalaminya tidak melakukan usaha
untuk menghilangkan situasi yang menimbulkannya. Ia menerima situasi
tersebutatau usaha untuk mempertahankannya karena hasil yang menyenagkan yang
diperolehnya.
f. Kasih sayang
Kasih sayang atau cinta adalah reaksi emosional yang
ditujukan nuntuk seseorang atau suatu benda. Kasih sayang seorang terhadap
orang lain terjadi secara spontan dan dapat ditimbulakan oleh situasi stimulus
sosial yang penting dalam menentukan orang-orang tertentu atau objek-objek
tertentu terhadap siapa anak menaruh kasih sayangnya.
g. Ingin tau
Minat terhadap lingkungan sangat terbatas selama usia dua atau tiga bulan pertama dari kehidupan
terkecuali bila stimulus yang kuat ditujukan terhadap si bayi. Setelah usia
itu, apa saja yang baru atau aneh baguinya pasti akan menimbulakan rasa ingin
tahunya. Hal ini mendorongnya untuk melakukan ekoplorasi sampai rasa ingin
tahunya memuaskan.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
emosi
a.
Kelelahan
Bila anak menjadi lebih, disebabkan karena kurang istirahat,
terlalu bergairah, maka ia lebih mudah terpengaruh terhadap hal-hal yang
menjengkelkan.
b. Kesehatan
Bila anak berada dalam keadaan kurang sehat yang disebabkan
oleh kekurangan gizi, gangguan pencernaan, gangguan pada mata, kerusakan pada
gigi, maka ia lebih mudah untuk menjadi emosional, sama halnya seperti pada
baru kelelahan.
c.
Intelegensi
Pada umumnya anak-anak yang tingkat intelegensinya rendah
kurang dapat mengendalikan emosiny dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki
tingkat intelegensi yang lebih tinggi pada usia yang sama.
d.
Lingkungan sosial
Lingkungan yang terlalu penuh dengan kegairahan, umpamannya
terlalu banyak ketegangan akibat pertengkaran, atau terlalu banyak pengalaman
yang menggairahka, sedangkan anak belum siap menghadapinya, seperti
program-program radio, televisi, film, hiburan-hiburan lainya. Kesemuanya ini
cenderung untuk meningkatkan keadaan emosi sianak.
e.
Hubungan keluarga
Sikap orang tua sering kali merupakan penyebab dari keadaan
emosi anak. Gejala-gejala emosi sanagt umum dijumpai pada anak-anak yang
diterlantarkan orang tuanya, yang orangtuanya sebagian besar waktunya tidak
dirumah, yang menuntut terlalu tinggi dari anak-anaknya.
f.
Tingkat aspirasi
Walau banyak problem-problem emosional timbul disebabkan
harapan orang tua adalah diluar kemampuan anak dan anak dibuat merasa tidaka
layak melalui kecaman-kecaman kekecewaan orang tua, tetapi ada keadaan
emosi-emosi tertentu yang dapat dilacaki sebagai akibat tingkat aspirasi si
anak sendiri.
B. Perkembangan
sosial
1.
Pengertian
Perkembangan sosial ialah pencapaian kematangan dalam hubungan-hubungan
sosial. Dengan perkataan lain merupakan suatu proses belajar untuk penyesuaian
terhadap norma-norma kelompok, moral, tradisi, dan meleburkan diri menjadi satu
rasa kesatuan. Hal ini mencakup perkembangan bentuk-bentuk tingkah laku baru, perubahan
dalam minat, dan pilihan tentang tipe-tipe baru.
Tidak seorang anak pun yang dilahirkan dengan sifat sosial,
dalam pengertian bahwa ia dapat langsung dengan orang secara serasi. Ia harus
belajar melakukan penyesuaian-penyesuaian kepada orang lain, dan kemampuan ini
hanya bisa diperoleh sebagai hasil dari kesempatan-kesempatannya untuk bergaul
dengan berbagai macam tipe manusia, terutama selama tahun-tahun dimana
sosialisasi merupakan fase yang penting dalam perkembangan anak. Sebagaimana
perkembangan-perkembangan lainnya, perkembangan sosial juga memerlukan
bimbingan bila diinginkan hasil yang baik.
Anak yang dibesarkan dalam keluarga – keluarga dimana ada
pembatasan-pembatasan terhadap partisipasi sosial, kematangan sosialnya lebih
rendah daripada anak-anak yang diberi kesempatan yang wajar untuk partisipasi
sosial. Ketidakmatangan sosial ini tampak dalam bentuk kurangnyua bergaul
dengan orang lain, kurang berminat dalam kehidupan sosial, kurang prakarsa, dan
kurang perencana untuk masa depan.
Walaupun partisipasi sosial adalah sangat hakiki bagi
perkembangan sosial, akan tetapi terlalu banyak partisipasi dapat juga
merugikan anak. Anak yang merasa tidak senang ditengah-tengah orang lain akan
gagal mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya untuk tetap
berbahagia bila keadaan memaksanya untuk berada jauh dalam orang lain. Jenis
dan macam kontak sosial yang dialami anak adalah jauh lebih penting bagi
perkembangannya daripada jumlah kontank sosial yang dialaminya.
2. Pengaruh kelompok sosial
Eksistensi anak tidak hanya tergantung pada kelompok sosial,
tapi lebih penting lagi bahwa kelompok sosial itu turut menentukan menjadi
manusia apa ia kelak. Oleh karena manusia bersifat elastis, baik fisik maupun
mental, maka perkembangannya dapat dipengaruhi dan dibentuk menurut pola yang
ditentukan oleh anggota-anggota kelompok dengan siapa dia lebih banyak
berhubungan. Dirumah keluarganyalah yang lebih berpengaruh dalam proses
sosialisasinya, sedangkan disekolah guru-guru dan teman-teman sebaya mulai
menekankan pengaruh mereka. Biasanya pengaruh teman sebaya (peer) adalah lebih
besar daripada pengaruh guru.
3. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial
Karakteristik bentuk-bentuk tingkah laku yang umum muncul
bila anak berada dalam situasi yang melibatkan orang dewasa ataupun anak-anak
lainnya :
a.
Negativisme
Negativisme ialah suatu bentuk tingkah laku melawan yang
dibesar-besarkan. Bila anak mengalami kesukaran dalam memaksakan keinginannya
kepada orang lain, hal ini dapat menyebabkan menjadi bandel, keras kepala, dan
kadang-kadang memberontak. Hal ini dipersukar pula oleh kenyataan bahwa
seringkali orang dewasa tidak mempertimbangkan bahwa anak mungkin mempunyai
keinginan-keinginan yang benar-benar penting atau sangat berarti baginya.
b. Agresi
Agresi merupakan reaksi yang umum terhadap frustasi. Anak
yang dihukum karena keagresifannya, maka akan menambah frustasinya dan ini akan
menyebabkannya lebih agresif lagi. Anak tidak bertindak agresif karenanya ingin
agresif, tapi karena ada sesuatu yang merintangi pencapaian tujuannya yang
sangat penting baginya.
c.
Menggoda
Menggoda merupakan bentuk tingkah laku agresif yang lain.
Menggoda terdiri dari serangan mental terhadap orang lain sehingga menimbulkan
reaksi marah pada orang yang diserang. Menggoda dilakukan dengan mengejek atau
menyebutkan kata-kata yang dapat menimbulkan kemarahan.
d. Persaingan
Persaingan ditandai dengan keinginan untuk melampaui atau
melebihi orang lain, dan selalu didorong orang lain. Pada usia 4 tahun terlihat
jelas adanya persaingan untuk prestise, sedangkan pada usia 6 tahun semangat
bersaing telah berkembang dengan baik pada kebanyakan anak-anak.
e.
Geng
Setelah anak masuk sekolah ia berhubungan dengan anak-anak
lain, dan mulailah minatnya untuk bermain disekitar rumah sendirian atau dengan
satu atau dua orang teman. Menemani orang tuanya berpiknik, ke pesta, atau ke pertemuan
keluarga sekarang dianggapnya sebagai hal yang membosankan.
Geng merupakan kelompok lokal tanpa otorisasi dari luar dan
tanpa suatu tujuan yang secara sosial disetujui. Geng ini dibentuk oleh
anak-anak sendiri tanpa dukungan dari orang tua, guru, ataupun pimpinan remaja.
Kelompok ini hasil usaha spontan dari pihak anak-anak untuk menciptakan suatu
masyarakat yang serasi dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Perkembangan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap prose
belajar. Dengan mengetahui perkembangan sosial, orang dapat segara meramalkan
bahwa pada usia tertentu anak bersikap pemalu pada orang yang asing baginya,
pada usia lain ia merindukan persahabatan-persahabatan dari individu-individu
sebaya dan sejenis kelaminnya, sedangkan pada usia yang lain lagi, minatnya
terarah pada anggota dari lawan jenisnya.
C. Pengertian
masalah
Masalah merupakan sesuatu atau persoalan yang harus
diselesaikan atau dipecahkan. Ini merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan
suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang
maksimal. Masalah yang menimpa seseorang bila dibiarkan berkembang dan tidak
segera dipecahkan dapat mengganggu kehidupan, baik dirinya sendiri maupun orang
lain.
D. Ciri –
ciri masalah
Sebuah masalah mempunyai ciri-ciri,
Prayitno (1985) mengemukakan ciri-ciri masalah ialah:
1. Masalah
adalah sesuatu yang tidak disukai adanya.
2. Menimbulkan
kesulitan bagi diri sendiri atau bagi orang lain.
3.
Ingin (perlu) dihilangkan.
Setiap
masalah yang dialami seseorang biasanya mengandung satu atau lebih ciri diatas.
Suatu masalah dapat juga terjadi pada diri sendiri. Suatu hal, kejadian suasana
atau gejala yang tidak disukai adanya, yang dapat menimbulkan kesulitan atau
kerugian bagi diri sendiri ataupun bagi orang lain, dan ingin dihilangkan. Maka
dengan itu, suatu masalah dapat terjadi pada siapa saja, termasuk murid sekolah
dasar. Masalah itu perlu diupayakan penanggulangannya agar menjadi sesuai
dengan apa yang diharapkan dengan baik.
E. Jenis-jenis Masalah
Siswa di Sekolah Dasar
Sikap dan perilaku anak-anak yang menyimpang karena
adanya suatu masalah dapat juga mengganggu tugas-tugas perkembangan anak pada
fase berikutnya yaitu fase masa puber dan sebagai akibatnya, anak akan
mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan.
Jenis-jenis masalah yang dialami murid sekolah dasar
bisa bermacam-macam. Prayitno (1985) menyusun serangkaian masalah murid sekolah
dasar. Masalah-masalah itu diklarifikasikan atas:
1. Kemampuan akademik, yaitu keadaan
siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak
dapat memanfaatkannya secara optimal.
2. Ketercepatan
dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi masih
memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajar
yang amat tinggi itu.
3. Sangat
lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki akademik yang kurang
memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran
khusus.
4. Kurang
motivasi dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam
belajar mereka seolah-olah tampak jera dan malas.
5. Bersikap dan berkebiasaan buruk
dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang perbuatan dan kegiatan belajarnya
sehari-hari antagonistic dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda
tugas, mengulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang
tidak diketahuinya dan sebagainya
F. Permasalahan
belajar karena gangguan sosio-emosional anak
1)
Hiperaktif
Anak ini cenderung tidak bisa duduk diam dan sulit untuk
dikontrol. Ia melakuakan aktifitas sesuai dengan kemauannya sendiri. Ia suka
mengganggu temannya bahkan gurunya.
2)
Distractibility child
Anak ini cenderung cepat bosan dan sering kali mengalihkan
perhatiannya keberbagai objek lainn di kelas. Anak ini mudah dipengaruhi, namun
tidak dapat memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung
dikelas.
3)
Poor self consept
Anak ini cenderung pendiam di kelas, pasif, sangat perasa
sehingga mudah tersinggung. Ia cenderung kurang berani bergaul serta suka
menyendiri. Karakteristik anak ini cenderung tidak berani bertanya atau
menjawab, serta merasa dirinya tidak mampu.
4)
Impulsif
Anak yang cepat bereaksi setiap guru memberi pernyataan
dikelas. Namun jawaban yang diberikan sering kali tidak menunjukkan kemampuan
berpikir logis.
5)
Distructive behavior
Siswa ini suka merusak benda – benda yang ada disekitarnya.
Sikap agresif yang negative ini menunjukkan anak ini bermasalah. Anak seperti
ini cepat tersinggung dan bertempramen tinggi.
6)
Distruptive behavior
Anak ini sering mengeluarkan kata–kata kasar dan tidak
sopan. Dengan mengejek dan cenderung menentang guru.
7)
Dependency child
Anak seperti ini sering merasa takut dan tidak mampu untuk melakukannya
sendiri. Sikap orang tua yang terlalu over protektif membuat anak ini sangat
tergantung pada orang tua.
8)
Withdrawl
Anak ini merasa dirinya bodoh dan enggan untuk mencoba
membuat tugas-tugas yang diberikan oleh guru karena dirinya merasa tidak mampu,
hal ini disebabkan karena anak ini berasal dari sosial ekonomi yang sangat
rendah.
9)
Learning disability
Anak ini sulit untuk menganalisis, menangkap isi mata
pelajaran, dan mengaplikasi apa yang dipelajari, sehingga anak ini tidak memiliki
kemampuan mental yang setara dengan anak-anak yang sebaya.
10) Learning disorder
Anak ini cenderung sulit untuk belajar secara normal seperti
anak-anak sebaya. Anak ini membutuhkan penanganan para ahli yang dilakuakan
oleh lembaga-lembaga khusus, karena mereka mempunyai cacat bawaan baik
kerusakan fisik mapun syaraf.
11) Underachiever
Anak ini mempunyai potensi intelektual diatas rata-rata,
namun prestasi akademiknya dikelas sangat rendah. Semangat belajanya juga
sangat rendah sehingga ia sering menyepelekan tugas-tugas yang diberikan.
12) Overachiver
Anak ini empunyai semangat belajar yang sangat tinggi, ia
merespon dengan cara cepat. Namun, anak ini tidak bisa menerima kegagalan dan
tidak mudah menerima kritikan dari siapapun gtermasuk gurunya.
13) Slow Leaner
Anak ini sulit menangkap pelajaran dikelas dan membutuhkan
waktu yang lama untuk dapat menjawab dan mengerjakan tugas-tugasnya.
14) Social interseption child
Anak ini kurang peka dan tidak peduli terhadap
lingkungannya. Anak ini kurang tanggap dalam membaca ekspresi dan sulit bergaul
dengan teman-teman yang ada dikelas.
G. Cara
mengatasi permasalahan belajar karena
gangguan sosioemosional.
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah
berbicara dengan kepala sekolah. Kemudian, melakukan pengamatan yang cermat dan
mendalam. Buatlah Cummulative Records (Anecdotal Records) setelah
memperoleh informasi dan memahami permasalahan belajar anak tersebut. Carilah
penyuluhan atau referal untuk membuat program-progam Therapy atau Treatment.
Selain dengan menggunakan cara tersebut ada cara yang
paling efektif dalam mengatasi masalah-masalah emosional dan perilaku di kelas
adalah dengan mencegah terjadinya masalah ini. Sementara tidak semua masalah
emosional dan perilaku dapat dicegah, suatu pendekatan proaktif jauh lebih
efekif dibanding dengan cara yang semata-mata hanya merespon terhadap masalah.
Cara ini juga memberikan hubungan komunikasi yang saling memuaskan yang mungkin
sebelumnya diterima dengan lebih negatif oleh siswa maupun guru.
Beberapa
cara yang mungkin dapat meningkatkan perilaku positif siswa :
1.
Memberikan penjelasan dan
harapan-harapan pada emosi dan perilaku siswa yang diinginkan sejelas mungkin
bagi mereka.
2.
Menunjukkan dan memberi penjelasan
pada siswa terhadap hal-hal yang negatif dan tidak pantas dilakukan oleh
seorang siswa.
3.
Memerikan perhatian dan pengakuan
kepada siswa atas sifat-sifat dan prestasi yang positif untuk dinyatakan pada
siswa setiap hari.
4.
Memberikan contoh sikap, kebiasaan
kerja dan hubungan interaksi dan komunikasi yang positif.
5.
Selalu memberikan motivasi-motivasi
positif kepada siswa dalam setiap kegiatan belajar mengajar.
6.
Mempersiapkan pola pengajaran dan
memberikan kurikulum yang tersusun dengan baik, dan cara penyampaian yang
efektif, kreatif, yang dapat menjadikan siswa aktif.
7.
Memberikan bimbingan belajar khusus
pada siswa yang memang memerlukan.
Tujuan
bimbingan belajar ini antara lain :
1. Pengembangan
sikap dan kebiasaan yang baik, terutama dalam mengerjakan tugas dalam
ketrampilan serta dalam bersikap terhadap guru.
2. Menumbuhkan
disiplin belajar dan terlatih, baik secara mandiri atau kelompok.
3. Mengembangkan
pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya di lingkungan
sekolah atau alam sekitar untuk pengembangan pengetahuan, keterampilan dan pengembangan
pribadi.
Maka dengan
hal-hal tersebut diharapkan siswa dapat memahami dan dapat mengontrol segala
tindakan emosi dan tingkah lakunya di sekolah juga di lingkungan kehidupan
bermasyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Sebagai calon tenaga pendidik sudah
sepantasnya bila kita harus mengerti hal-hal yang berkaitan tentang para siswa
kita. Suatu pembelajaranpun bila keadaaan siswa tidak dalam keadaaan yang baik
maka akan menimbulkan suatu hal yang sia-sia. Maka untuk mengajar, sebisa
mungkin kita harus mengetahui hal-hal yang sedang terjadi pada para siswa kita.
Emosi anak yang tidak menyenangkan seperti rasa
takut, akan merugikan atau berbahaya bagi
perkembangan anak. Sedangkan “emosi yang menyenangkan” seperti kasih sayang,
kebahagiaan, kegembiraan, dan ingin tahu, tidak hanya menguntungkan akan tetapi
sangat penting bagi perkembangan yang normal pada masa kanak-kanak.
B. Saran
Sebaiknya dalam suatu forum
pengajaran kita harus mengerti dan faham tentang hal yang sedang terjadi pada
murid kita. Bukan hanya menghakimi dan memberi suatu final anggapan belaka.
Karena ada faktor lain yang mempengaruhi daya serap dan daya tanggap siswa
tentang hal pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Natawidjaja, Rochman. 1979. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
0 komentar:
Posting Komentar