PEMEROLEHAN
BAHASA ANAK
1.
Pembuka
1.1 Latar
Belakang
Pemerolehan
bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menakjubkan terlebih dalam proses
pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak tanpa ada
pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak (bayi).
Seorang bayi hanya akan merespon ujaran-ujaran yang sering didengarnya dari
lingkungan sekitar terlebih adalah ujaran ibunya yang sering didengar oleh anak
tersebut. Seorang manusia tidak hanya dapat memiliki satu bahasa saja melainkan
seseorang bisa memperoleh dua sampai empat bahasa tergantung dengan lingkungan
sosial dan tingkat kognitif yang dimiliki oleh orang tersebut.
Pada
pemerolehan bahasa kita mengenal beberapa tahapan pemerolehan bahasa itu
sendiri, pemerolehan bahasa pertama didapatkan seorang bayi secara langsung
dari ibunya atau lingkungan yang dekat dengan bayi tersebut. Sedangkan pada pemerolehan bahasa kedua dan
seterusnya itu didapatkan seseorang melalui proses pembelajaran. Dengan teori
pemerolehan bahasa kita ingin mengetahui serta mengetengahkan teori yang memudahkan
anak-anak belajar.
Perkembangan
merupakan suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti : biologis, kognitif dan
emosional. Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan
perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik
pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Pemerolehan bahasa oleh
anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan. Oleh
sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Dalam proses perkembangan,
semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa ?
1.2.3
Apakah yang dimaksud dengan teori pemerolehan bahasa?
1.2.4 Bagaimanakah
peran bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan
bahasa kedua?
1.2.5 Bagaimanakah
tahapan perkembangan bahasa pada anak?
1.2.6 Apa
sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
bahasa?
1.2.7 Apa
sajakah strategi dalam pemerolehan bahasa anak?
2.
Pembahasan
2.1 Pengertian
Pemerolehan Bahasa dan Teori Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition)
adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh
bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa
pertama ( first language acquisition) yang biasa disebut dengan bahasa ibu dan
pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition) yaitu kajian tentang
bagaimana pembelajaran mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh
bahasa ibunya.
Sebagai calon guru SD sebaiknya memiliki
wawasan untuk memahami perkembangan bahasa anak dan membantunya memperoleh
kemampuan bahasa secara lebih baik. Sehingga diharapkan guru dapat membantu
dalam menciptakan suasana pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan dan
mencapai hasil yang optimal sesuai dengan hakikat, tujuan, dan pengalaman
belajar bahasa anak didik.
Terdapat dua teori
pemerolehan bahasa yaitu :
2.1.1 Nativist Theory
Nativist Theory adalah
teori yang menyebutkan bahwa manusia memperoleh bahasa secara alami. Teori ini
kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopori oleh Leneberg dan
Chomsky. Hipotesis nurani lahir dari sebuah pertanyaan, sebenarnya alat apa
yang digunakan anak dalam memperoleh bahasanya yang kemudian dijadikan bahan
penelitian oleh kedua pelopor tersebut hasil penelitan tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Semua anak normal akan memperoleh bahasa
ibunya asalkan dia dikenalkan dengan bahasa itu.
2.
Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya
dengan kecerdasan.
3.
Kalimat yang digunakan anak cenderung tanpa
menggunakan gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit.
4.
Hanya manusia yang bisa berbahasa.
5.
Perkembangan bahasa anak sejalan dengan
perkembangan lain.
6.
Struktur bahasa sangat rumit, kompleks dan
istimewa.
Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan
warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa.
2.1.2 Learning teory
Teori yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui
proses mempelajari. Teori ini lahir dari pakar psikologi dari harvard B.f
Skiner. Skiner adalah seorang tokoh behaviorisme yang menyatakan bahasa adalah
perilaku verbal. Behaviorisme adalah aliran
psikologi yang mempelajari tentang perilaku yang nyata yang bisa diukur
secara objektiv.
Blomfeed dalam bukunya “ language” dalam parera (1986:
80) menerapkan pikiran pokok
behaviorisme dalam analisis bahasa sebagai berikut :
- Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku fisik.
- Orang harus bisa membedakan antara sesuatu yang mendahului bahasa, bahasa dan peristiwa yang mengikuti bahasa.
Skinner mengatakan bahwa berbahasa haruslah ditanggapi
sebagai satu respon berkondisi terhadap stimulus-stimulus tersembunyi baik yang
internal atau eksternal. Hal ini bisa dijelaskan bahwa semua pengetahuan bahasa
yang dimiliki oleh manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil
integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia.
Karena itulah kemudian teori ini dikenal dengan istilah teori pembelajaran
bahasa pengkondisian opera. Dalam teori ini dinyatakan bahwa perilaku berbahasa
seseorang dibentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar
orang itu.
Sebagai penjelasan
lebih lanjut dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana seorang bayi
mulai berbahasa. Pada tahapan ketika anak memperoleh sistem bunyi bahasa
ibunya, semula dia mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua bahasa yang ada
didunia ini. Akan tetapi karena lingkungan telah memberikan contoh terus
menerus terhadap sistem bunyi yang ada pada bahasa ibunya, dan dimotivasi terus
untuk menirukan sistem bahasa ibunya, maka yang akhirnya dikuasai adalah sistem
bahasa ibunya.
2.2 Pemerolehan Bahasa Anak
Perolehan bahasa anak ialah proses pemilikan kemampuan
berbahasa, baik berupa pemahaman ataupun pengungkapan secara alami tanpa
melihat kegiatan pembelajaran formal. Dengan kata lain, kegiatan pemerolehan
bahasa ditandai oleh :
2.2.1
Berlangsung dalam situasi informal, tanpa
beban dan di luar sekolah.
2.2.2 Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran
formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.
2.2.3
Dilakukan tanpa sadar, dan
2.2.4
Dialami langsung oleh anak dan terjadi
dalam konteks berbahasa yang bermakna.
Bahasa Indonesia dalam Pemerolehan Bahasa Anak
a.
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama
Bahasa Indonesia disebut bahasa pertama karena Bahasa
Indonesialah yang pertama dikenal dan dikuasai anak sebagai sarana komunikasi
verbalnya sejak dia bayi.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang pertama dapat disebabkan
oleh hal-hal berikut:
1)
Perkawinan antarpenutur bahasa yang
berbeda. Masing-masing pihak tidak saling memahami bahasa daerah pasangannya.
2)
Perkawinan antarpenutur bahasa daerah yang
sama dengan situasi berikut ini : Lingkungan social
sekitar keluarga menggunakan bahasa Indonesia sebagai media komunikasinya.
Lingkungan masyarakat sekitar menggunakan bahasa daerah yang tidak dikuasai
oleh keluarga itu (mungkin keluarga pendatang). Lingkungan menggunakan bahasa
daerah yang sama dengan bahasa keluarga itu. Tetapi, karena pertimbangan
praktis tertentu maka bahasa yang digunakan dalam keluarga itu bahasa
Indonesia.
3)
Perkawinan antarpenutur yang hanya
menguasai bahasa Indonesia.
b.
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua
Pada dasarnya pemerolehan bahasa kedua dapat terjadi
dalam dua cara, yaitu secara serempak dan berurut. Perolehan serempak dua
bahasa [simultaneous bilingual acquisition] terjadi pada anak yang dibesarkan
dalam masyarakat bilingual atau dalam masyarakat multilingual. Anak mengenal,
mempelajari dan menguasai kedua bahasa secara bersamaan. Pemerolehan berurut
dua bahasa (successive bilingual acquisition) terjadi bila anak menguasai dua
bahasa dalam rentang waktu yang relative berjauhan. Perolehan bahasa kedua sama
dengan belajar bahasa.
2.3 Tahap Perkembangan Bahasa Anak
Pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau
sekaligus melainkan kemajuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan
perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosialnya. Perkembangan bahasa anak
ditandai dengan keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang
bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuntutan yang lebih
kompleks. Contohnya tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana tak
bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang memfasilitasi alur
perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna.
Tahap-tahap
perkembangan bahasa anak :
2.3.1
Tahap Pralinguistik (0-12 bulan)
Pada
tahap ini bunyi–bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna.
Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu, tetapi
secara keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada makna dan kata tertentu.
Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur 12 bulan.
a.
Pada umur 0-2 bulan, anak hanya
mengeluarkan bunyi refleksi untuk menyatakan rasa lapar, sakit dan
ketidaknyamanan yang menyebabkan anak menangis dan rewel. Serta bunyi vegetatif
yang berkaitan dengan aktivitas tubuh seperti batuk, bersin, sendawa, telanan
(makanan) dan tegukan (menyusu atau minum).
b.
Pada umur 2-5 bulan, anak mulai
mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip
konsonan.
c.
Pada umur 4-7 bulan, anak mulai
mengeluarkan bunyi agak utuh dengan rentang waktu yang lebih lama, bunyi mirip
konsonan m/n sudah mulai muncul.
d.
Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh
contohnya ba ba ba/, ma ma ma/, da da da.
2.3.2
Tahap satu kata (12- 18 bulan)
Anak menggunakan satu kata yang memiliki
arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu kata mewakili satu atau bahkan
lebih frase atau kalimat (tahap Holofrasis).
Contoh:
versi satu kata
|
versi lengkap
|
1. Mimi (menunjuk cangkir)
|
1. Minta (mau) minum
|
2. Akut (menunjuk laba- laba)
|
2. Saya takut laba-laba.
|
3. Takit (mengacungkan jarinya)
|
3. Jariku sakit
|
Kata-kata yang paling sering diucapkan
ialah kata-kata yang telah diakrabi dan dikuasainya. Kata-kata yang paling
sering muncul yang bersifat kesehariannya dan terdapat disekitarnya, menurut
Nelson (Owens,1984).
2.3.3
Tahap dua kata (18-24 bulan)
Kosakata dan gramatika anak berkembang
dengan cepat. Anak menggunakan dua kata dalam berbicara. Tuturannya mulai
bersifat telegrafik. Artinya apa yang dikatakan anak hanyalah kata yang penting
saja. Seperti kata benda, sifat, dan kata kerja.
Contoh:
Versi dua kata
|
Versi lengkap
|
Mamah,makan !
|
Mamah,saya mau makan
|
Ajar,bobo
|
Fajar,mau tidur !
|
Bapa,ana?
|
Bapak,mau pergi kemana?
|
Mau ueh!
|
Saya mau kueh!
|
2.3.4
Tahap banyak kata
Fase ini berlangsung ketika anak berusia
3-5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Usia 3-4 tahun, tutur anak mulai
lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Usia 5-6 tahun, bahasa anak
telah menyerupai bahasa orang dewasa. Anak telah mampu bertutur dengan
menggunakan tiga kata atau lebih dengan penguasaan gramatika yang lebih baik.
Pada tahap-tahap perkembangan bahasa anak.
Berkembang pula penguasaan mereka atas sistem berbahasa yang di pelajarinya,
sistem bahasa itu terdiri dari subsistem berikut:
·
Fonologi, yaitu pengetahuan tentang
pelafalan dan penggabungan bunyi-bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna.
·
Gramatika (tata bahasa), yaitu pengetahuan
tentang aturan pembentukan unsur tuturan.
·
Semantik leksikal (kosakata), yaitu
pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai
keperluan.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa
Anak
2.4.1. Faktor Biologis
Perangkat biologis yang
menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu otak
(sistem syaraf pusat), alat dengar dan alat ucap. Proses berbahasa dikendalikan
oleh sistem syaraf pusat, pada belahan otak sebelah kiri terdapat wilayah Broca
yang mempengaruhi dan mengontrol produksi bahasa ( berbicara dan menulis ),
pada belahan otak sebelah kanan terdapat wilayah Wernicke yang mempengaruhi dan
mengendalikan pemahaman bahasa (menyimak dan membaca). Di antara kedua bagian
otak terdapat wilayah motor suplementer (untuk mengendalikan unsur fisik
penghasil ujaran).
Alur penerimaan dan penghasilan bahasa yaitu :
Alur penerimaan dan penghasilan bahasa yaitu :
Bahasa didengarkan dan dipahami melalui
daerah Wernicke kemudian dialihkan ke daerah Broca untuk mempersiapkan
penghasilan balasan. Selanjutnya diteruskan di daerah motor seperti alat ucap
uuntuk mendapatkan bahasa secara fisik.
2.4.2
Faktor Lingkungan Sosial
Untuk memperoleh
kemampuan berbahasa, anak memerlukan orang lain untuk berinteraksi dan
berkomunikasi. Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis,
tetapi didapat dalam lingkungan yang menggunakan bahasa. Anak memerlukan contoh
atau model berbahasa, respon atau tanggapan serta teman untuk berlatih dan
beruji coba dalam belajar bahasa dalam konteks yang sesungguhnya.
Lingkungan sosial tempat anak tinggal dan tumbuh seperti keluarga dan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan pemerolehan bahasa anak.
Lingkungan sosial tempat anak tinggal dan tumbuh seperti keluarga dan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan pemerolehan bahasa anak.
Dukungan lingkungan social dalam bahasa anak :
1)
Bahasa Semang (Motheresse) ialah
penyederhanaan bahasa oleh orang tua atau orang dewasa ketika berbicara dengan
bayi atau anak kecil.
Misalkan : “ Napa chayang ? Mau mimi, iya? Bentar ya!”
Misalkan : “ Napa chayang ? Mau mimi, iya? Bentar ya!”
2)
Parafrase ialah pengungkapan kembali ujaran
yang diucapkan anak dengan cara yang berbeda.
3)
Menegaskan kembali (echoing) ialah
mengulang apa yang dikatakan anak, terutama bila tuturannya tidak lengkap atau
tidak sesuai dengan maksud.
4)
Memperluas (expanding) yaitu mengungkapkan
kembali apa yang dikatakan anak dalam bentuk kebahasaan yang lebih kompleks.
5)
Menamai (labeling) yaitu
mengidentifikasikan nama-nama benda.
6)
Penguatan (reinforcement) yaitu menanggapi
atau member respon positif atas perilaku anak dalam berbahasa.
7)
Pemodelan (modeling) yaitu contoh berbahasa
yang dilakukan orang tua atau orang dewasa.
Antara faktor biologis dan lingkungan
memiliki hubungan yang saling terkait, piranti biologis adalah wadah atau alat,
maka lingkungan sosial berperan ocial isi atau muatannya.
2.4.3
Faktor Intelegensi
Intelegensi adalah daya
atau kemampuan anak dalam berpikir atau bernalar. Zanden (1980)
mendefinisikannya sebagai kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Anak
yang intelegensinya tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat,
lebih banyak dan lebih bervariasi khasanah bahasanya daripada anak-anak yang
bernalar sedang atau rendah.
2.4.4
Faktor Motivasi
Benson (1988)
menyatakan bahwa kekuatan motivasi dapat menjelaskan “mengapa seorang anak yang
normal sukses mempelajari bahasa ibunya sumber motivasi yaitu dari dalam dan
dari luar anak.”
2.5
Strategi Pemerolehan Bahasa Anak.
2.5.1 Mengingat
Setiap pengalaman
indrawi yang dilalui anak, direkam dalam benaknya. Ketika dia menyentuh,
mencerap, mencium, melihat, dan mendengar sesuatu, memori anak menyimpannya.
Panca indera ini sangat penting bagi anak dalam membangun pengetahuan tentang
dunianya.
Pada tahap awal belajar
bahasa, anak mulai membangun pengetahuan tentang kombinasi bunyi-bunyi tertentu
yang menyertai dan merujuk pada sesuatu yang dia alami. Ingatan itu akan
semakin kuat, terutama bila penyebutan akan benda atau peristiwa tertentu
terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini, anak akan mengingat kata-kata tentang
sesuatu sekaligus mengingat pula cara mengucapnya.
Hanya saja khasanah
bahasa yang diingat anak ketika diucapkan tidak selalu tepat. Hal ini, terjadi
karena pertumbuhan otak dan alat ucap anak masih sedang berkembang tetapi belum
memungkinkan dia melafalkan tuturan sempurna orang dewasa. Karena itu, dalam
berbahasa biasanya anak dibantu oleh ekspresi, gerak tangan, atau menunjuk benda-benda
tertentu. Inilah versi bahasa anak.
2.5.2
Meniru
Tuturan anak cenderung
mengalami perubahan. Perubahan itu, dapat berupa pengurangan, penambahan, dan
penggantian kata atau pengurutan susunan kata.
Sedikitnya ada dua
penyebab. Penyebab pertama, berkaitan dengan perkembangan otak, penguasaan
kaidah bahasa, serta alat ucap. Dengan demikian, anak hanya akan mengucapkan
tuturan yang telah dikuasainya. Penyebab kedua, berkenaan dengan aktivitas
berbahasa anak. Disatu sisi, secara bertahap, dia dapat memahami dan
menggunakan tuturan yang lebih kompleks. Disisi lain secara bersamaan, anak
membangun suatu sistem bahasa yang memungkinkan dia mengerti dan memproduksi
jumlah tuturan yang tak terbatas. Keadaan ini mendorong anak senang melakukan
percobaan atau eksperimen didalam berbahasa. Percobaan ini terus berlangsung
sampai kemampuan berbahasanya berpindah pada tingkat yang lebih kompleks.
2.5.3 Mengalami
Langsung
Strategi penting lain
yang mempercepat anak menguasai bahasa pertama yang dipelajarinya adalah
berlatih atau praktik berbahasa secara langsung. Anak menggunakan bahasa yang
dipelajarinya baik sewaktu berkomunikasi dengan orang lain mau pun berbicara
sendirian. Anak mengalami langsung kegiatan berbahasa seperti menyimak dan
berbicara. Dengan demikian, berdasarkan model atau respon partner
komunikasinya, dia akan mendapatkan kewajaran dan ketepatan berbahasanya.
Praktik berbahasa itu
dilakukan anak bukan karena dorongan orang lain, tetapi karena ia
memerlukannya. Kegiatan ini berlangsung dalam situasi informal, tanpa disadari
dan tanpa beban. Dia pun melakukan eksperimen dalam berbahasa tanpa takut
salah. Secara perlahan dan bertahap, dia mengubah, memperbaiki, dan
menyimpulkan aturan bahasa itu sampai tuturannya dirasa benar dan menyerupai
ucapan orang dewasa. Oleh sebab itu, kesalahan berbahasa bagi anak merupakan
hal yang wajar karena adanya proses pemantapan aturan bahasa yang
dipelajarinya.
2.5.4 Bermain
Anak sering kali
berperilaku sebagai orang dewasa, misalnya bila beberapa anak perempuan bermain
bersama untuk berperan sebagai anak, bapak, ibu atau kakak dalam bermain
rumah-rumahan. Penjual dan pembeli dalam permainan dagang-dagangan. Tanpa
disadari mereka berlatih berbicara dan menyimak.
2.5.5 Penyederhanaan
Dalam strategi
penyederhanaan anak-anak menyederhanakan model tuturan orang dewasa. Bagi anak
itu sendiri, strategi ini tentu tidak disadarinya. Karena pembentukan kaidah
bahasa itu bertahap melalui uji coba dan perbaikan, maka perkembangan tuturan
anak pun tidak serumit orang dewasa.
Contoh
Tuturan anak (1-3 tahun)
|
Tuturan orang dewasa
|
a.
Ma, acih
|
a.
Terimakasih
|
b.
Mamah, gogog
|
b.
Mamah, itu anjing
|
c.
Aqi cucu, mah
|
c.
Haqi mau minum susu mah
|
3. Penutup
3.1
Simpulan
3.1.1 Pemerolehan bahasa (language acquisition)
adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh
bahasa ibunya.
3.1.2
Terdapat dua teori dalam pemerolehan bahasa
anak, meliputi :
a.
Nativist Theory.
b.
Learning Theory.
3.1.3
Bahasa Indonesia dalam pemerolehan bahasa
anak, meliputi :
a. Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pertama.
b. Bahasa Indonesia
sebagai bahasa kedua.
3.1.4 Tahap-tahap
perkembangan bahasa anak, meliputi :
a. Tahap pra-linguistik (masa peraban).
b. Tahap satu kata.
c. Tahap dua kata.
d. Tahap banyak kata.
3.1.5 Faktor-faktor
yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak,
meliputi :
a. Faktor biologis.
b. Faktor lingkungan sosial.
c. Faktor intelegensi.
d. Faktor motivasi.
3.1.6 Strategi
dalam pemerolehan bahasa anak, meliputi :
a. Mengingat.
b. Meniru.
c. Mengalami langsung.
d. Bermain.
e. Penyederhanaan.
3.2 Saran
Semoga dengan disusunnya makalah ini diharapkan pembaca bisa menambah
referensi tentang pemerolehan bahasa anak dan juga tahap perkembangan bahasa
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Djago dkk.
2003. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Rendah.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Zuchdi, Darmiyanti dkk.
2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta
: PAS.
Dardjowidjojo, S. 1995.
Echa : Perkembangan Bahasa Anak
Indonesia, 12 Bulan yang Pertama. Makalah ini disajikan dalam PEIIBA 9 di
Lembaga Bahasa Unika Atmajaya, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar