BAB II
PEMBAHASAN
A. Lingkungan dan Permasalahannya
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam
sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4
Tahun 1982) (Edrian Dwa Wadhissa & Muhammad Mustolihudin blog).
Kerusakan lingkungan mengakibatkan kerusakan kehidupan, contohnya smog, asap menyerupai kabut yang berasal
dari buangan mobil dan pabrik yang kemudian bereaksi dengan matahari, akan
menganggu kesehatan (sistem pernafasan). Juga pengaruh logam berat air raksa
(Hg) yang menyebabkan penyakit Minamata serta limbah logam cadmium (Cd) yang
menyebabkan penyakit Itai-itai (keduanya di Jepang).Contoh diatas telah menarik
perhatian serius beberapa negara sejak mulai 1970-an, tepatnya setelah
diselenggarakan konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockhlom 5-11 Juni
1972. Sehingga tanggal 5 Juni selain
dijadikan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (The Environment Day), didirikan pula
badan PBB yang mengurus masalah lingkungan yaitu United Nation Enviromental Programme (UNEP). Perlu diketahui bahwa pada konferensi
tersebut ikut serta perwakilan Indonesia, yang sebelumnnya telah mengadakan
seminar tentang lingkungan hidup untuk pertama kalinya di Indonesia 15-18 Mei
1972 (Soemarwoto, 1977 sebagaimana dikutip oleh Tim penyusun PLH. 2009).
Beberapa hal pokok yang
menyebabkan timbulnya masalah lingkungan antara lain adalah tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk, meningkatnya kualitas dan kuantitas limbah, adanya
pencemaran lintas batas negara.
B. Masalah
Lingkungan Secara Lokal (Kota Semarang)
Kota
Semarang yang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah dapat digolongkan sebagai
kota metropolitan. Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16
kecamatan dan 177 kelurahan. Luas
wilayah kota Semarang 373, 70 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun
2008 adalah sebesar 1.481.640 jiwa. Secara umum masalah lingkungan yang terjadi
di Kota Semarang antara lain penyebaran air payau (intrusi air laut), longsor
dan limbah cair, banjir dan rob.
Permasalahan yang ada di Kota Semarang diantaranya
adalah
1.
Penyebaran
Air Payau
Penyebaran Air Payau di Kota
Semarang semakin luas dan kadar garam semakin tinggi. Pemanfaatan air tanah di
kawasan pantai yang dilakukan berlebihan tanpa perhitungan akan menyebabkan air
laut begitu mudah meresap ke darat. Kondisi menyolok terjadi di sekitar
Tawangasari, Tambaklorog, Genuksari, Wonosari,Tambaksari, dan Bedono. Pada
daerah-daerah tersebut, sampai kedalaman 40 m air tanah sudah payau. Air tanah
segar baru didapat pada kedalaman lebih dari 60 m. Hampir semua air tanah
dangkal di kawasan Semarang, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai 10 m
memiliki salinitas tinggi.
PDAM yang diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat masih sangat terbatas
kapasitasnya. Sampai saat ini baru sekitar 40% masyarakat perkotaan yang dapat
menikmati air PDAM. Untuk pedesaan, pemenuhan kebutuhan air bersih baru
mencapai maksimal 10%. Apabila air baku berupa air payau atau asin (karena
adanya pengaruh/pencemaran air laut), maka PDAM sampai saat ini belum mampu
menerapkan teknologi pengolahan air payau/asin untuk air minum.
Untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut diperlukan penerapan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kondisi sumber air baku, kondisi sosial, budaya, ekonomi dan SDM masyarakat setempat. Instalasi Pengolahan Air Payau dengan sistem Reverse Osmosis (IPA RO) merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut diperlukan penerapan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kondisi sumber air baku, kondisi sosial, budaya, ekonomi dan SDM masyarakat setempat. Instalasi Pengolahan Air Payau dengan sistem Reverse Osmosis (IPA RO) merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
2.
Banjir dan
Rob
Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak
terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan
sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan
pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (rechange area) serta diakibatkan pula ketidakseimbangan input
– output pada saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di
beberapa kawasan di kota Semarang, yang mencakup sekitar muara kali Plumbon,
Kali Siangker sekitar Bandara Achmad yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo,
sepanjang jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali
Semarang, di Genuk dari Klaigawae sampai perbatasan Demak.
Persoalan yang juga sering
muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di beberapa bagian di wilayah
perencanaan yang menjadi langganan genangan akibat rob. Saluran drainase yang
mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi sebaliknya (terjadi
backwater), sehingga sistem drainase yang
ada tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah
bila terjadi hujan pada daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang
ada.Sehingga terjadi luas genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.
Banyak upaya pemerintah untuk mengatasi banjir di kota Semarang, misalnya
yang telah dilakukan yaitu pembuatan polder, pompa air dan lain sebagainya.
Tahun ini pemerintah sedang menjalankan proyek pembuatan polder untuk menampung
pasang surut air laut di kota Semarang. Lahan yang digunakan berada di pesisir
laut sehingga air rob cepat di tampung, dan tidak berjalan ke pemukiman warga
sekitarnya.
Tetapi tidak
hanya upaya pemerintah saja, peran masyarakat juga sangat penting dalam hal
mengatasi banjir. Masyarakat dapat mencegah banjir berbagai cara, salah satunya
dengan membersihkan selokan-selokan yang sudah dangkal agar air dapat mengalir.
Menanam pohon juga memberi dampak yang baik, karena air hujan dapat meresap ke
pohon lalu turun ke tanah secara perlahan. Sehingga tidak mempercepat air naik
ke permukaan tanah.Semua itu setidaknya bisa mengurangi banjir yang ada di kota
Semarang
3.
Longsor
Daerah perbukitan di Kawasan Kota Semarang rawan longsor.Tujuh dari 16
kecamatan di Kota Semarang memiliki titik-titik rawan longsor.Ke tujuh
kecamatan tersebut adalah Manyaran. Gunung Pati,
GajahMungkur, Temba;lang, Nglaiyan, Mijen, dan Tugu.Kontur Tanah di
kecamatan-kecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah patahan
dengan struktur tanah yang labil.
Pengertian tanah longsor adalah terjadinya pergerakan tanah atau bebatuan
dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur yang umunya terjadi di
daerah terjal yang gundul serta kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh.Air hujan
adalah pemicu utama terjadinya tanah longsor.Ulah manusia pun bisa menjadi
penyebab tanah longsor seperti penambangan tanah, pasir dan batu yang tidak
terkendalikan. Menurut organisasi MPBI
(Masyarakat Peduli Bencana Indonesia), gejala umum tanah longsor meliputi:
¨ Muncul
retakan-retakan di lereng yang sejajr denganarah tebing
¨ Muncul mata
air secara tiba-tiba
¨ Air sumur di
sekitar lereng menjadi keruh
¨ Tebing rapuh
dan kerikil mulai berjatuhan.
Upaya Pencegahan Terjadinya Tanah Longsor
1.
Jangan
membuka lahan persawahan dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
pemukiman.
2.
Buatlah
terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal jika membangun pemukiman.
3.
Jika
ada retakan tanah, segeralah menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air
tidak masuk ke dalam tanah dan melalui retakan tersebut.
4.
Jangan
memotong tebing jalan menjadi tegak.
5.
Jangan
mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
6.
Jangan
menebang pohon di lereng.
7.
Jangan
membangun rumah di bawah tebing.
Hal-hal yang dilakukan selama dan sesudah terjadi bencana
1. Tanggap Darurat
Yang
harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan
korban secepatnya supaya korban tidak bertambah.
2. Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga tentang perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannay supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga tentang perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannay supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
3. Rekontruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Masalah
lingkungan secara nasional yaitu kerusakan hutan tropis, kerusakan terumbu
karang,kerusakan hutan bakau.
2.
Masalah
lingkungan secara local yaitu penyebaran air payau, (intrusi air laut), banjir
dan rob, longsor
B. Saran
1. Gunakan barang-barang yang ramah lingkungan
2. Melanjutkan konservasi lingkungan
3. Belajar untuk menemukan barang-barang yang bermanfaat sebagai pengganti barang-barang yang merusak
lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Tim
penyusun PLH. 2009. Pendidikan Lingkungan
Hidup. Semarang: Unnes.
0 komentar:
Posting Komentar